Bab 5. Melayani Di atas ranjang

1328 Words
Happy Reading Ethan menatap wajah wanita di hadapannya, mengamati setiap detailnya. Tatapannya tertuju pada wajah Levina yang kini terlihat kusam, dihiasi bekas jerawat yang menghitam. Di balik ketidaksempurnaan itu, Ethan melihat kecantikan alami yang tersembunyi. Sebuah kecantikan yang sayangnya terkubur di bawah kulit kisam dan kelelahan. Kulitnya yang tidak terawat, tanpa sentuhan perawatan atau riasan, menimbulkan pertanyaan di benak Ethan. Apa yang sebenarnya telah terjadi pada wanita ini? Benarkah kabar yang ia dengar, bahwa Levina diusir oleh suaminya dan tak memiliki akses terhadap harta bendanya sendiri, sehingga tak mampu merawat dirinya? Pertanyaan-pertanyaan itu berputar di pikiran Ethan, membuatnya semakin penasaran dengan kisah hidup Levina. Sementara itu, Levina merasa tak nyaman di bawah tatapan intens Ethan. Rasa tidak percaya diri menyerangnya, menyadari penampilannya yang jauh dari kata sempurna. Rambutnya dikuncir seadanya, tidak rapi. Baju terusan selutut dan celana kain panjang yang dikenakannya membuatnya merasa canggung di hadapan majikannya. Ia membayangkan dirinya beberapa tahun yang lalu, dengan kulit putih bersih, mengenakan pakaian-pakaian bagus. Andai saja ia masih seperti dulu, pasti ia akan merasa jauh lebih percaya diri. Kenyataan pahit yang ia hadapi saat ini membuatnya semakin terpuruk. Dikhianati oleh pria yang sangat dicintainya membuatnya menjadi sangat bodoh. "Ma-maaf tuan, apakah saya boleh bekerja lagi," ucap Levina terbata-bata, suaranya nyaris tak terdengar. Ia bingung harus bersikap bagaimana. Keinginan untuk melarikan diri dari tatapan Ethan begitu kuat. "Kenapa buru-buru?" tanya Ethan, "Bukankah tugas utamamu membersihkan kamarku? Aku masih ada di sini. Nanti saja membersihkannya kalau aku sudah berangkat ke kantor." "Lalu kapan tuan akan berangkat ke kantor?" tanya Levina, "Ini sudah jam 8, apa tuan tidak akan terlambat?" Ia berusaha menghindari kontak mata dengan Ethan. Tatapan tajam majikannya itu membuatnya merasa terintimidasi. Ethan terkekeh, "Hahaha, kamu ini lucu dan polos, ya? Aku kan CEO-nya, jadi ya sesukaku dong mau berangkat jam berapa. Aku masih ingin membicarakan negosiasi denganmu." Levina semakin merasa canggung. Rasa penasaran tentang apa yang ingin dibicarakan Ethan semakin menggebu. Ia menunggu dengan cemas, jantungnya berdebar tak menentu. Ethan melangkah mendekat, tatapannya tak lepas dari wajah Levina. Ada sesuatu yang familiar, sesuatu yang mengingatkannya pada masa lalu. Namun, berdasarkan penyelidikan yang telah dilakukannya, tidak ada hubungan antara Levina dan keluarga Valencia. Hal ini membuatnya semakin bingung dan penasaran. Mungkinkah ada sesuatu yang terlewatkan dalam penyelidikannya? Atau mungkinkah ini hanya kebetulan semata? Suara Levina, benar-benar mirip dengan Valencia. Ethan terus mengamati Levina, berusaha menemukan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang berputar di benaknya. Wajah Levina, meskipun kusam dan lelah, memancarkan aura tertentu yang menarik perhatian Ethan. Ia merasa ada sesuatu yang istimewa pada wanita ini, sesuatu yang belum ia pahami sepenuhnya. Keingintahuannya semakin besar, mendorongnya untuk mengungkap misteri di balik sosok Levina. Ia bertekad untuk mencari tahu kebenaran, apa pun yang terjadi. "Kamu butuh uang banyak, kan, Levina? Aku tahu ada sesuatu yang kau sembunyikan, sesuatu yang lebih dari sekadar kebutuhan finansial. Mungkin seperti dendam?" Levina tersentak, terkejut dengan ketepatan dugaan Ethan. Darimana dia tahu tentang gejolak yang selama ini dia pendam rapat-rapat? "Maksudnya apa, ya?" tanyanya dengan suara sedikit gemetar, berusaha menyembunyikan kegugupannya. Pikirannya berputar cepat, mencoba merangkai kata-kata yang tepat untuk menanggapi pertanyaan Ethan yang begitu menohok. "Apakah kamu mau sebuah tawaran? Aku akan membelikanmu baju-baju yang bagus. Aku juga akan membelikanmu rangkaian produk perawatan kulit terbaik, serum, pelembap, masker, dan perawatan khusus untuk mengatasi jerawatmu itu, semuanya dari merek-merek ternama. Kita akan pergi ke klinik kecantikan terbaik untuk konsultasi dan perawatan intensif, agar kulitmu kembali bersih. Tapi, semua ini ada syaratnya!" ujar Ethan pada Levina. Ethan mengamati Levina dengan seksama, memperhatikan raut wajahnya yang polos dan sedikit cemas. Ia tersenyum tipis, merasa yakin tawarannya akan sulit ditolak. Levina mengerutkan keningnya, bingung dengan maksud perkataan Ethan. Apakah tuan mudanya ini sedang bernegosiasi dengannya? Pikirannya berkecamuk, mencoba mencerna kata-kata Ethan. Baju-baju bagus dan perawatan kulit memang sangat menggoda, namun ia merasa ada sesuatu yang disembunyikan di balik tawaran manis tersebut. Ia ragu, apakah ia harus menerima tawaran ini atau tidak. Ketakutan dan harapan bercampur aduk dalam hatinya. "Apa syaratnya, tuan?" tanya Levina memberanikan diri. Suaranya terdengar sedikit gemetar, menunjukkan kegugupannya. Ia menatap Ethan dengan penuh tanya, menunggu jawaban yang akan menentukan nasibnya. Ethan nampak menarik napas dalam-dalam sebelum menjawab, menciptakan ketegangan di antara mereka. Ia menatap Levina dengan intens, seolah ingin memastikan wanita itu mengerti betul apa yang akan ia katakan. "Kamu harus menjadi kekasihku, melayaniku di atas ranjang, bagaimana?" Ucapannya tegas dan lugas, tanpa basa-basi. Levina mengepalkan kedua tangannya, merasakan amarah mulai membara di dadanya. Dia benar-benar tidak habis pikir dengan pikiran Ethan. Bagaimana mungkin tuan mudanya ini memintanya untuk menjadi kekasihnya, hanya demi baju-baju dan perawatan kulit? Ia merasa harga dirinya diinjak-injak. "Saya tidak bisa, saya bukan w*************a ataupun seorang wanita penghibur!" jawab Levina dengan nada suara yang meninggi, menunjukkan rasa sakit hatinya karena merasa dilecehkan oleh ucapan Ethan. "Tidak Levina, aku tidak pernah menganggapmu seperti itu," jawab Ethan dengan nada suara yang sedikit melembut, mencoba meyakinkan Levina. "Kamu bukan hanya sekedar pemuas hasrat, tapi aku ingin kamu menjadi kekasihku," lanjutnya sambil menatap mata Levina dengan tatapan yang sulit diartikan. Apakah itu tatapan tulus atau hanya sebuah sandiwara? Levina tidak bisa membedakannya. Levina hanya diam, terpaku di tempatnya. Dia masih shock mendengar ucapan tuan mudanya itu dengan tawarannya yang tidak masuk akal. Pikirannya berputar-putar, mencoba mencerna situasi yang sedang dihadapinya. Ia merasa terjebak di antara keinginan untuk memperbaiki hidupnya dan harga dirinya yang terluka. "Bagaimana?" tanya Ethan lagi, memecah keheningan di antara mereka. Ia menunggu jawaban Levina dengan sabar, sambil memperhatikan setiap perubahan ekspresi di wajah wanita itu. "Tapi Anda kan punya tunangan?" ujar Levina, mengingat gosip yang ia dengar dari sesama pelayan. Ia berharap informasi ini bisa mengubah pikiran Ethan. "Kamu nggak perlu ikut campur urusanku yang itu. Kalau kamu nggak mau, ya aku nggak maksa," ujar Ethan dengan nada acuh tak acuh. Ia terlihat tidak peduli dengan status pertunangannya. Sebenarnya, Ethan memberanikan diri memberi tawaran pada Levina untuk menjadi kekasihnya agar ia bisa dengan mudah menyelidiki latar belakang Levina. Levina menggigit bibirnya, ragu dengan keputusannya. Apakah dengan cara menjadi kekasih gelap tuan Ethan dan menjadi pemuas nafsunya, ia bisa membalas dendam pada Roni dan mengambil kembali semua yang telah direbut darinya? Pikiran itu terus berputar di kepalanya. "Ya, yang aku butuhkan memang kekuatan dari orang yang lebih berkuasa dari Roni. Jika memang dengan tawaran tuan Ethan aku bisa membalas dendam pada mantan suamiku itu, aku akan terima!" batin Levina, mantap dengan keputusannya. "Apakah boleh jika hanya menjadi kekasih saja, tuan?" Levina masih berusaha negosiasi. "Tidak, aku tidak hanya membutuhkan seorang kekasih," jawab Ethan. "Aku ingin kau menjadi pemuasku di atas ranjang, Levina!" Ucapan Ethan yang blak-blakan semakin membuat Levina terhenyak. Permintaan yang begitu tiba-tiba dan sangat bberani itu membuatnya terdiam sesaat, mencerna arti dari kata-kata yang baru saja didengarnya. Wajahnya memerah, antara malu dan bingung. Setelah beberapa saat, Levina berhasil mengumpulkan keberaniannya untuk bertanya, "Lalu, apa lagi yang saya dapatkan, tuan, jika saya melayani Anda? Apa imbalan yang akan saya terima atas permintaan Anda yang… khusus ini?" Dia menatap Ethan dengan tatapan penuh tanya, menanti jawaban yang akan menentukan langkahnya selanjutnya. Ethan membalas tatapan Levina, matanya tertuju pada wajah cantik Levina yang kini dihiasi semburat merah. "Apapun yang kau mau," jawabnya singkat, padat, dan penuh keyakinan. Janji yang begitu besar dan menggiurkan, sebuah tawaran yang sulit untuk ditolak, terutama bagi seseorang yang sedang membutuhkan. Levina terpaku, diperhadapkan dengan pilihan yang sulit. Pikirannya berkecamuk, timbang-menimbang antara risiko dan keuntungan. Dia bingung harus bagaimana, antara menerima tawaran Ethan atau menolaknya mentah-mentah. Setelah pergulatan batin yang cukup panjang, Levina akhirnya menemukan jawabannya. Dengan tekad yang membara di matanya, dia berkata, "Baik tuan, saya terima tawaran Anda. Tapi tolong bantu saya merubah diri dan penampilan agar saya bisa membalas dendam kepada mantan suami saya yang telah merebut semua harta kekayaan milik saya!" Suaranya terdengar tegas, menunjukkan keseriusannya dalam mencapai tujuannya. Dia siap melakukan apapun untuk mendapatkan kembali apa yang telah dirampas darinya, bahkan jika itu berarti harus membayar dengan harga yang mahal. "Hahahaha, oke! Jadi kamu mau jadi kekasihku dan melayaniku di atas ranjang? Aku tahu kamu pasti sangat berpengalaman!" Bersambung
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD