Happy Reading
Levina menjalani hari-harinya di kediaman keluarga Savanier dengan perasaan tidak tenang yang terus-menerus menghantuinya. Ethan, sang tuan muda, selalu saja membuatnya kesulitan. Terkadang, pria tampan itu secara terang-terangan mengejek penampilannya, menyebutnya gendut, dekil, dan berjerawat.
Ucapan-ucapan pedas itu bagai duri yang menusuk hatinya, membuatnya merasa kecil dan tak berharga. Sebenarnya, Levina tidaklah gendut. Tubuhnya hanya sedikit berisi karena ia memang kurang memperhatikan perawatan tubuhnya selama ini.
Ethan, di sisi lain, tampaknya menikmati reaksi Levina atas ejekannya. Ia seakan mendapatkan kepuasan tersendiri ketika melihat wanita itu kesal dan terdiam. Levina berusaha keras meredam gejolak amarah di hatinya. Ia tahu, jika ia membalas atau menunjukkan kekesalannya, ia bisa saja kehilangan pekerjaannya. Dan pekerjaan ini adalah satu-satunya harapannya untuk bertahan hidup.
Seperti pagi ini, Ethan memanggil Levina untuk membuatkan kopi dan terjadi drama lagi.
"Hei, apa kamu tuli? Aku mau kamu membuatkan aku kopi s**u, bukan kopi full cream!" bentaknya.
Levina mengepalkan kedua tangannya, menahan amarah yang mulai membuncah. Padahal, ia yakin betul ia mendengar Ethan memesan kopi full cream, bukan kopi s**u.
"Maaf, Tuan. Akan saya ganti," ujar Levina dengan suara tertahan, sambil mengambil cangkir kopi itu.
"Tidak perlu, aku akan minum ini saja," ucap Ethan tiba-tiba, membuat Levina terkejut, kenapa mood pria dingin ini berubah-ubah. His, menyebalkan sekali!
Levina hanya melirik Ethan sekilas, lalu berpamitan untuk kembali ke dapur.
"Tunggu sebentar," panggil Ethan, membuat Levina menghentikan langkahnya dan berbalik.
"Iya, Tuan. Ada apa?" tanya Levina, menunduk sopan.
"Kenapa pakaianmu hanya itu-itu saja? Dan kenapa kamu tidak memakai make up? Lihatlah jerawatmu itu, benar-benar tidak enak dilihat," ucap Ethan, menatap Levina dengan tatapan yang sulit diartikan.
Levina merasa kesal, hatinya teriris oleh kata-kata tajam Ethan. Ia tidak mengerti mengapa tuan mudanya itu selalu saja menghinanya.
"Ehm... sebenarnya saya tidak punya uang untuk membeli baju dan make up, Tuan," jawab Levina jujur, suaranya bergetar. Dia memang belum genap sebulan bekerja di keluarga Ethan jadi belum menerima gaji.
"Tapi menurutku, walaupun kamu memakai make up sekalipun, tetap saja tidak akan cantik," ucap Ethan mengejek, semakin memancing emosi Levina.
Entah apa yang ada di pikiran Ethan, tapi melihat pelayannya kesal sepertinya menjadi hiburan tersendiri baginya.
Levina, yang sudah tak tahan lagi dengan hinaan Ethan, akhirnya menatap wajah tuan mudanya itu dengan berani.
"Tuan, asalkan Anda tahu, sebenarnya dulu saya itu sangat cantik. Body saya juga bagus, bahkan wajah saya putih mulus. Tapi setelah menikah, saya lebih sering mengurus suami saya, ingin membuat dia senang dan bahagia, sampai saya tidak sempat merawat diri saya sendiri. Tidak bekerja membuat saya lebih banyak menghabiskan waktu hanya dengan tiduran dan makan, makanya saya jadi seperti ini sekarang!" jelas Levina panjang lebar, meluapkan semua unek-unek yang selama ini ia pendam. Air matanya mulai menggenang di pelupuk mata, tetapi ia berusaha keras untuk tetap tegar.
"Kamu sudah menikah?" tanya Ethan, mengerutkan keningnya. Pertanyaan itu membuatnya terkejut.
"Iya, tapi sekarang sudah bercerai," jawab Levina sendu, suaranya lirih.
"Oh, ya sudah. Pergilah!"
Levina langsung pergi meninggalkan Ethan, dia malas berurusan dengan tuan mudanya itu.
***
"Johan, selidiki wanita yang bernama Levina. Ini gambarnya, dan aku ingin tahu siapa dia sebenarnya, latar belakangnya, keluarganya, dan semua informasi detail tentang dirinya," ujar Ethan menghubungi orang kepercayaannya melalui sambungan telepon pribadi yang terenkripsi. Suaranya terdengar serius dan penuh dengan keingintahuan yang mendalam.
"Baik, Tuan. Apakah dia wanita yang spesial bagi Anda, Tuan?" tanya Johan dengan hati-hati, mencoba memahami pentingnya penyelidikan ini bagi Ethan. Dia tahu Ethan bukanlah orang yang sembarangan meminta penyelidikan terhadap seseorang, kecuali ada alasan yang kuat di baliknya.
"Tidak, dia hanya pembantu di rumahku. Dia baru bekerja beberapa hari yang lalu, direkomendasikan oleh Mama. Tapi, aku merasa sangat familiar dengan suara dan matanya," jawab Ethan, menjelaskan alasan di balik permintaannya. Raut wajahnya tampak serius, mengingat-ingat sesuatu yang samar dalam ingatannya.
"Oh, baik, Tuan! Saya akan segera mencari tahu siapa Levina sebenarnya, menggali informasi selengkap mungkin, termasuk riwayat hidupnya, hubungan sosialnya, dan segala hal yang berkaitan dengannya," janji Johan dengan penuh keyakinan. Dia akan mengerahkan seluruh sumber daya dan koneksinya untuk memenuhi permintaan Ethan.
"Bagaimana dengan Rygas? Apa dia sudah berhasil menyusup ke dalam sarang musuh dan mendapatkan informasi yang kita butuhkan?" Ethan mengalihkan topik pembicaraan, menanyakan perkembangan misi penting lainnya yang sedang dijalankan oleh Rygas.
"Dia masih dalam tahap pengawasan, Tuan! Tim kami terus memantau pergerakannya dan berharap dia segera berhasil mendapatkan akses ke informasi penting yang kita cari," lapor Johan, memberikan informasi terbaru tentang perkembangan misi Rygas.
"Berikan keluarganya uang yang layak dan awasi terus pergerakan Rygas. Laporkan setiap perkembangan sekecil apapun kepadaku," perintah Ethan dengan tegas.
"Baik, Tuan! Semua perintah Anda akan saya laksanakan dengan sebaik-baiknya," ujar Johan, meyakinkan Ethan.
Setelah sambungan telepon terputus, Ethan meletakkan ponselnya di atas meja kerjanya. Dia kemudian mengambil sebuah liontin dari dalam laci, membukanya, dan menatap foto seorang wanita yang tersimpan di dalamnya. Wajah wanita itu tampak begitu indah dan anggun, senyumnya yang manis masih terpatri jelas dalam ingatan Ethan.
Wanita itu adalah cinta pertamanya yang hilang bertahun-tahun lalu, dan sampai sekarang masih bertahta di hatinya. Ada rasa rindu yang mendalam terpancar dari sorot matanya. Mungkinkah Levina memiliki hubungan dengan wanita di dalam liontin ini? Pertanyaan itu terus berputar di benaknya.
***
Keesokan harinya, di kantor SV Grup yang megah dan modern, Johan datang menemui Ethan dengan membawa sebuah map berisi laporan hasil penyelidikannya.
"Tuan, saya telah mendapatkan informasi lengkap tentang Levina. Dia sudah menikah, nama suaminya Roni. Mereka menikah beberapa tahun yang lalu dan tidak memiliki anak. Namun, sepertinya mereka telah bercerai, dan Levina diusir dari rumah oleh Roni. Tapi, setelah saya selidiki lebih lanjut, ternyata rumah dan perusahaan yang selama ini dikelola Roni sebenarnya adalah milik Levina. Roni hanya mengatasnamakan saja," lapor Johan, menjelaskan hasil penyelidikannya dengan detail.
Kening Ethan mengkerut, dia benar-benar tidak menyangka mendengar kabar ini. Ada kejutan dan kebingungan yang terpancar dari raut wajahnya.
"Jadi, Levina adalah pemilik sebenarnya dari semua aset tersebut? Bagaimana bisa Roni mengusirnya dari rumahnya sendiri?" tanya Ethan, penasaran dengan situasi yang sebenarnya terjadi.
"Sepertinya diam-diam Roni mengalihkan semua aset milik Levina atas namanya, tuan."
Tangan Ethan tiba-tiba mengepal, entah kenapa dia sedikit kesal mendengar hal ini.
"Tuan, apakah Anda memiliki ketertarikan khusus terhadap Levina?" tanya Johan dengan hati-hati, mengamati ekspresi wajah Ethan yang tampak serius.
"Dia sangat mirip dengan wanita yang ada di dalam liontin ini, Johan. Terutama suaranya dan tatapan matanya, semuanya begitu mirip. Tapi, aku harus membuktikannya terlebih dahulu, memastikan apakah dia benar-benar wanita yang kucari selama ini atau hanya kebetulan semata," jawab Ethan, menunjukkan liontin yang berisi foto wanita yang dicintainya. Ada harapan dan keraguan yang bercampur aduk dalam hatinya.
Bersambung