4. Cakra Siaga!

1112 Words
Saat masuk ke dalam perusahaan pemasaran pertama kali, Wulan hanya bekerja sebagai pegawai teller paruh waktu dengan posisi yang paling dasar. Pada saat itu pekerjaannya lebih mudah dari pekerjaannya yang sekarang dan tidak ada harapan masa depan. Keluarga Wulan masih terlilit hutang serta ada banyak masalah yang harus Wulan hadapi setiap hari. Wulan suka pergi berlari setelah pulang bekerja. “Ketika aku berlari, aku bisa melupakan semuanya untuk sementara, serta merasakan desau angin yang menghembus di sekitar membuatku merasa nyaman.” Wulan sangat suka berolahraga. Dari melakukan pemanasan dan peregangan otot pada tubuhnya. Wulan merasa pikirannya menjadi lebih fresh dan dia kembali memikirkan tentang Bima Prayoga yang baru putus dengannya, baru sehari dan Wulan merasa aneh karena dia tidak terlihat sedih sama sekali. Mungkin karena putusnya dirinya dengan Bima, Wulan masukkan ke dalam titik terlemah di dalam dirinya. Mungkin juga karena hubungan yang hampir dia bina selama empat tahun dari bersama mereka lebih banyak berpisah. Bahkan karena Wulan menjadi lebih baik dan lebih baik lagi dari dirinya yang dulu saat bertemu dengan Bima pertama kali. Lebih jelasnya sebelum Cakra mempromosikan dirinya menjadi direktur, meskipun Wulan tidak memiliki gelar direktur, Wulan sudah bekerja sebagai direktur. Wulan bertanggung jawab atas beberapa proyek di departemennya. Pada dasarnya hal itulah yang membuat rekan kerjanya Budi Pawelang merasa iri atas prestasi yang Wulan dapatkan saat ini. Wulan hanya pekerja sementara, juga karena Yasmin bawahan Budi tidak pernah bersaing dengan Wulan sebagai direktur industri di departemen kompetisi. Persaingan di bawah pimpinan Cakra sebenarnya sangat sederhana. Cakra memberi semua orang kesempatan, dan kemudian Cakra melihat hasilnya. Jelas bahwa Cakra lebih puas dengan jawaban Wulan untuk proyek lanjutan. Jadi Wulan-lah yang memimpin. Oleh karena itu Wulan memiliki kesempatan mengadakan beberapa rapat proyek. Tidak hanya Cakra, Wulan memiliki kesempatan untuk bertemu lebih banyak orang luar biasa dan Wulan juga bisa belajar lebih banyak. Wulan merasa dirinya lebih baik, dan Wulan berpikir dengan gaji bulanan sepuluh juta hidup di Jakarta, dia dapat menjalani kehidupannya dengan stabil selama sisa hidupnya. Bima mencampakkannya ketika Wulan baru memulai, itu lebih baik daripada menunggu mereka berdua menikah dan selanjutnya bercerai. Lagipula ada banyak kerumitan yang terjadi saat itu. Bima ingin menemukan seorang gadis dengan kondisi yang lebih baik, dan Wulan ingin mendapatkan gaji sepuluh juta bahkan lebih baik melalui usahanya sendiri bukan melalui pria atau seseorang yang dia nikahi demi menyelamatkan hidupnya. Ketika Wulan memikirkan Cakra spontan Wulan kembali teringat tentang semua yang terjadi semalam. Wulan merasa perasaan yang diberikan Cakra benar-benar tidak bisa dia lupakan. Saat Wulan mandi, gadis itu menatap bekas ciuman Cakra pada dadanya, ada beberapa noda merah di sana, Wulan merasa itu sedikit memalukan. Wulan tidak memberi kesempatan Cakra untuk berbicara pagi ini, Wulan ingin membiarkannya mengucapkan kata-kata, “Pura-pura saja itu tidak pernah terjadi!” Karena Wulan tahu betul tidak akan pernah ada perkembangan dalam hubungan antara dirinya dengan Cakra. Lebih baik mengakhiri dan meyakinkan dirinya sendiri sejak awal serta memberikan ruang pada keduanya. Jeger Cakra Nugraha bukan pria biasa, Cakra merupakan keturunan dari pemilik perusahaan cabang dari perusahaan industri pusat, tempat Wulan bekerja. Kebanyakan dari mereka akan menjodohkan putra dan putri mereka dengan keluarga yang setara demi mewarisi dan memimpin perusahaan selanjutnya. Kombinasi yang kuat dari generasi ke dua. Kedua orang tua Cakra telah lama berharap Cakra mendapatkan gadis dari keluarga pemilik perusahaan tertentu kemudian Cakra akan menjadi pemimpin di perusahaan X pada usia yang masih muda. Sebagai anggota pemegang saham, ayah Cakra memiliki harapan yang normal untuk melihat kemajuan masa depan putranya. Berjalan lebih jauh ke depan dan menjadi seorang pemimpin. Wulan bekerja di bawah pimpinan Cakra selama dua tahun dan Wulan tahu Cakra sempat berkencan dengan beberapa gadis, putri dari beberapa pemilik perusahaan. Walaupun pada akhirnya hubungan itu gagal, Wulan sama sekali tidak ingin dirinya terlibat dengan Cakra. Menurut Wulan tidak semua orang hidup seperti drama di layar kaca, seorang presdir yang bisa mendominasi memiliki istri dari keluarga miskin. Mereka berdua hidup bahagia mendapatkan impian mereka dan meraih cinta mereka hanya berbekal senyum manis kepada bos-nya. Di zaman sekarang ini seorang gadis miskin hanya salah satu dari sekian orang yang ditiduri oleh bos-nya. Wulan tidak ingin berharap lebih karena dia merasa sudah tahu titik akhir pada harapan yang dia bangun. Jadi Wulan memilih untuk mengembalikan semuanya, menutup pintu harapan dalam hatinya terhadap hubungan antara dirinya dengan Jeger Cakra Nugraha. Ponsel Wulan berdering, tanda bahwa dia telah berlari sejauh sekian kilometer, langkah kaki Wulan perlahan melambat lalu mengatur kembali pikirannya yang kacau tentang Cakra. Gadis itu menyeka keringat pada keningnya, menapakkan kedua kakinya di atas cahaya mentari yang kini mulai terbenam di ufuk barat. Kemudian ia berjalan pulang dengan langkah perlahan. Keesokan harinya.. “Aku merasa gugup saat pergi ke perusahaan pada hari Senin.” Bisik dalam hati Wulan. Cakra ingin mengadakan pertemuan rutin para pimpinan dan dia meminta Wulan untuk menyampaikannya pada Budi Pawelang dan juga membuat jadwal proyek untuknya. Wulan mencetak salinan pekerjaannya lalu mengirimkan ke kantor Cakra. Wulan melihat Cakra sedang menerima telepon. Cakra menutupi gagang telepon kemudian berkata padanya, “kopi.” Wulan segera membuatkan kopi untuk Cakra lalu meletakkannya di atas meja kerjanya. Cakra baru saja menutup telepon dan menatap berkas yang Wulan kirimkan padanya. Kemudian Cakra segera membuka kemajuan tentang proyek pada layar komputer di atas meja, lalu kembali membuka kata, kalimat itu ditujukan pada Wulan. “Akan ada pertemuan dengan subkontraktor sore ini! Kamu bersiaplah ikut pergi bersama denganku!” Wulan menjawab, dan dia mendapati Cakra mengernyitkan kening seraya menatap ke arahnya. Wulan merasa tidak melakukan kesalahan apapun. Kopi yang panas dan rasa yang dia buatkan sesuai dengan rasa yang biasa diminta Cakra padanya. Sepatu, wajah polos Wulan, itu juga sikap yang biasa dia terapkan sejak lama. Cakra melirik Wulan sejenak dan Cakra merasa Wulan tidak terlihat merasa bersalah. Cakra tahu Wulan memiliki penampilan yang sangat berbeda dari yang dia lihat sekarang, satu saat Wulan sedang melakukan pekerjaannya dan ke dua penampilan Wulan secara pribadi. Malam itu kedua mata Cakra tertuju pada lekuk tubuh Wulan. Dan sekarang Cakra menatap ke arah long dress yang Wulan kenakan membuat Cakra tidak bisa melihat dengan jelas lekuk tubuh Wulan. Juga tidak bisa melihat apa yang ingin Cakra lihat. Wulan mencoba berpura-pura tidak tahu ke mana arah mata Cakra yang kini tengah tertuju pada dirinya, Wulan memilih melihat jemari Cakra yang lurus dan bagus sedang menggenggam cangkir kopi. Wulan tidak bisa menepis bayangan ketika jemari lurus dan menawan itu tengah membuat tubuhnya merasa sangat panas malam itu. Wulan bahkan memiliki sebutan khusus untuk Cakra sejak malam itu, ‘Cakra-Siaga!’ Wulan tidak tahu bagaimana cara menutup semua yang ingin dia lupakan tentang malam itu, menutup halaman satu lalu membuka halaman baru. Namun apa yang dia lakukan selalu lebih nyata dibandingkan semua hal yang sudah dia rencanakan sebelumnya!
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD