Pagi ini Renee yang hendak berangkat kerja setengah berlari mengejar sebuah motor yang ia kenal. Renee sangat yakin itu Affan, tapi hal yang membuatnya bingung pria itu menjadi sangat aneh. Biasanya Affan akan berhenti jika melihat Renee. Namun, barusan jangankan berhenti, menyapa Renee pun tidak. Ada apa dengan Affan?
"Affan, berhentilah aku ingin berbicara denganmu!" teriak Renee.
Namun, motor yang Affan kendarai itu tetap saja melaju dan semakin kencang.
"Affan!" teriak Renee lagi.
Detik berikutnya, Affan sudah lenyap dari hadapan Renee. Renee benar-benar bingung, apa yang sebenarnya terjadi? Terakhir ia berjumpa dengan Affan tidak ada masalah. Pria itu juga tidak menunjukkan ada hal yang membuat mereka marahan.
Meski bersahabat lama, Renee dan Affan sering marahan dan setiap marahan pasti ada sebabnya. Namun kali ini Renee tak mengerti apa sebabnya. Lagi pula Renee merasa hubungan mereka sedang baik-baik saja.
Affan benar-benar keterlaluan. Diam tanpa alasan yang jelas. Dan yang lebih kejam, seorang Affan tak pernah tega meninggalkan sahabatnya dalam keadaan berteriak memohon. Ini pertama kalinya Affan seperti ini.
***
Sudah menjadi rutinitas bahwa membalik tulisan open menjadi close adalah hal yang tidak mungkin dilupakan Renee sebelum pulang. Setelah itu, ia bergegas pulang. Baru saja keluar, mobil yang sudah tak asing lagi berparkir dengan manis di depan kafe tempat Renee berkerja.
Terlihat Dewo turun menghampiri Renee.
"Izinkan aku pulang sendiri malam ini," kata Renee dengan lesu. Hari ini Renee tak bersemangat dalam bekerja karena Affan. Haruskah Dewo menghancurkan semangat yang memang sudah berantakan?
"Tapi aku ingin mengantarmu."
"Dewo...."
"Hei, aku baru sadar kamu berani menyebut namaku, berani memanggil dengan sebutan Dewo. Kamu ke manakan panggilan Mas di depan namaku?"
"Maaf, kumohon, aku lelah. Aku ingin pulang."
"Tapi kupikir lebih baik memanggil dengan sebutan Dewo atau kamu, ya. Toh, aku belum terlalu tua untuk dipanggil Mas."
Renee hanya diam saja, tak sedikit pun merespons apa yang Dewo katakan. Mungkin ini pengaruh dari pikirannya yang sedang tidak fokus karena selalu memikirkan Affan.
"Renee, apa kamu sakit?" tanya Dewo lagi sambil menyentuh kening wanita itu.
Renee menggeleng. "Aku hanya lelah, tolong izinkan aku pulang. Sendiri," jawab Renee dengan sedikit penekanan di bagian kata 'sendiri'.
Namun, Dewo tak mau tahu dengan terus memaksa agar Renee mau diantar pulang. Baiklah, daripada semakin lama berurusan dengan Dewo, Renee akhirnya tak punya pilihan selain mau diantar oleh pria m***m itu.
"Apa kamu sedang ada masalah?" tanya Dewo sambil fokus menyetir.
Lagi-lagi Renee tak memberikan jawaban dengan suaranya. Dia hanya menjawab pertanyaan Dewo dengan anggukan atau gelengan.
"Kumohon, kamu sudah menjadi kekasihku, Renee. Aku berhak tahu."
Renee tersentak saat Dewo mengatakan bahwa ia adalah kekasihnya. Renee kira ucapan Dewo kemarin hanya sebuah candaan. Sebenarnya Renee ingin menyanggah bahwa ia bukanlah kekasih Dewo, tapi entah mengapa rasanya sulit sekali sehingga ia hanya bisa pasrah apa pun yang Dewo ucapkan.
"Aku sedang sedih. Sahabatku tiba-tiba menjauhiku. Aku sangat yakin tak ada masalah atau pertengkaran di antara kami. Semuanya baik-baik saja saat terakhir kami jumpa, tapi pagi ini dia menghindariku. Padahal aku sudah berteriak agar dia berhenti, tapi dia tetap melaju meninggalkanku. Aku bingung harus berbuat apa. Dia sahabatku satu-satunya. Aku tak mau kehilangannya." Entah mengapa tiba-tiba Renee menceritakan semuanya. Renee tak peduli dengan siapa ia bicara, yang jelas ia butuh teman untuk mendengarkan curhatannya.
Dewo tersentak kaget mendengar pengakuan Renee. Ia memang sudah menduga akan seperti ini. Bukankah itu kabar baik? Ia senang jika Affan menjauhi Renee. Itu artinya ia tak memiliki saingan lagi. Ya, jika Affan terus di sekitar Renee, Dewo yakin Affan akan merusak usahanya dalam mendekati Renee.
"Dia pria atau wanita?" tanya Dewo pura-pura tidak tahu.
"Pria," jawab Renee singkat. Matanya tak bisa menyembunyikan bahwa ia sedang bersedih hati.
"Oh, jauhi saja dia. Seorang pria yang tiba-tiba menjauh artinya sudah memiliki pasangan. Mungkin dia sedang menjaga hati pasangannya untuk tidak berdekatan dengan wanita lain. Atau mungkin juga pacarnya melarang dia berhubungan dengan wanita lain. Sekalipun sahabat wanitanya." Dewo berusaha mengambil kesempatan untuk memengaruhi pikiran Renee.
"Tapi, mungkinkah Affan begitu? Aku rasa tidak mungkin. Dia tak pernah cerita jika sedang dekat dengan seorang wanita."
"Renee, Renee ... kamu memang polos sekali. Mana mungkin dia cerita? Sudahlah, tak usah pikirkan pria yang mengabaikanmu. Sadarlah, dia sudah tak menginginkanmu ada dalam hidupnya lagi. Buktinya dia menjauhimu tanpa ada kata-kata terakhir."
Renee terdiam, mencoba mencerna setiap kata yang dilontarkan Dewo. Tanpa sadar kini mereka sudah berada di depan rumah Renee. Jarak antara kafe dan rumah yang begitu dekat, membuat Dewo selalu berputar arah agar bisa mengobrol terlebih dahulu dengan Renee setiap mengantarnya pulang. Dan kali ini Dewo mencari jalan terjauh agar bisa mendengar curhatan Renee sekaligus memengaruhinya.
"Sampai jumpa besok, jangan pikirkan pria b******n itu lagi," tambah Dewo.
Sebenarnya Renee masih bimbang. Masih ingin marah saat Dewo berusaha menjelek-jelekkan Affan. Namun, ia tak bisa berkutik karena tak ingin banyak berdebat dengan Dewo. Berdebat dengan Dewo pasti tak akan ada ujungnya, jadi lebih baik Renee diam dan mendengarkan setiap kata yang Dewo ucapkan.
Sesaat sebelum Renee turun dari mobil, Dewo mengecup singkat kening Renee. Hingga mata Renee melebar. Akhirnya, dengan cepat Renee turun dan masuk ke rumahnya.