Renee terkejut saat baru saja keluar rumah, Dewo sudah siap mengantarnya. Awalnya Renee penasaran sebenarnya apa pekerjaan Dewo. Kenapa pria itu seperti banyak memilki waktu luang?
Semakin hari, Renee memang jarang memberi penolakan jika Dewo mau mengantarnya. Hal itu membuat Dewo merasa senang atas perubahan sikap Renee yang mau menerimanya. Meskipun tak bisa dimungkiri ia sebenarnya tahu kalau Renee melakukan itu semua karena takut terhadap ancamannya.
Dari rumah ke tempat kerja Renee normalnya lima menit waktu perjalanan. Namun, Dewo selalu mencari jalan yang lebih jauh atau sekadar berputar-putar sejenak. Renee merasa ini sudah lebih dari sepuluh menit dan ia tidak tahu apa sebenarnya yang Dewo inginkan.
"Hari ini kamu harus menemaniku. Tak perlu bekerja, oke?" Akhirnya Dewo membuka pembicaraan. Jelas saja Renee tak setuju dengan apa yang pria itu katakan.
"Maaf, tapi aku harus bekerja."
"Untuk apa?"
"Kamu bisa bertanya untuk apa karena kamu kaya dan banyak uang. Lain halnya denganku yang harus bekerja," jawab Renee tegas.
"Mulai hari ini … kamu tak perlu lagi bekerja. Tenang, aku akan memberi apa pun yang kamu butuhkan."
"Kamu kira aku wanita macam apa? Aku bukan pelacur."
"Tidak ada yang berkata kamu wanita jalang atau p*****r. Aku hanya meminta kamu berhenti bekerja."
"Dewo, kumohon jangan mengaturku. Aku perlu hidup," pinta Renee.
"Aku sanggup menghidupimu. Renee, tolong turuti apa kata kekasihmu ini. Kamu harus ingat aku adalah kekasihmu. Aku punya hak untuk melarangmu bekerja."
"Kekasih itu bukan suami. Kekasih tidak ada hak."
"Baiklah jika itu maumu. Aku akan menikahimu secepatnya, agar kamu mau menurut dan aku punya hak melarangmu bekerja."
"Dewo, tolong jangan main-main. Jangan gila, pernikahan tidak sebercanda itu. Pernikahan bukan lelucon!"
"Untuk apa becanda, aku sudah yakin padamu, Sayang."
"Aku masih muda. Jika ingin menikah, carilah wanita lain. Bukan aku orangnya."
"Sudahlah, jangan coba-coba melawan. Tunggu, kamu tidak ingin hamil di luar nikah, bukan?" tanya Dewo.
"Maksudmu?"
Dewo memberhentikan laju mobilnya. "Aku ingin menikahimu."
Dewo benar-benar gila. Dalam hati Renee menggerutu, kenapa ia bisa berurusan dengan orang sekeras kepala dan tak mau kalah macam Dewo. Sebenarnya Renee juga tak bisa bohong pada segala yang telah dilakukan Dewo. Renee juga normal, bahkan ia merasa b*******h. Namun untuk berbuat sejauh itu apalagi menikah … Renee tak mau.
***
Renee tak menyangka bahkan sangat jauh dari dugaan bahwa Dewo akan membawanya ke sini. Ke sebuah rumah untuk mengenalkannya pada seluruh anggota keluarga Dewo. Renee benar-benar tak habis pikir.
Orangtua Dewo juga amat ramah terhadap Renee. Bahkan, parahnya lagi Dewo berani berkata ingin menikahi Renee pada orangtuanya. Tentu saja orangtua Dewo sangat setuju. Entah mengapa mereka terlalu ramah pada Renee. Renee jadi curiga kalau mereka merupakan keluarga bayaran agar Renee percaya pada apa yang Dewo katakan tentang pernikahan.
Setelah makan siang selesai, Dewo mengajak Renee naik ke lantai dua. Mereka kini memasuki sebuah ruangan yang ternyata adalah kamar Dewo. Sesaat setelah Renee masuk, Dewo langsung bersiap mengunci pintu kamar.
Renee jadi makin curiga bahwa mereka tadi memanglah orangtua yang sengaja disewa untuk berpura-pura menjadi orangtua Dewo. Bagaimana tidak, orangtua mana yang mengizinkan anaknya membawa kekasih ke dalam kamar?
Dengan sekali gerakan Dewo langsung mendorong Renee agar bersiap di ranjangnya. Renee hampir saja jatuh, syukurlah wanita itu jatuh dengan sempurna di kasur tanpa terluka sedikit pun. Bersamaan dengan itu, suara ketukan pintu membuat Dewo menghentikan aksinya. Bisa dilihat betapa kesalnya pria itu.
Sebaliknya, Renee justru merasa senang karena itu artinya orang yang mengetuk pintu adalah orang yang menyelamatkan tubuhnya dari setiap sentuhan Dewo.
Setelah keadaan dirasa aman dan mereka sudah kembali rapi, Dewo pun membuka pintu untuk mencari tahu siapa yang mengetuk pintu itu. Sebelumnya, Dewo meminta Renee tetap di dalam saja karena menurutnya wanita itu tak perlu ke mana-mana.
"Tidak mungkin!"
Renee bisa mendengar teriakan Dewo yang secara tiba-tiba dan keras itu. Entah pada siapa pria itu berteriak. Sepertinya ada persoalan yang cukup serius. Pikir Renee. Akhirnya, ia hanya diam berusaha mendengarkan apa yang sedang mereka bicarakan.
***