Noda Merah di Ranjang

818 Words
Renee masih setia menunggu Dewo di kamar. Ia tak tahu bagaimana cara pulang apalagi pintu kamar dikunci dari luar sehingga lebih baik menunggu sampai pria itu pulang. Sebenarnya Renee masih penasaran apa yang terjadi sehingga setelah kedatangan seseorang, Dewo langsung bergegas pergi. Renee ingat, tadi Dewo meminta agar dirinya diam menunggu di kamar saja. Tak perlu keluar. Renee menduga ada sesuatu hal yang sangat penting atau terkesan darurat. Mungkin menyangkut hidup dan mati? Ah, Renee jadi ikut memikirkan hal yang bukan urusannya. Renee melirik jam dinding yang kini sudah menunjukkan pukul tujuh malam. Tega sekali Dewo mengurungnya di kamar tanpa memberi makanan. Untung saja kamar mandi tersedia di kamar ini. Renee yang mulai merasa bosan, memutuskan untuk membuka pintu kaca yang menghubungkan langsung ke balkon. Ia berdiri di sana sekadar melihat bintang-bintang. Tiba-tiba Renee jadi teringat Affan. Sedang apa sahabatnya sekarang? Ah, apa mungkin benar, Affan kini sudah punya pacar sehingga menjauhinya? Bahkan, nomor Affan sudah tak pernah aktif lagi. Renee merindukan saat-saat pulang kerja atau libur biasa menghabiskan waktu bersama Affan. Bicara soal kerja, hari ini Renee tak bekerja gara-gara Dewo. Ia terpaksa absen tanpa keterangan. Siap-siap saja bosnya akan marah. Bagaimana jika ia dipecat? Renee jadi lesu jika mengingat semua kemungkinan buruk itu. Sial sekali. "Maaf membuatmu menunggu," ucap Dewo tiba-tiba. Renee tak menyadari rupanya Dewo sudah pulang. "Apa ada masalah?" tanya Renee hati-hati. Sebenarnya ia bertanya bukan karena peduli, melainkan rasa keingintahuannya yang amat besar. Renee ingin tahu apa yang membuat pria m***m macam Dewo kalut seperti siang tadi. "Ah, hanya masalah kecil. Kau tak perlu khawatir. Ayo makan, aku membawa makanan untukmu." "Masalah kecil juga akan menjadi besar jika dibiarkan. Dewo, sebenarnya ada masalah apa?" "Kamu tak perlu tahu.Terlebih ini bukan urusanmu. Ayo makan," kata Dewo lagi, berusaha agar Renee tak banyak bertanya menyangkut masalahnya. "Kamu bilang, jika kekasih memiliki hak tahu. Apa itu hanya berlaku padamu?" Renee terus tak menyerah, berusaha membuat Dewo bercerita tentang apa yang telah terjadi. "Hanya masalah pekerjaan, Renee." "Oh ya, bahkan aku belum tahu apa pekerjaanmu. Kamu bilang, aku kekasihmu … masa aku tidak tahu apa pekerjaan pacarnya sendiri?" "Aku hanya karyawan biasa," jawab Dewo. "Dan jangan banyak bertanya lagi. Sebaiknya kita makan karena kamu pasti sudah berjam-jam menahan lapar." Entah apa yang ada di pikiran Dewo sehingga tidak jujur masalah pekerjaannya. Dewo kenyataannya seorang pimpinan di sebuah perusahaan tempat Affan bekerja. *** "Yuk?" ucap Renee pada Dewo yang sedang asyik menonton TV yang ada di kamar. "Yuk apa? Oh aku mengerti, apa kamu sedang menggodaku untuk bersenang-senang?" tanya Dewo dengan seringai mesumnya. "Aku ingin pulang." "Yakin pulang? Ah, barusan kamu menggodaku. Untuk apa pulang?" "Dewo please … ini sudah malam, ayolah." "Apa? Kamu meminta ayolah? Oh Tuhan, aku tak menyangka gadis perawan memohon padaku untuk segera diperkosa." Dewo terus menggoda Renee. Renee tak menghiraukan Dewo yang terus menggodanya. "Aku mau pulang. Pulang," tekannya. "Aku tak mau mengantarmu pulang." "Kenapa?" "Karena ini sudah malam," balas Dewo. Renee mengutuk perkataan Dewo, kenapa seolah Renee yang jadi termakan ucapannya. "Aku besok harus bangun pagi dan bekerja. Jika kamu kekasihku seharusnya mengerti." "Ini bukan tentang itu, Sayang." "Baiklah, aku juga bisa pulang sendiri," kata Renee cepat. "Sudah aku kunci. Mengertilah, tetaplah di sini menemaniku. Aku sedang butuh pelukan. Butuh penenang." Renee protes dalam hatinya. Jadi, kehadirannya di sini hanya untuk membuat Dewo merasa tenang dan agar ada yang memeluknya. Kurang ajar sekali Dewo. Namun sialnya, lagi-lagi Renee bersikap pasrah. Renee tersentak kaget saat Dewo kini sudah menindih tubuhnya. Oh Tuhan, apa yang terjadi? Kenapa Renee baru menyadari saat tubuhnya sudah polos. Ini kali pertamanya tak memakai sehelai benang pun di depan pria. Sangat memalukan. Renee tak bisa menolak saat Dewo mulai mengecup kening, kemudian turun ke mata dan bergerak sedikit ke pipi lalu memberi kenikmatan pada bibirnya. Mereka saling melumat. Sungguh, ini adalah ciuman pertama Renee. Setelah cukup lama lidah mereka saling bermain, bibir Dewo perlahan turun ke leher Renee. Renee merasakan sensasi aneh tapi nikmat. Dewo dengan semangat meninggalkan jejak merah di sana, sebagai tanda bahwa Renee adalah miliknya. Desahan demi desahan mulai keluar dari mulut Renee tanpa direncanakan. Ya, secara refleks desahan itu terucap begitu saja membuat Dewo semakin b*******h. Saat ini, Dewo bahkan mulai leluasa menciumi daerah-daerah sensitif Renee. Selanjutnya, Dewo pun mulai melakukan sesuatu yang sudah ia nanti-nantikan sejak lama. Dewo bahkan mengabaikan jeritan kesakitan Renee. Meskipun butuh waktu, akhirnya Dewo benar-benar berhasil merenggut hal berharga yang Renee miliki. "Tenang. Semuanya akan baik-baik saja. Sakit itu akan menjadi nikmat, bahkan sangat nikmat," ucap Dewo. Sampai pada akhirnya, mereka menghabiskan malam dengan gairah yang seakan tak mau berhenti membara. Dewo tak mau melepaskan Renee sedetik pun. Tak bisa dimungkiri, ia cukup bangga menjadi pria pertama bagi Renee. *** Renee terbangun saat hari sudah mulai pagi, dan yang lebih parah ia mendapati tubuhnya yang polos hanya berlindungkan sebuah selimut yang menutupi hingga bagian leher. Di sampingnya, ada Dewo tengah tertidur pulas. Ya Tuhan, Renee baru menyadari apa yang tadi malam mereka lakukan. Ini gila, sangat gila. Mereka telah melakukan hal yang paling terlarang. Renee ingin menangis, masa depannya seakan hancur. Ya Tuhan. Dengan sedih, Renee menatap seprai yang sudah ternoda. Renee harus bagaimana sekarang?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD