Pagi itu, cahaya matahari menembus kaca depan mobil, namun Jayne tak merasakannya hangat sama sekali. Ia duduk di kursi penumpang dengan wajah pucat, kedua tangannya saling menggenggam erat di pangkuan. Sesekali matanya melirik ke spion samping, seakan-akan ada yang menguntit dari belakang. “Elang … kalau Reno tahu kita lapor ke polisi, dia bisa makin marah,” ucapnya lirih, hampir seperti anak kecil yang takut ketahuan berbuat salah. Elang tak menoleh. Matanya lurus ke jalan, rahangnya mengeras. “Jayne, ini sudah terlalu jauh. Aku nggak mau tunggu sampai dia benar-benar melakukan sesuatu. Ancaman itu nyata, dan kita harus punya perlindungan hukum.” Jayne menggigit bibir bawahnya. Hatinya dipenuhi ketakutan yang bercampur rasa bersalah. Reno memang berbahaya, tapi melibatkan polisi membu