Zea POV
aku bingung saat teman pak Reiki memanggilku dengan sebutan Zahira.
"Maaf anda salah orang, nama saya bukan Zahira, permisi," aku segera kembali ke belakang setelah meletakkan pesanan pak Reiki dan temannya atau mungkin kekasihnya. Semua pesanan customer sudah terlayani, aku dan beberapa waiters duduk di balik pintu menuju dapur. Sesekali aku memandang ke arah pak Reiki dan temannya.
Beberapa kali aku bertemu orang dan memanggilku dengan nama Zahira, dan teman pak Reiki ini yang ke 5 kalinya orang yang memanggil aku Zahira. Aku mulai berfikir apakah begitu mirip wajahku dengan gadis bernama Zahira itu hingga semua orang yang menemuiku memanggil dengan nama itu.
Aku mulai mendengar suara suara lagi di kepalaku tapi kali ini aku sudah bisa mengendalikan diriku. Dengan sedikit konsentrasi aku bisa membuat suara suara itu tak terdengar.
Flashback on
Apa yang terjadi padaku? kenapa aku mendengar suara suara bising di kepalaku, semakin lama semakin nyaring membuat kepalaku sakit tak tertahankan, 2 kali aku pingsan gara gara hal ini, dan ternyata pak Reiki yang menolongku saat aku pingsan dan membawaku ke apartemennya, saat akan mengantarku pulang aku mengalaminya lagi di pemberhentian lampu merah.
Saat sadar aku sudah berada di rumah sakit, pintu ruangan terbuka dan kulihat pak Reiki masuk bersama dua perawat dan seorang dokter, aku mendengar suara suara lagi tapi kali ini hanya 3 suara, tidak banyak seperti sebelumnya.
"Gadis ini lagi."
"Gadis ini kenapa?"
"Diagnosa normal tapi kenapa dia sering pingsan."
Kalimat kalimat itu yang aku dengar seperti orang orang di depanku ini yang bicara tapi mulut mereka semua bahkan tidak terbuka. Jadi suara siapa yang aku dengar itu?
Aku melihat cahaya kuning diatas kepala mereka bertiga saat suara suara itu aku dengar, apa aku bisa mendengar suara hati mereka? Bagaimana bisa? Aku menatap pak Reiki sekilas, tapi aku tak melihat cahaya apapun di atas kepalanya. Aku mulai bisa mengendalikan diri, mungkin karena hanya beberapa orang saja di hadapanku, tapi jika aku di keramaian entah apa yang akan terjadi, mungkin akan terjadi hal yang tadi sudah terjadi dua kali padaku, aku akan pingsan karena kepalaku sakit mendengar suara suara itu.
Aku bingung, kenapa ini terjadi padaku? Tapi aku berusaha tenang setelah 2 kali pingsan, aku harus mencari solusi akan masalah ini. Kakek Jang mengajari selalu tenang menghadapi segala sesuatu, aku hanya panik saja saat mengalami hal aneh ini.
Aku mencoba mencari informasi tentang hal hal aneh yang aku alami, apa penyebabnya tapi aku tidak mendapatkan informasi apapun. Apakah aku harus mencari guru spiritual untuk mengetahui apa yang aku alami, tapi dimana? Tiba tiba Lika mengajakku ke kampung halamannya di Bandung, apalagi resto Cahaya sedang direnovasi selama seminggu, akhirnya aku ikut pergi ke kampung halaman Lika.
Sungguh suatu kebetulan aku bertemu seorang kiai disana, aku mengatakan semua yang aku alami.
"Apa yang terjadi sebenarnya pak kiai? kenapa saya mengalami hal ini?" tanyaku.
"kamu sabar nduk, semua itu pasti ada tujuannya."
"Tujuan?"
"Iya, semua yang terjadi di dunia ini pasti ada tujuan. Dan kamu harus tahu tujuan itu, yang pasti itu untuk kebaikan."
"Tapi itu sangat menyakitkan pak kiai, saya tidak tahan."
"Kamu harus mengendalikannya."
"Mengendalikannya?"
"Iya nduk, kamu bilang kamu seperti bisa mendengar kata hati orang, kamu mengendalikannya dengan konsentrasi, saya yang akan mengajarimu caranya nduk."
Selama seminggu di kampung halaman Lika, setiap hari aku ke rumah kiai yang membuat Lika heran, aku tak bercerita apapun pada Lika, aku hanya mengatakan jika aku ingin mendalami ilmu agama. Bisa bisa ia menjauhi aku karena aku dianggap aneh.
Alhamdulillah aku bisa mengendalikan kemampuanku ini, entah ini anugerah atau bencana untukku. Sebenarnya aku tak ingin seperti ini, sangat menakutkan mengetahui kata hati orang lain. Bagaimana kalau orang yang aku dengar kata hatinya adalah penjahat? ah semoga saja tidak, aku hanya berkonsentrasi mendengar kata hati satu atau dua orang agar tidak membuat kepalaku sakit, itu yang kuhindari. Menghindari kepalaku dari rasa sakit. Biarlah aku mendengar kata hati orang orang aku nggak kenal mereka ini, aku usahakan untuk berkonsentrasi tinggi pada fikiranku sendiri saat bersama dengan teman temanku agar aku tak mendengar kata hati mereka.
Flashback off
Aku kembali bekerja di resto Cahaya karena Lika mengatakan keadaan yang aku alami pada manager resto. Untuk kuliah aku memutuskan cuti terlebih dahulu, nantinya akan aku lanjutkan lagi setelah keadaan memungkinkan.
Tanpa sengaja aku berkonsentrasi dan memandang pak Reiki dan temannya, aku melihat cahaya kuning di atas kepala gadis itu tapi kenapa aku tak melihat cahaya apapun diatas kepala pak Reiki.
"Siapa gadis itu? Kenapa mirip sekali dengan Zahira dan kenapa Reiki tidak terkejut? Mungkin Reiki sudah mengenalnya? apa ia akan menjadi sainganku nanti?" gadis itu sedang memikirkan kemiripanku dengan gadis bernama Zahira, sebenarnya aku juga penasaran dengan Zahira ini. Apa aku harus bertanya pada mereka, sepertinya tidak perlu, didunia ini kan memang ada yang seperti itu, 2 orang yang bukan saudara bisa sangat mirip. Mungkin wajahku mirip dengan Zahira itu, lalu kenapa? Harusnya tidak usah dipermasalahkan lagi.
Tapi aku bingung, aku tetap tidak bisa mendengar kata hati pak Reiki walau aku sudah berkonsentrasi penuh, kenapa ya? ah kenapa aku harus memikirkan dia. Dia itu sepertinya tidak menyukai aku, wajahnya datar saat menatapku, padahal dia mengenalku, kenapa tidak bersikap ramah. Ah pasti karena dia seorang perwira polisi jadi mungkin sedikit sombong, kebanyakan pejabat publik kan begitu. Ada beberapa pelanggan datang dan aku bersiap untuk menerima pesanannya, aku lihat dari sudut mataku, teman pak Reiki masih menatapku.
Oooo----oooO
Hari ini aku libur, aku bosan jika harus diam di kamar kostku tiap liburan, jadi aku putuskan untuk jalan jalan ke mall, sesekali aku Windows shopping walau tidak akan pernah membeli. lebih baik aku beli di online shop yang jelas lebih murah dan kualitas lumayan.
Aku berkeliling mall terbesar di Jakarta, barang barang branded semua yang dijual dan aku tak akan mampu membelinya. Di sebuah gerai jam tangan mewah aku lihat ada keributan, entah kenapa kakiku reflek melangkahkan kakiku kesana. Sepertinya ada pencurian disana, tapi tidak ada bukti.
"Dia yang mengambilnya," ucap pegawai gerai tersebut menunjuk seorang pria muda yang bergaya cuek.
"Bukan mbak, saya tidak mencuri. Saya hanya ingin melihat lihat saja, apa tidak boleh?"
"Orang seperti kamu mana mampu membeli jam mewah."
Aku hanya menatap mereka, juga pegawai gerai yang menuduh pemuda itu.
"Mana buktinya jika aku mencuri? periksa saja," tantang pemuda itu pada pegawai gerai juga manager gerai yang berada disana juga, ada beberapa pengunjung mall yang ikut berkerumun.
"Tentu saja sudah kau berikan pada komplotanmu, dan pastinya komplotanmu itu sudah pergi dari sini," cecar pegawai gerai jam tangan itu yang sangat mencurigakan bagiku.
Anehnya tanpa berkonsentrasi aku melihat cahaya diatas kepala pegawai gerai itu, aku menatap tajam pada pegawai perempuan itu, dia yang aku tetap sepertinya merasa risih.
"Hei kamu, kenapa menatapku seperti itu?" bentaknya padaku.
"Kamu yang mencurinya bukan dia," tunjukku padanya, ia terkejut dengan ucapanku.
"Kamu jangan sembarangan menuduh," elaknya.
"Anda baru datang nona, kenapa bisa menuduh pegawai saya?" tanya manager gerai jam tangan itu.
Aku hanya diam masih menatap pegawai gerai itu, pemuda yang tadi dituduh mencuri juga menatapku heran.
"Saya bisa melaporkan kamu dengan tuduhan pencemaran nama baik," geramnya padaku.
"Oke, kita ke kantor polisi sekarang, kebetulan di depan mall ada pos polisi," tantangku, wajahnya terlihat terkejut saat aku mengatakan itu. Ia berfikir aku akan mundur saat ia menantangku ke kantor polisi.
"Oke, siapa takut," jawabnya yakin.
Akhirnya kerumunan bubar, manager gerai jam tangan, aku, pemuda yang dituduh mencuri, pegawai gerai wanita bernama Sisi yang aku tunjuk tadi, aku tahu namanya dari tagname di dadanya serta seorang security mall turun melalui eskalator ke lantai dasar menuju pos polisi di depan mall.
Setelah sampai di ruang pelaporan, kami dipersilahkan duduk oleh seorang petugas, disana ada 3 orang petugas yang sudah berumur. 2 pria dan 1 wanita.
"Ada apa ini? Apa yang terjadi?" tanya petugas itu.
"Begini pak, saya manager gerai jam tangan mewah, dan sebuah jam tangan limited edition hilang, pegawai saya melihat pemuda ini yang mengambilnya," manager gerai tersebut menjelaskan.
"apa ada bukti?" tanya petugas itu.
"Silahkan menggeledah saya," jawab si pemuda.
"Tentu saja sudah dibawa oleh komplotannya pak, dan gadis itu menuduh saya yang mengambilnya." ucap pegawai bernama Sisi itu dengan marah menatapku. Aku hanya diam dan meliriknya sekilas.
"Apa dasar anda menuduh pegawai ini yang mengambilnya?" tanya petugas polisi padaku.
"Tentu saja dia tidak punya dasar apa apa, dia baru datang saat kami menginterogasi. Saya ingin melaporkan gadis ini dengan tuduhan pencemaran nama baik."
"Baiklah akan kami proses, silahkan mengisi form laporan dulu."
"Bapak tidak berniat menggeledah pemuda itu? Atau pegawai itu?" tunjukku dengan santai membuat petugas polisi itu termangu.
"Kenapa aku harus digeledah juga?" pegawai bernama sisi berkilah.
"Ya untuk membuktikan kalah tuduhanku salah, jadi kau bisa menuntutku. Bukan begitu pak?" tanyaku pada petugas polisi itu.
"Baiklah, Bripka Anwar, tolong geledah pemuda itu, dan Bripka Laila, tolong geledah nona Sisi."
"Hei...apa apaan ini, kenapa saya ikut digeledah?" protesnya tapi polisi wanita itu membawanya ke dalam ruangan lain untuk menggeledah Sisi itu sedangkan pemuda itu digeledah di ruangan ini. 5 menit kemudian polisi wanita itu keluar dengan Sisi yang tertunduk lesu, aku lihat tangan ibu polisi memegang jam tangan.
Manager gerai menatap tak percaya pada pegawainya itu.
"Sisi?? kamu??"
Lynagabrielangga