ccz 6

1239 Words
Akhirnya pencuri yang sebenarnya dibawa ke kantor polisi, Zea melangkah keluar dari pos polisi dengan langkah gontai, ia sudah malas berkeliling mall lagi. Beberapa waktu yang lalu Zea sangat tertekan dan membenci dirinya sendiri akan apa yang ia miliki, ia benci harus mendengar kata hati orang lain, orang yang ia kenal atau bukan, semua itu sangat menyiksa dirinya. Untungnya berkat kiai di desa Lika ia bisa berusaha memahami apa yang ia alami, mencoba menerimanya dengan lapang d**a. Akhirnya ia bisa mengendalikan kemampuannya itu dan hanya mendengar suara hati seseorang jika ia menginginkannya saja, tapi kadang tanpa ia inginkan pun ia bisa mendengar suara hati orang lain tapi hanya saat saat tertentu saja, itu lebih baik baginya dari pada awal awal yang membuatnya sakit kepala hingga pingsan. Dan hari ini ia bersyukur bisa menolong orang dari kemampuannya itu, ia menyelamatkan seseorang dari fitnah. Ia akan mensyukuri apa yang ia alami saat ini, mencoba memahami jika Allah memberikannya kemampuan ini pasti ada tujuannya, walau ia tak tahu apa penyebabnya hingga ia bisa memiliki kemampuan unik itu. "Tunggu nona." Zea menghentikan langkahnya, ia melihat manager gerai jam tangan mewah dan pemuda yang dituduh mencuri tadi melangkah cepat kearahnya. "Ada apa?" "Bagaimana nona tahu kalau pegawai saya tadi yang mencurinya? bukannya anda baru datang saat kamu menginterogasi pemuda ini?" tunjuk manager pada pemuda disampingnya. "Iya, saya juga penasaran." Zea menatap pemuda itu dan manager bergantian. "Apa itu penting? yang terpenting kamu tidak dipenjara dan anda tidak dipecat karena jam tangan mewahnya sudah kembali. Nggak usah kepo dengan cara saya tahu siapa yang mencurinya," jawab Zea cuek dan akan berbalik. "Tunggu..." ucap pemuda itu. Zea menatap pemuda itu. "Apa lagi, aku capek mau pulang." "Kenalkan, aku Zain," pemuda itu mengulurkan tangannya pada Zea. "Zea..." "aku berterima kasih sama kamu Zea, entah bagaimana caranya kamu tahu kalau bukan aku yang mengambilnya." "Sama sama." "Mau berteman?" Zein kembali mengulurkan tangannya. Zea menatap tangan Zain yang terulur, lalu menatap wajah Zain. kemudian menyambut uluran tangan Zain. "Saya juga tidak terlalu tua kan jika berteman sama kamu Zea? aku Agung." "Senang berteman dengan kamu mas Agung, tidak keberatan kan aku panggil mas, sepertinya usia mas Agung lebih tua dari kita," ucap Zea. "Tentu saja Zea. Mungkin nanti aku mau mengundangmu makan malam dirumahku?" "Hah...makan malam dirumah mas Agung? Berdua saja?" "Hahaha....tentu saja tidak Zea, bersama istri juga anakku, by the way aku sudah menikah." Zea dan Zein tergelak bersama mendengar jawaban Agung. "Hehehe ya kirain." Mereka bertiga bertukar nomor ponsel dan berpisah. Oooo----oooO Zea bekerja seperti biasa, dan ia berniat melanjutkan kuliahnya lagi, tapi masih bingung karena ia tak ingin kejadian buruk menimpanya seperti tempo hari dimana ia tertembak. "Zea...kamu dipanggil manager," ucap teman Zea yang sama sama waiters. "Aku? Kenapa? Apa aku melakukan kesalahan?" "Entahlah..." Zea menghela nafas, ia mengingat kesalahan apa yang ia lakukan hingga manager memanggilnya, karena setahunya manager akan memanggil karyawan di jam kerja jika ia melakukan kesalahan. Tapi walau ia sudah mengingat tapi ia merasa tak melakukan kesalahan apapun. Zea berjalan menaiki tangga menuju kantor manager di lantai 2, ia mengetuk pintu ruangan manager yang tertutup. "Masuk..." Zea menghela nafas, mengisi paru parunya dengan udara. Ia memutar handle pintu dan membukanya kemudian masuk dan menutup pintu. "Duduk Zea," ucap pak Irwan, manager resto. "Bapak memanggil saya? Apa saya melakukan kesalahan?" "Kenapa kamu berfikir seperti itu?" "Siapa tahu pak." "Saya dengar kamu mau kembali melanjutkan kuliahmu?" "Iya pak, mmm....apa bapak keberatan, tapi saya kuliah setelah jam kerja selesai pak dan tidak mengganggu pekerjaan saya." "Apa tidak berbahaya, kamu itu perempuan Zea, tidak baik pulang tengah malam." "Saya tahu pak, tapi saya tidak ada jalan lain. Saya butuh kerja untuk biaya kuliah saya, jadi pekerjaan ini harapan saya, tapi saya juga harus kuliah karena itu keinginan terakhir ayah saya." "Baiklah, saya punya penawaran. Bagian keuangan ada kekosongan, kamu tahu kan hari dan jam kerja bagian keuangan, senin sampai jumat, jam 9 sampai jam 5 sore, jadi saya menawarkan pekerjaan itu sama kamu." "Apa...??!!" "Nggak usah teriak Zea." "Pak Irwan serius? tapi pak, apa kata karyawan lain, pasti mereka mengira bapak pilih kasih atau ada main sama saya, enggak ah pak, makasih." Pak Irwan terkekeh mendengar jawaban Zea. "good thought, tapi itu bukan keputusan saya." "lalu keputusan siapa pak Irwan?" "Keputusanku..." sebuah suara membuat Zea menoleh. "Zein??!! kamu...!!" Zea terpekik kaget melihat Zein keluar dari ruangan lain yang berada dalam kantor manager, ia menetap bingung pada pak Irwan dan Zein. Zein berjalan ke arah sofa dan duduk disana dengan santai. Zea sedang bergelut dengan fikirannya sendiri kenapa Zein, orang yang ia kenal karena sebuah insiden bisa ada disini, di resto tempat ia bekerja. "ada apa ini Zein, kenapa kamu yang membuat keputusan disini? Siapa kamu sebenarnya?" "Aku pemilik resto ini Zea." Zea mengangguk angguk tanda mengerti. "Kenapa kamu membuat keputusan itu? aku hanya seorang waiters dan lulusan SMA, belum layak bekerja sebagai staf bagian keuangan." "Tapi kamu kuliah jurusan akuntansi, sinkron dengan bagian keuangan." "Masih kuliah, belum sarjana." "Anggaplah itu sebagai ucapan terima kasih karena waktu itu kamu menolongku." "Aku menolong tidak pamrih Zein." "Aku tahu Zea, tapi itu keinginanku. Lagipula jika kamu kuliah malam, kamu tidak akan bisa konsentrasi penuh karena sudah lelah bekerja. Lebih baik kamu kuliah weekend." Zea membenarkan ucapan Zein, ia bisa lebih konsentrasi jika kuliah weekend. "Oke, aku terima. Tapi....bagaimana kalau itu akan jadi gunjingan oleh karyawan lain?" "Kenapa kamu harus khawatir Zea, kamu cukup membuktikan jika kamu mampu dan pantas di posisi itu. Oooo----oooO Zea sudah menjalani kegiatan bekerja sebagai staf keuangan resto sudah hampir 6 bulan, dan libur setiap weekend yang dimanfaatkan Zea untuk melanjutkan kuliah. Sedangkan Lika masih tetap menjadi waiters, tapi ia mendukung Zea karena Lika melihat Zea mampu. Awalnya teman teman waiters Zea sangsi dan membicarakan yang tidak tidak tapi seiring berjalannya waktu, mereka yakin jika Zea memang pantas untuk bekerja menjadi staff keuangan, awalnya mereka memusuhi Zea tapi lama kelamaan mereka tidak enak hati sendiri karena Zea tetap bersikap baik pada mereka. Setelah kuliah, Zea memutuskan untuk datang ke sebuah taman menikmati hijaunya pepohonan di taman, ia menikmati udara sore yang sejuk. Ia duduk di bangku taman yang teduh dan mengedarkan pandangannya ke penjuru taman, banyak muda mudi yang menikmati sore hari, hingga hari beranjak malam Zea masih betah berada di taman itu, lampu lampu taman menyala terang benderang. Zea memutuskan untuk pulang, ia berjalan menyusuri trotoar sambil sesekali mengedarkan pandangannya ke jalanan yang ramai. Ia menghentikan langkahnya saat dari kejauhan ia melihat cahaya merah dari kepala 2 orang yang sedang berdiri di pinggir jalan, ia samar samar mendengar suara yang ia tebak adalah suara hati 2 orang itu, tapi ia heran kenapa ia bisa mendengar padahal jarak mereka jauh, ia biasanya mendengar jika orang orang berada di dekatnya, ia terkejut saat mendengar apa yang dua orang itu bicarakan. Ia sedikit bingung ternyata itu bukan kata hati mereka tapi mereka sedang bercakap cakap, dan ia bisa mendengar walau jaraknya dengan orang orang itu cukup jauh. Ia bingung harus melakukan apa saat mendengar isi pembicaraan mereka, apa ia harus lapor polisi? Tapi kantor polisi jauh dari tempatnya sekarang. Ia memutuskan sesuatu kemudian pergi dari tempat itu. Zea mengendap endap di depan sebuah rumah yang sepi dan gelap, hanya ada 1 penerangan di dalam. Ia mencoba membuka pintu rumah tapi terkunci, ia berfikir sejenak kemudian melangkah menuju samping rumah masih dengan mengendap endap. Ada sebuah jendela yang mendapatkan penerangan dari dalam, Zea mencoba mengintip dan matanya terbelalak saat tahu apa yang ada di dalam kamar itu. Lynagabrielangga
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD