5. NIAT BAIK YANG MENGGANGGU

1680 Words
Tangan Rhae meraih ponsel yang di simpan di dalam tas dan nampak fokus mengutak-atik benda pipih itu. Perhatiannya tidak teralihkan meski di sebelahnya sedang ada yang mengumpat karena jalanan yang sangat padat. Sebagai penumpang, tentu saja ia tidak akan protes. Membiarkan saja Senara fokus dengan kemudi dan mendengarkan segala umpatan yang sedikit membuat kuping panas. “Ya Tuhan, kalau begini ceritanya, aku butuh pintu ajaib Doraemon. Rasanya pantattku panas duduk di mobil,” gerutunya kesal. “Sabar, kamu harus siap dengan perubahan yang terjadi di Bali,” ucap Rhae menenangkan. “Kalau setiap pulang kerja kondisinya begini, lama-lama aku bisa gila.” Ucapan temannya itu tidak ditanggapi. Rhae fokus menunggu panggilan teleponnya dijawab oleh Nio. Hari ini ia terpaksa menitipkan putranya kepada bibinya karena harus pulang terlambat. Sementara pengasuh sekaligus orang yang bekerja untuk membersihkan rumah, tidak bisa pulang malam. Demi bisa menghadiri pesta ulang tahun bosnya, Rhae harus mengorbankan waktunya bersama anak. Untung saja saat Nio dikasih tahu, anak itu tidak protes sedikit pun. “Halo Nio.” “Iya Mommy.” Rhae menghela napas lega karena suara Nio terdengar tenang. “Sayang, kamu lagi ngapain?” “Nio baru habis makan sama Oma. Masakan Oma enak sekali, Mom.” “Oh iya? Sudah makan banyak?.” “Sudah. Mommy sudah pulang, ya?” “Belum, nak. Mommy lagi sama Onty Nara, berangkat ke tempat acara,” jawabnya. “Oke, nggak apa-apa kalau terlambat. Aku senang main sama Cloe.” “Iya, nak. Jangan nakal sama adik kamu ya. Mommy usahakan pulang cepat dan jemput kamu. Tapi kalau ngantuk, kamu tidur saja. Oke?” “Oke Mommy.” Setelah selesai bicara dengan anaknya, Rhae menyimpan kembali ponselnya ke dalam tas. Ia menghela napas kasar. Ada rasa bersalah yang terus menghantui meski Nio tidak masalah jika pulang terlambat. Tetapi sebagai ibu, waktu bersama anak sangatlah berarti. Sebagai orang yang bekerja dengan desainer terkenal, Rhae harus pintar-pintar membagi waktunya. Mencari uang dan juga memberikan perhatian Nio, semuanya harus seimbang. Sebagai ibu tunggal mungkin terlihat melelahkan, tapi Rhae sangat bersyukur dengan perannya saat ini. “Sudah jangan terlalu menyalahkan diri sendiri. Kamu nggak bisa menyenangkan semua orang, Rhae,” celetuk Senara. Rhae tersenyum getir. “Kadang aku seperti ibu yang jahat, Na. Selalu merasa kurang memberikan waktu untuk Nio. Padahal dia Cuma punya aku di dunia ini.” “Nio nggak akan berpikir begitu,” ujar Senara. Wanita itu menoleh singkat. “Dia justru bangga, punya mommy yang bisa segalanya. Menjadi ibu, ayah, dan juga mencari uang untuknya. Kamu itu super mom bagi Nio,” sambungnya. “Dan dia juga obat dari segala lelahku.” “Jangan sedih lagi. Kita nikmati sejenak party ini, sebelum kembali menghadapi kejamnya dunia.” Setelah menempuh perjalanan hampir 30 menit dengan melewati macet, akhirnya Rhae dan Senara sampai di sebuah beach club. Tempatnya cukup ramai tapi Keiko sudah melakukan reservasi sehingga mereka langsung mendapatkan tempat. Perayaan ulang tahun di tempat seperti ini bukan kali pertama tapi tetap saja membuat Rhae tidak terbiasa dengan kebisingannya. Rhae menggerakkan pelan badannya saat mendengar hentakan musik dari seorang Dj. Ia menikmati minuman tanpa alkohol dan juga makanan yang tersaji di atas meja. Beberapa temannya bahkan tidak sungkan untuk berjoget, seakan sebagai pelepas beban yang memenuhi isi kepala. “Kamu nggak ikut?” tanya Keiko. “Enggak, Madam. Saya di sini saja, menikmati makanan.” Keiko meneguk wine yang nampak sangat nikmat. Lalu sebuah senyum terlihat saat meletakkan kembali gelasnya. “Sekali-sekali, kamu harus menikmati hidup, Rhae. Hidup ini singkat, jangan Cuma berjalan datar. Nggak ada salahnya gabung dengan teman-teman kamu, menikmati musik. Siapa tahu, kamu bisa mendapatkan teman di sana.” “Iya Madam. Tapi saya nggak bisa dance, badan saya terlalu kaku. Daripada malu, saya di sini saja.” Keiko mengangguk. “Baiklah, terserah kamu saja.” Rhae melihat ke sekitar, lebih banyak pengunjung dari luar negeri. Bukan hal aneh karena ini Bali, tempat yang selalu menjadi tujuan wisatawan. Saat melihat Senara sedang menikmati musik, Rhae tidak bisa menahan senyumnya. Temannya itu bertingkah sangat lucu. “Mommy Nio?” Suara itu membuat Rhae menoleh. Ia mendapati seorang Gyan tengah berdiri di sebelahnya. Raut wajah pria itu terkejut namun juga semringah. “Kamu di sini?” Rhae berdeham pelan. “Iya.” “Oh. Sama siapa?” tanya Gyan dan mendapati Keiko tersenyum. “Rhae datang bersama saya dan yang lain. Mereka ada di sana,” ucap Keiko. Gyan dengan tingkahnya yang sangat friendly, mengulurkan tangan kepada Keiko. “Halo, saya Gyan.” “Keiko.” “Ada yang ulang tahun?” “Saya,” jawab wanita itu. Terdengar helaan napas panjang dari Rhae. Wanita itu nampak tidak nyaman dengan keberadaan Gyan di sini. “Maaf, apa Anda bisa jangan ganggu kami?” tanya wanita itu dingin. Gyan tidak kaget mendengar pertanyaan sinis yang terlontar dari Rhae. “Maaf, saya akan segera pergi.” “Tunggu, Anda dan Rhae bukan teman?” tanya Keiko penasaran. “Bukan, Madam. Dia pernah ngajak anak saya bermain tanpa izin, dari sana kami kenal,. Itu saja, tidak lebih.” Keiko mengangguk pelan. “Oh baiklah, saya paham.” “Kalau begitu saya permisi dulu. Silakan nikmati waktunya dan terima kasih sudah datang ke Fantaisie.” Kepergian Gyan membuat Rhae merasa lega. Akan tetapi, kalimat terakhir dari pria itu terasa ganjal. “Dia pemilik tempat ini?” tanya Keiko. “Nggak tahu, Madam. Saya Cuma tahu dia anak dari pemilik yayasan tempat Nio sekolah,” jawabnya. “Oh begitu. Sikap kamu kenapa ketus sekali? Padahal kalau bukan teman, setidaknya kamu bisa sedikit ramah.” Rhae tersenyum kecil. “Saya memang begini kalau kalau sama orang yang nggak terlalu kenal.” “Saya tahu bagaimana karakter kamu, Rhae,” ujar Keiko. Lantas wanita itu beranjak dari tempatnya duduk. “Saya ke toilet dulu, ya.” “Iya Madam.” Duduk sendirian, Rhae kembali mengedarkan pendangan mata. Perasaannya sedikit terusik akibat bertemu dengan Gyan. Dari sekian tempat, kenapa mereka harus berada di beach club yang sama. Benar-benar menyebalkan. Rhae melihat keberadaan Gyan. Ternyata pria itu juga sedang mengarahkan padangan kepadanya. Rhae pun segera membenahi posisi duduk, agar tidak lagi terlihat oleh pria itu. “Sikapnya benar-benar menyebalkan,” gerutunya. “Yang tadi siapa?” Senara muncul tiba-tiba hingga mengagetkan Rhae. “Duh, bisa nggak jangan bikin kaget.” “Siapa suruh melamun,” sindir Senara balik. “Kamu belum jawab, siapa cowok tadi?” “Gyan.” “Gyan?” Senara berpikir sejenak. “Gyan yang dimaksud sama Nio?” Rhae mengenggak. “Iya.” “Kok bisa ketemu di sini?” Belum sempat Rhae menjawab, tiba-tiba meja mereka didatangi seorang pelayan wanita dengan membawa beberapa jenis makanan dan juga minuman dalam satu nampan. “Maaf, pesanan kami sudah datang semua,” ucap Rhae. “Mungkin salah meja.” “Meja atas nama Keiko?” “Iya benar,” jawab Senara. “Semua ini dari Mas Gyan. Sebagai hadiah ulang tahun Keiko jadi nanti tidak akan masuk bill.” “Hadiah? Dari Gyan?” Senara cukup terkejut. “Tapi Mbak …” “Berarti Gyan banyak duit,” bisik Senara. “Mas Gyan pemilik tempat ini.” Rhae dan Senara sama-sama kaget. Keduanya pun saling menatap, tidak percaya dengan apa yang didengar. “Silakan dinikmati,” ucap wanita itu sebelum pergi. Apa yang diberikan Gyan benar-benar di luar dugaan. Jumlahnya sangat banyak, membuat Rhae dan Senara bingung bagaimana nanti menghabiskan. Memang ada teman-temannya yang lain, tapi sebelumnya mereka sudah sempat makan. “Aku nggak akan komentar banyak. Intinya Uncle Gyan baik, loyal dan kaya. Yang paling penting, ternyata dia guanteng banget,” ucap Senara dengan penuh ekspresi. Rhae kembali menghela napas, menahan jengkel atas sikap pria itu. “Jangan bahas apa pun tentang Gyan di hadapan Madam.” “Siap Bos.” Sekitar jam 10 malam, Rhae dan yang lain akhirnya bisa pulang. Kepalanya bedenyut nyeri karena terlalu lama berada di tempat ramai. Andai boleh memilih, lebih baik hibernasi bersama Nio daripada harus menikmati hiburan yang bukan kesenangannya. Rhae sendiri berencana pulang dengan taksi online atau konvensional. Senara harus pergi berlawanan arah karena pulang ke rumah orang tuanya. Itu sebabnya Rhae menolak diantar agar temannya tidak lama di perjalanan. “Kok nggak ada yang pickup, sih,” gerutu Rhae karena sulit mendapatkan taksi. “Lagi nunggu siapa?” Rhae menoleh ke belakang dan melihat Gyan tengah berjalan ke arahnya. Suasnaa hatinya kembali buruk karena kemunculan pria itu. Gyan membuang rokoknya lalu menginjak dengan sepatunya. “Nunggu taksi?” “Iya.” “Memang susah dapat taksi di sini, harus nunggu di ujung,” ucapnya sambil menunjuk dengan tangannya. “Kalau kamu mau, saya bisa antar kamu pulang.” “Nggak usah, terima kasih,” jawab Rhae ketus. “Saya nggak ada niat buruk sama kamu. Cuma mau bantu, itu saja. Sekarang sudah cukup lama, nggak baik wanita sendirian di sini.” Dua tangan Rhae mengepal, lalu membalik badan agar berhadapan dengan Gyan. Matanya menatap tajam dengan ekspresi terlihat marah. “Bapak Gyan yang terhormat. Bisa nggak jangan suka ikut campur urusan orang? Kalau saya bilang enggak, artinya nggak mau. Jadi nggak usah maksa. Dan satu lagi, jangan bersikap akrab karena kita bukan teman atau orang yang saling kenal cukup lama. Paham?” Mendengar itu, Gyan tersenyum tipis. Niat baiknya memang tidak bisa dipandang sama oleh Rhae. Sepertinya perkenalan mereka di sekolah, meninggalkan kesan tidak menyenangkan bagi wanita itu. “Apa kamu masih kesal dengan kejadian di sekolah?” “Ya! Sejak waktu itu saya sangat terganggu dengan Anda. Jadi ini peringatan, anggap saja kita nggak pernah saling kenal. Bisa kan?” Gyan mengangguk pelan. “Baiklah. Saya menghormati keinginan kamu.” “Terima kasih.” Bertepatan dengan selesainya perdebatan mereka, akhirnya ada taksi konvensional lewat. Rhae segera memanggil agar berhenti. Lalu wanita itu pergi meninggalkan Gyan yang masih berada di tempatnya. “Salahku juga terlalu baik. Tapi anehnya, aku nggak bisa mengabaikan keberadaan wanita itu,” gumamnya. Sementara itu, Rhae masih terbawa emosi. Sudah lelah, kepala sakit, ditambah dengan Gyan yang sangat sulit diberitahu. Meskipun berniat baik, tapi bagi Rhae, pria itu justru menjadi pengganggu. “Semoga ini terakhir kalinya aku ketemu dia,” gerutu Rhae.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD