Nyawa Selin mulai terancam.

934 Words
"Jadi… dia kenapa, Dok?" Suara Vasko terdengar pelan namun jelas, mengandung gelisah yang tak bisa ia sembunyikan. Matanya tak lepas dari sosok Selin yang masih terbaring lemah di ranjang putih itu—seolah keheningan kamar rawat itu menegaskan betapa rapuhnya tubuh mungil gadis itu kini. Dokter Lexy, pria paruh baya yang sudah seperti keluarga sendiri, menghela napas pendek. Tatapannya tajam namun bersahabat, beralih dari monitor ke arah wajah Selin yang pucat seperti bunga melati di musim hujan. “Mmm… siapa dia?” tanyanya tiba-tiba, sedikit menoleh pada Vasko. “Dia pelayan saya… dan dia khusus menjaga Kakek di sini,” jawab Vasko cepat, meski ada nada ragu yang menyelinap dalam suaranya. “Sepertinya saya baru melihat dia di sini,” ucap Dokter Lexy sambil memeriksa kembali grafik di tablet kecilnya. “Iya, karena dia masih baru.” Dokter Lexy mengangguk pelan, lalu kembali bertanya dengan nada yang lebih hati-hati. “Apa dia memiliki suami?” Pertanyaan itu membuat Vasko tercekat. Napasnya tersangkut di tenggorokan. “Ah, iya. Dulu. Tapi—” Kalimat itu menggantung di udara. Suara Vasko terputus begitu saja, seolah hatinya lebih cepat menyimpulkan ke mana arah pembicaraan itu. Ada sebuah dugaan yang menyelinap, namun terlalu asing untuk langsung diterima. “Dokter…” kini suara Vasko terdengar berbeda, lebih dalam, lebih berat. “…sebenarnya dia kenapa?” Dokter Lexy menatapnya, lalu menarik napas panjang sebelum akhirnya berkata, “Jika dia adalah seorang istri, maka… dia saat ini sedang beruntung.” Vasko menahan napas. “Karena dia sedang hamil.” Seperti petir yang menyambar dalam sunyi, kata-kata itu menggema di benak Vasko. Matanya melebar, dan tanpa sadar, ia melangkah lebih dekat ke sisi ranjang. Tatapannya mengunci pada wajah Selin yang tampak begitu damai dalam tidurnya, tak tahu bahwa kini hidup kecil tengah tumbuh dalam dirinya. Jantung Vasko berdegup begitu cepat, seolah ingin melompat keluar dari d**a. Tubuhnya terasa kaku, namun hatinya mulai retak—bukan karena kecewa, tapi karena kebingungan yang manis, getir, dan tak terduga. “Ada apa, Tuan Vasko?” tanya Dokter Lexy dengan nada penuh tanya. Vasko menggeleng pelan. “Tidak… tidak ada apa-apa,” ujarnya cepat, lalu menelan ludah dengan sulit. Ia mencoba mengatur napas, tapi napas itu tak kunjung teratur. “Oh… saya minta resep obat dan vitamin yang harus dia minum. Dan tolong, apa saja yang harus kami lakukan untuk menjaganya?” lanjut Vasko, kali ini lebih tenang, meski suaranya tetap bergetar halus. Dokter Lexy menatapnya beberapa saat. Ada sesuatu dalam raut wajah Vasko yang tak bisa ia baca—antara rasa bersalah, kekhawatiran, dan mungkin… sebuah cinta yang tak lagi bisa disangkal. Namun seperti biasa, ia tahu batas. Ia bukan orang yang mencampuri kisah hati orang lain. “Akan saya tuliskan semuanya,” ucapnya tenang. Vasko mengangguk. Tangannya menggenggam sisi kursi dengan erat, seolah menggenggam kendali atas dirinya sendiri. Dan dalam diam, ia menghela napas… satu, dua, tiga kali. Panjang dan berat. *** Vasko terdiam di ruang kerjanya yang megah, namun keheningan di ruangan itu tak mampu meredam riuh di dalam dadanya. Tangannya bertaut di depan wajah, menyembunyikan keraguan yang menari-nari di matanya. Di luar jendela, langit mendung seperti turut menyelubungi pikirannya yang penuh tanya. Ia menghitung—dalam diam, dalam gelisah. Berapa lama sejak malam itu… malam di mana ia kehilangan kendali, dan Selin menjadi miliknya. Berapa bulan sejak ia menyentuh kelembutan yang hanya bisa dimiliki oleh seseorang yang pertama kali datang dengan rasa, bukan paksaan. "Apa itu anakku? Atau… anak dari suaminya yang dulu?" Kalimat itu bergema berulang-ulang dalam ruang hatinya yang sempit, memantul seperti gema yang tak kunjung usai. Namun sekuat apapun keraguannya, ingatannya lebih kuat. Ia masih ingat cara Selin menangis pelan di dadanya, memeluknya seperti seseorang yang baru saja kehilangan dunia, lalu diberi kembali sedikit cahaya. Ia ingat betul, bahwa malam itu… gadis itu adalah miliknya seutuhnya, untuk pertama kali. Tersenyum tipis, Vasko mengangguk kecil. "Berarti… dia anakku." Tapi senyum itu cepat pudar, tertelan oleh bayangan ancaman yang tak kalah nyata. Bagaimana jika Kakek tahu? Bagaimana jika Ayah dan Paman tahu? Dunia Selin akan terbalik, dan dia—dia yang begitu polos dan bersih—akan dihancurkan oleh pandangan sinis keluarga mereka. Bukan gadis seperti Selin yang pantas menjadi bagian dari mereka, setidaknya menurut dunia yang mereka jalani. "Aku harus melindunginya… mereka tak boleh tahu," gumamnya pelan, hampir seperti janji yang dibisikkan ke semesta. Tangannya mengusap wajahnya, mencoba menghapus keraguan yang masih menempel di kulitnya. Saat itulah pintu terbuka, menghadirkan Tedy yang selalu tepat waktu, seperti bayangan yang setia. “Kita harus segera ke Luxury. Meeting akan dilakukan setengah jam lagi,” ucap Tedy tanpa basa-basi. Vasko mengangguk pelan. “Tunggu aku lima menit,” katanya singkat. Tedy pun mengangguk sopan dan meninggalkan ruangan. Vasko berdiri, berjalan pelan ke depan cermin besar di sudut ruangan. Ia menatap refleksi dirinya—sosok pria mapan dengan jas mahal, wajah tampan yang membuat iri banyak lelaki, dan wibawa yang mampu membuat ruangan hening hanya dengan satu tatapan. Di balik semua itu, ada lelaki yang sedang dilanda cinta dan ketakutan. “Vasko… kamu memiliki segalanya,” bisiknya pelan, seakan mencoba meyakinkan dirinya sendiri. “Uang, kuasa, nama besar.” Ia menyentuh dadanya sendiri. “Tapi gadis itu… Selin. Dia milikku. Dan anaknya juga. Itu darahku… itu hidupku.” Sebuah senyuman kembali muncul, kali ini lebih hangat, lebih hidup. “Aku sudah lengkap…” Tanpa menunggu lebih lama, Vasko melangkah keluar ruangan. Setiap langkahnya membawa tekad, bukan hanya untuk menuntaskan urusan bisnis, tapi juga untuk merancang masa depan yang tak lagi hanya tentang dirinya—melainkan tentang mereka. Tentang keluarga kecil yang sedang tumbuh diam-diam di balik bayangan, yang kini mulai menjadi cahaya dalam hidupnya. ---
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD