"Jadi kamu ingin menjual kalung yang saya berikan?" Pertanyaan Vasko meluncur dengan lembut, namun tajamnya menusuk seperti pisau belati. Selin menunduk, kedua tangannya menggenggam erat pinggiran rok lusuhnya. Ia merasakan udara di sekitarnya mendadak berubah dingin, seperti es yang merayap perlahan ke tulang-tulangnya. "Jawab aku," suara Vasko kembali terdengar, kini lebih dalam, lebih dingin. Ia bersandar di kursi kayu ukir yang megah, satu kakinya menyilang, tampak begitu tenang, namun Selin tahu di balik wajah tampan itu ada badai yang siap meledak kapan saja. "Saya..." Selin mengangkat pandangannya dengan ragu, bibirnya bergetar sebelum akhirnya berkata, "saya butuh uang." Sebuah senyuman samar, penuh makna, terukir di wajah Vasko. Ia berdiri perlahan, tubuh tinggi dan ke

