"Lupakan yang tadi!" suara Vasko terdengar tegas, namun ada sedikit goyangan emosi yang tak ia sadari. Nada suaranya seperti bisikan mendung sebelum hujan, berat dan penuh beban. Selin menoleh, menatap wajahnya yang mengeras seperti pahatan marmer, namun matanya yang kelam menampilkan kilasan rapuh yang tak pernah ia tunjukkan dengan sengaja. Ia hanya mengangguk kecil, suaranya lembut seperti aliran sungai yang tenang. "Iya, Tuan, jangan khawatir." Vasko berdeham, mencoba mengusir bayangan peristiwa yang baru saja terjadi. Pelukan itu, air mata yang ia biarkan jatuh begitu saja, menjadi duri di dadanya. Ia adalah Vasko—teguh, tanpa cela. Namun, bagaimana ia bisa membiarkan dindingnya runtuh di hadapan gadis ini? "Kamu tahu kan yang di dalam tadi siapa?" tanyanya akhirnya, meski sebena

