Chapt 9. Obsession

1212 Words
… Beberapa menit kemudian., Laboratorium Hematologi.,            Chyou Guan duduk disana lalu merenungi kejadian beberapa menit lalu. Dia tidak habis pikir dengan keinginan dr. Dishi mengenai segala obsesinya hingga rela mempertaruhkan nyawa seseorang.            Dia menatap lurus ke depan sambil memegang sebuah buku tebal. Pikirannya beralih pada kejadian yang masih beredar hingga saat ini. “Jika kau saja tidak setuju, maka aku juga sama.” Yang Yimin mendekati Chyou Guan, lalu duduk berhadapan dengannya, berseberangan meja kayu berukuran sedang.            Chyou Guan menarik panjang napasnya. Dia menatap Yang Yimin yang tersenyum manis. Yah, mereka sudah tidak memakai penutup wajah atau masker mulut lagi sebab sudah berada di ruangan yang menurut mereka terbebas dari udara berbahaya. “Aku sama sekali tidak menyetujuinya, Yimin. Kau tahu bukan? Sejak awal dr. Dishi memerintahkan kita untuk selalu terjaga terhadap virus buatan kita. Kita telah melakukannya. Dan aku tahu kalau kita juga digaji untuk itu. Tapi soal obsesinya yang semakin jauh … aku tidak ingin ikut campur untuk urusan itu,” jelas Chyou Guan panjang lebar, menghela napas berat.            Yang Yimin masih menatap lekat Chyou Guan. Dia tahu kalau pria ini tidak pernah menyukai hal seperti itu.            Di sisi lain, Yang Yimin juga merasa bahwa apa yang sudah mereka lakukan adalah sebuah karya. Hasil karya dari laboratorium mereka. Dan mereka sendiri tidak merasa telah membunuh jutaan nyawa manusia. Sebab niat mereka menyebarkan virus berbahaya itu adalah untuk membuktikan bahwa Sang Pencipta Alam telah membuktikan kehebatannya melalui tangan mereka.            Begitulah yang ada di pikiran dan benak mereka. Tidak ada hal mustahil yang bisa menghancurkan virus buatan mereka di lain waktu. Itu sebabnya Yang Yimin juga masih tetap bekerja di laboratorium ini untuk mempertahankan hasil karya mereka bersama. “Sebaiknya kita fokus saja pada penelitian kita selanjutnya. Biarkan dr. Dishi melakukan apa yang dia inginkan. Aku sendiri tidak mau mengurusnya. Karena ada hal lain yang lebih penting,” ujar Yang Yimin berusaha untuk menegarkan Chyou Guan dan membujuknya agar tidak memikirkan perkataan dr. Dishi beberapa waktu lalu.            Chyou Guan mengangguk kecil. Saat dia hampir tidak mau berpikir lagi, satu hal itu terlintas dalam pikirannya. “Apa menurutmu … wanita itu benar-benar akan berhasil dalam penelitiannya? Aku tidak tahu kenapa dr. Dishi sampai setakut itu,” ujarnya menatap lekat wanita 28 tahun yang masih duduk dihadapannya.            Yang Yimin menggelengkan kepala. “Aku juga tidak tahu, Chyou. Tapi sepertinya … dr. Dishi mengetahui sesuatu sehingga dia bersihkeras melakukan segala upaya agar penelitian mereka berhenti di tempat,” ujar Yang Yimin.            Chyou Guan mengerutkan kening. Dia kembali menghela napas beraat. Tidak seharusnya ada laboratorium lain yang berhasil melawan hasil karya mereka. Atau setidaknya, mereka harus menjadi orang pertama dan terakhir yang berhasil melumpuhkan dunia. “Aku yakin dr. Dishi pasti mengetahui sesuatu. Tapi dia tidak mau membaginya pada kita,” sambung Yang Yimin lagi.            Dia mengangguk kecil seraya memahami sesuatu. “Sepertinya memang benar. Tapi … ya sudahlah. Aku hanya ingin fokus pada virus terbaru kita. Kita harus mencari jalan keluar lain untuk memperkuat virus itu agar tidak mudah keluar dari tubuh,” ujar Chyou Guan.            Yang Yimin tersenyum tipis. “Kau benar, Chyou. Yang bisa kita lakukan hanya fokus pada penelitian kita saja. Selebihnya … kita serahkan saja pada Alam. Lagi pula … obsesi dr. Dishi tidaklah lebih penting selain menjaga ketat karya kita,” ujar Yang Yimin.            Sebelum memutuskan topik perbincangan mereka, Yang Yimin kembali melanjutkan kalimatnya. “Chyou … apa kau pikir, wanita itu … dr. Zea Mays Coates benar-benar cerdas?” tanyanya serius.            Chyou Guan menatap lekat Yang Yimin. Dia berusaha untuk menelaah pertanyaan itu baik-baik. Bahkan dia sendiri tidak paham, kenapa setiap kali mendengar nama itu, kepalanya terasa panas sampai ke ubun-ubun. “Tidak tahu. Aku bahkan tidak ingin mendengarkan namanya disini. Tapi sepertinya … dia memang sangat licik sekali,” ujar Chyou Guan.            Yang Yimin menghela napas, mengangguk kecil. “Iya … kau benar. Aku juga merasa begitu. Dia pasti sangat licik sehingga Badan Kesehatan Dunia tidak sanggup menghentikan paksa penelitiannya. Rasanya aku ingin sekali virus Monodna IV-98 menyerang tubuhnya hingga remuk,” ujar Yang Yimin santai berbicara.            Chyou Guan menyeringai tipis. “Tidak perlu banyak bicara, Yimin. Kita fokus saja. Kita lihat nanti … siapa yang lebih hebat di dunia ini. Kita? Atau mereka,” ujarnya menatap lekat Yang Yimin.            Dia mengangguk kecil sambil tersenyum sinis. Benar apa yang dikatakan Chyou Guan. Sebab dia sendiri juga tidak mau terlalu ikut campur mengenai hal lain selain fokus pada hasil karya mereka dan menjadikannya lebih kuat dari hasil sebelumnya di tahun lalu.            Mereka hanya berbincang sejenak sebelum akhirnya memutuskan pembicaraan dan kembali melanjutkan penelitian mereka. Hari masih siang, masih ada waktu bagi mereka untuk mengerjakan tugas yang tertunda.            Di sisi lain, ruangan laboratorium Hematologi ini memang sangat ketat. Tidak, bukan hanya ruangan laboratorium ini saja yang dijaga ketat sampai kedap udara bebas, tetapi juga ruangan laboratorium lain yang dijaga dengan sistem yang sama.            Namun, Chyou Guan dan Yang Yimin tidak sadar, bahwa ada seseorang yang mendengarkan pembicaraan mereka sejak tadi. Pria itu masih diam berdiri dibelakang lemari besar berisi buku yang tersusun rapi.            Awalnya, dia masih tampak santai mendengarkan pembicaraan mereka. Tapi ketika mereka menyebutkan dan membahas nama Zea Mays Coates, entah kenapa dia merasa tidak terima.            Dia sempat ingin bergabung dengan mereka setelah selesai mencari buku yang ia inginkan di perpustakaan di laboratorium ini. Namun, pembicaraan tampak serius mereka membuat dia tertegun.            Yah, pria itu dr. Fang Yin. Entah kenapa, perasaan tidak terima itu selalu bersemat di benaknya. Dia tahu apa yang mereka lakukan memang tidak sepenuhnya dikatakan salah sebab ini adalah sebuah karya.            Namun, setelah mengenal wanita itu, dia menjadi merasa bersalah. Apalagi sebagian keluarganya telah meninggal dunia akibat dari virus yang mereka ciptakan.            Di sisi lain, dr. Fang Yin mencoba untuk menyemangatkan dirinya sendiri bahwa apa yang ia rasakan terhadap wanita bernama Zea Mays Coates itu hanya perasaan kasihan belaka.            Sebab dia sendiri tidak ingin jika perasaan yang timbul tiba-tiba di hatinya menjadi bertepuk sebelah tangan. Tentu saja itu sangat memalukan karena dia dan wanita itu tidak pernah saling mengenal satu sama lain.            Tidak mau terus-menerus bersembunyi dibalik lemari, dia berjalan menghampiri mereka yang sudah sibuk dengan kegiatan masing-masing. Dia menetralkan perasaannya untuk tidak terlihat cemas atas pembicaraan mereka sejak tadi dan menganggap dirinya tidak tahu apa-apa. ---**--- 2 minggu kemudian., National Laboratory of The United States, Washington D.C, USA., Ruangan Rapat Utama.,            Zea berusaha untuk meredam emosi yang sudah di ubun-ubun. Dia masih waras untuk tidak meledakkan amarahnya dalam kondisi yang tidak seharusnya. “Kau harus memahami itu, dr. Zea. Tidak mungkin bagi kami menonaktifkan Laboratorium Nasional ini hanya untuk menghentikan penelitianmu dan aktivitas yang lain menjadi terhambat,” ujar seorang pria berusia 45 tahun menatap lekat Zea, lalu beralih menatap yang lain bergantian.            Semua orang masih terdiam. Hening, ruangan ini sangat panas dan tidak bisa lagi mengontrol hawa dingin yang seharusnya mereka rasakan.            Belum sempat pria itu melanjutkan kalimatnya, Zea sudah lebih dulu menyahut. “Kenapa kalian bersusah payah melakukan ini, Professor? Apakah kalian tidak memiliki pekerjaan lain selain terus berusaha untuk menghentikan penelitianku??” Deg! “Kalian … terlihat sangat takut sekali. Ada apa??” sambung Zea menatap tajam beberapa orang yang diutus langsung oleh Badan Kesehatan Dunia untuk menyambangi Laboratorium mereka hanya untuk memberi peringatan langsung terhadap penelitiannya.            Zea menyeringai memperhatikan respon mereka. * * Novel By : Msdyayu (Akun Dreame/Innovel, IG, sss)
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD