“Ya, majikan Ibu laki-laki. Tapi, Aku janji kita akan aman, karena…” Sierra mendekati telinga Ans dan membisikkan sesuai padanya.
Ekspresi Ans sangatlah menarik saat dia mendengarkan kata-kata Ibunya. Wajah mungilnya berubah-ubah dari terkejut, ingin tertawa dan yang terakhir berkerut seperti sedang berpikir keras.
Sierra sekali lagi menghela nafas panjang. Sejak pengalamannya dengan Daniel, dia dan Ans memiliki kesadaran yang kuat terhadap pria. Oleh sebab itu, dia hanya bisa “mengorbankan” Raymond untuk memberikan ketenangan dan rasa aman kepada Ans.
“Tak kusangka, paman itu sangat menyedihkan Bu. Kalau begitu kita harus menjaga dan merawatnya sebaik mungkin.” Ans mengangguk dan terlihat lega setelah mendengar penjelasan Ibunya.
Dengan cepat Sierra mengemas pakaian dan perlengkapan sehari-hari yang dibutuhkan olehnya dan Ans. Setelah pekerjaan ini berakhir, apakah dia akan kembali ke masa kekurangan uang? Sierra sudah bertekad akan mengeksploitasi Raymond semaksimal mungkin, dia tak ingin kembali ke masa itu.
Saat ia akan melangkah keluar dengan kopernya, Sierra berhenti di pintu dan berbalik ke nakas dan membuka laci tempatnya menyimpan cek dari Daniel. Sierra berdiri di samping ranjang dan memegang cek itu untuk waktu yang lama. Sebelumnya, dia masih memiliki sedikit harapan kepada Daniel, tetapi setelah cek itu diberikan, semua asa telah menghilang. Sierra menyerah sepenuhnya.
Saat itu, dia menolak kebaikan Profesor Gerald, bukan karena dia tidak ingin menjadi dokter yang hebat, tetapi karena dia tidak sanggup menghadapi konsekuensi antara hubungan Profesor Gerald dengan Jasmine dan Jasmine dengan Daniel.
Jika saat itu dia tidak menolak tawaran Profesor Gerald, sudah bisa dibayangkan apa yang akan dilakukan Daniel padanya demi Jasmine. Dia tak akan ragu untuk menyakiti dirinya baik fisik maupun mental. Sierra juga yakin, cek ini pasti diberikan oleh Daniel demi kepentingan Jasmine, demi memastikan dirinya tidak lagi mengganggu mereka. Maka dari itu, dia menerima cek itu tanpa ragu.
Dengan langkah pasti, Sierra berjalan ke kamar mandi, kemudian dia merobek cek itu menjadi serpihan kecil dan membuangnya ke dalam toilet. Tanpa ragu ia menekan tombol flush sampai seluruh potongan kertas itu menghilang. Setelahnya, Sierra berjalan meninggalkan semuanya tanpa sekalipun ia menoleh kebelakang. Dia sudah selesai dengan masa lalunya.
Larut dalam lamunannya, Sierra tak merasa, tiba-tiba mereka sudah sampai di depan pintu rumah keluarga Maximillian.
Raymond berdiri di depan Ans, dia menundukkan tubuhnya dan keduanya saling bertatapan dengan intens. Ada jejak percikan api yang mengalir diantara kedua orang itu, seorang pria besar dan seorang pria kecil.
Setelah beberapa waktu, akhirnya Ans perlahan mengalihkan pandangannya kembali ke Sierra dan berkata dengan wajah tanpa ekspresi. “Tak kusangka ternyata Raymond cukup kaya.”
Kata-kata dengan nada dewasa tetapi masih bersuara balita, cukup membuat Raymond merasa kesal.
Hmph…apakah bocah ini berpikir aku tuli? Beraninya dia memanggilku seperti itu di depan wajahku langsung. Sesuai dugaanku, memang Ibu dan anak itu sangatlah pemberani.
Melihat wajah Raymond yang semakin cemberut, Sierra cepat-cepat menutup mulut Ans dan berbisik, “Ssst….Ans tidak boleh berbicara seperti itu dengan paman Raymond, apa kamu lupa apa yang Ibu katakan sebelumnya tentang paman Raymond?”
Ans langsung menunjukkan wajah bersalah, tidak seharusnya dia menindas yang lemah.
Raymond menyipitkan mata dan dengan tatapan tajam ia melihat kearah Ibu dan anak itu.
“Apa yang kalian berdua bisikkan?”
“Tidak ada, kami tidak membicarakan apapun Tuan Raymond. Ans masih balita dan belum dewasa, aku mohon kamu jangan mengambil hati perkataan anak-anak. Sebentar lagi aku akan membuatkan makanan yang sangat bergizi sebagai ganti rugi kalimatnya tadi.” Sierra mengumbar senyum nya dengan cepat.
“Ibu dan anak sama saja.” Dengus Raymond sambil berbalik ke dalam ruang utama dan kembali duduk di sofa dengan gaya seperti preman, dan berteriak lapar dan berkata ingin segera makan.
Mendengar teriakannya, Sierra memejamkan mata sejenak untuk memastikan emosinya tetap terkontrol dengan baik. Setelah meletakkan barang-barangnya di kamar yang telah disediakan untuknya dan Ans, dia bergegas ke dapur untuk mulai memasak.
Setengah jam kemudian, Sierra sudah memasak beberapa makanan bergizi yang sederhana. Mencoba untuk membuat makanan yang lebih ringan dengan memilih kombinasi bahan makanan yang dapat membantu mempercepat pemulihan dan menghindari makanan-makanan yang tidak baik untuk kesembuhan luka.
“Apa kamu lihat-lihat? Belum pernah melihat orang yang lebih tampan darimu?”
Mata kecil Ans berputar dan memperlihatkan wajah malas, “Kamu orang tua yang tidak tahu malu. Kata Ibu, di dunia ini tidak ada lagi orang yang lebih tampan daripada Aku. Jika ada, itu pasti bukan manusia.”
“Uhuk…” Raymond tiba-tiba tersedak mendengar perkataan Ans, serasa ada bola yang tersangkut di tenggorokannya. Raymond merasa luka di perutnya kembali terbuka. Bocah nakal ini! Bahkan cara bicaranya yang menyebalkan pun sama persis dengan Dia!
“Begitukah cara wanita itu mendidik anaknya?” Gumam Raymond sambil menggertakkan giginya.
Sambil memperhatikan Sierra yang sedang didapur, Raymond bertanya-tanya pada dirinya sendiri. Apakah matanya mulai rabun? Seingatnya wanita yang menyelamatkannya hari itu jelas seorang wanita yang sangat lembut dan baik hati seperti seorang bidadari. Tetapi pada kenyataannya, dalam sekejap mata kenapa sangat berbeda sekali, bahkan dia juga membawa peliharaan kecil yang berbisa. Raymond hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala tak dapat menerima kenyataan.
“Kata Ibu, kita harus memperlakukan orang sebagaimana orang itu memperlakukanmu.” Ans berkata dengan santai.
Raymond mencengkeram dadanya, menahan dorongan hatinya agar tidak melempar Ans keluar. Tarikan nafasnya yang kasar terdengar beberapa kali, sampai akhirnya dia berhasil menarik nafas panjang meredakan emosinya yang hampir meledak.
Siapa yang pernah menyangka, seorang Tuan Muda dari Kelompok Mafia hampir muntah darah menahan emosi hanya karena seorang bocah nakal yang bahkan belum mencapai usia puber.
Lupakan, lupakan. Sebagai orang dewasa, tidak selayaknya dia bertengkar dengan seorang anak kecil.
Melihat wajah Raymond yang memerah sudah seperti tomat mau meledak, Ans memutar mata bosan, melompat turun dari sofa, dia segera berlari menuju Sierra yang baru saja keluar dari dapur.
“Ans, jangan peluk Ibu. Ibu membawa makanan panas.” Sierra membawa semangkuk sup panas dan dengan hati-hati ia meletakkannya di meja makan. Lalu, dengan senyum penuh kasih sayang, dia menuangkan sup ke mangkuk untuk Ans dan dirinya, kemudian menyuruh Ans untuk segera meminumnya.
Raymond mengerutkan kening melihat hal itu. “Hei Wanita! Mana makananku?”
Sierra menatapnya dan berkata dengan santai, “Bukankah kamu memiliki banyak pelayan? Mintalah mereka menyiapkannya untukmu.”
Pria b******k, jangan dikira dia tidak tahu kalau pria itu sudah berani meledek putranya.
Sekali lagi Raymond hampir saja muntah darah karena dua orang ini. Dia menendang meja kayu di hadapannya dan bangkit, kemudian dengan langkah marah dia naik ke lantai dua dan masuk kedalam kamarnya dan membanting pintu sekerasnya.
Tak lama, Gadis berwajah apel berlari ke bawah dan membawa makanan yang sudah disiapkan, dan kembali berlari ke atas.
Gina adalah nama gadis berwajah apel yang menyambut Sierra pagi ini. Kesan pertama Sierra padanya adalah seorang gadis yang terlihat seperti malaikat, imut, rajin dan polos. Sierra menghela nafas, di seluruh rumah besar ini, selain beberapa pengawal, hanya terlihat Gina seorang sebagai pelayan.