Chapter 13 -Ada Aku Disini

997 Words
Alvarro yang sadar dengan kebingungan Aresha hanya bisa mengatakan, "Fokus! Dan ada aku di sini!" Deg! "Pak...?" gumam Aresha, namun langsung berhenti karena klien mereka sudah berada tepat di depan mereka. Alvarro berdiri menyambut kliennya dengan ramah, diikuti Aresha yang turut memberi salam. Pria yang berada tepat di depan Aresha terus menatap dirinya, namun dia tidak dapat berbuat apa-apa karena sedang bersama atasannya. Setelah selesai membicarakan masalah pekerjaan, Alvarro menyajikan hidangan siang untuk kliennya dan mulai berbicara santai. "Hahaha, terima kasih, Pak. Sekretaris saya memang sangat luar biasa," jawab Alvarro dengan bangga, memamerkan sekretarisnya. Kepiawaian Aresha dalam memimpin rapat dan menjelaskan secara detail masalah produk baru yang akan launching membuatnya tak ragu memuji. Aresha hanya tersenyum tipis mendengar pujian dari bosnya dan dari direktur perusahaan lain. Melihat ada celah, Erza mencoba berbicara dengan Aresha. "Aresha, bisakah kita berbicara setelah meeting?" bisik Erza. Dirinya sangat senang karena mengetahui kekasihnya itu masih bekerja di perusahaan FF Foods. "Maaf, Pak Erza. Saya masih harus bekerja," jawab Aresha dingin. "Aresha..." seru Erza, namun langsung dipotong oleh Alvarro. "Ada apa, Pak Erza? Kalau ada yang kurang dipahami, kami akan mengirimkan filenya secara lengkap untuk tim pemasaran," ucap Alvarro dengan tenang. Namun sebenarnya, dia sangat terganggu melihat Erza yang terus berusaha mendekati Aresha. "Baik, Pak. Tapi, bolehkah saya meminjam sekretaris Bapak sebentar?" ujar Erza dengan kepercayaan diri tingkat tinggi. Dirinya merasa Alvarro pasti sama bejatnya dengan pengusaha muda yang dia kenal selama ini. "Sekretaris saya hanya milik saya. Tidak ada seorang pun yang berhak atas dirinya!" ucap Alvarro dingin, kemudian berdiri. Erza membatu mendengar ucapan Alvarro yang begitu mengintimidasi. "Maaf atas kelancangan saya, Pak," ujar Erza sambil menundukkan kepalanya, meminta maaf kepada Alvarro. "Baiklah, Pak Brian. Sepertinya meeting pagi ini sudah cukup sampai di sini," seru Alvarro kepada kliennya. Brian pun berdiri dan menyambut tangan Alvarro. Aresha hanya melongo, sementara jantungnya berdebar tidak karuan mendengar ucapan bosnya. "Ayo, Nona Aresha," ucap Alvarro kepada Aresha. "Baik, Pak..." jawab Aresha yang ikut berdiri. Tidak lupa, dia berpamitan kepada tamunya. Alvarro dan Aresha berjalan dalam diam. Aresha mengikuti langkah Alvarro yang selalu saja mensejajarkan langkah mereka. Padahal, Aresha berusaha agar selalu berada di belakang Alvarro dengan berjalan lambat. Namun, Alvarro pun memperlambat langkahnya. Kini mereka berdua sudah berada di dalam perusahaan FF Foods. Tiba-tiba, ponsel Alvarro berbunyi. Alvarro membuka pesan singkat dari orang kepercayaannya. Raut wajah Alvarro berubah menjadi begitu geram setelah selesai membaca laporan tentang Erza. Alvarro menoleh, melihat Aresha ketika mereka menunggu pintu lift. Ting Aresha masuk lebih dulu ke dalam lift, diikuti oleh Alvarro. "Apa kamu mengenal pria tadi?" tanya Alvarro. Aresha yang paham arah pembicaraan itu pun langsung menjawab, "Iya, Pak. Pak Erza itu kekasih saya," jawab Aresha yang merasa tidak perlu menutupi hal ini dari Alvarro. "Hmm..." gumam Alvarro, tidak ingin melanjutkan pembicaraannya. Ting Tidak terasa mereka sudah tiba di lantai delapan belas. Lantai yang hanya berisi mereka berdua. Alvarro berjalan lebih dulu meninggalkan Aresha dan masuk ke dalam ruangannya. "Bos sableng!" gumam Aresha kesal melihat perawakan bosnya. Tiba-tiba baik dan begitu perhatian, lalu tiba-tiba bersikap dingin dan cuek. "Dasar bipolar!" seru Aresha, mendengus sebal, lalu duduk di kursinya untuk melanjutkan pekerjaannya. "Aku memang harus cepat-cepat mengundurkan diri dari sini!" gumam Aresha. Sementara itu, Alvarro merasa uring-uringan mendengar pengakuan langsung dari mulut Aresha bahwa pria tadi adalah kekasihnya. "Apa mungkin pria itu yang menyuruh Aresha berhenti? Ah, tidak mungkin! Di sini tertulis kalau pria itu selalu memanfaatkan wanita yang dia kencani..." "Kenapa Aresha bisa bertemu dengan pria b******k seperti ini!" maki Alvarro. Saat ini, Alvarro sedang melihat foto-foto Erza dengan beberapa wanita selain Aresha. Tidak terasa, waktu sudah menunjukkan pukul lima sore. Aresha, yang sudah terbiasa pulang tidak tepat waktu, pun melanjutkan pekerjaannya. Ceklek Suara pintu ruangan Alvarro terbuka. "Kenapa belum pulang, Nona Aresha?" seru Alvarro dengan wajah datarnya. "Karena Bapak juga belum pulang," jawab Aresha santai. "Jadi kamu menungguku?" ucap Alvarro, senang mendengar jawaban Aresha. "Tentu saja! Karena tidak mungkin sekretaris meninggalkan bosnya untuk lembur sendirian," jawab Aresha cuek sambil merapikan mejanya. Jleb. Perasaan Alvarro yang tadi bersorak senang langsung saja menjadi suram mendengar alasan Aresha. "Mau aku antar pulang?" tawar Alvarro. "Tidak perlu, Pak. Kebetulan saya ingin pergi dengan teman saya," jawab Aresha. "Panggil Varro. Sekarang sudah jam pulang kantor," balas Alvarro. "Ok, Varro... kalau gitu aku duluan!" seru Aresha santai. Dirinya pun sudah bertekad untuk segera menyerahkan surat pengunduran dirinya ke bagian HRD. "Aresha, tunggu!" seru Alvarro sambil menahan lift yang hampir tertutup. Aresha sedikit bergeser agar Alvarro bisa masuk ke dalam lift. "Kamu mau ke mana?" tanya Alvarro, memecahkan keheningan. "Sejak kapan kamu menjadi ingin tahu semua urusanku, Varro?" jawab Aresha berusaha tenang. Dia berharap dengan begini, bosnya itu akan dengan sendirinya memecat dirinya. "Sejak kita berdua berteman!" jawab Alvarro santai. "Hah?" pekik Aresha kaget mendengar jawaban Alvarro. "Sejak kapan kita berdua menjadi teman?" gumam Aresha pelan, namun masih bisa didengar Alvarro. "Sejak kamu memanggil nama kecilku," balas Alvarro sambil tersenyum. Deg. "Oh, astaga... senyuman Lucknut yang sangat berbahaya untuk kesehatan jantungku!" batin Aresha. "Mau aku antar ke tempat temanmu?" tawar Alvarro lagi. "Tidak perlu, Varro," tolak Aresha halus. Kemudian, dia bergegas keluar dari lift ketika pintunya terbuka. "Hufttt!" kesal Alvarro sambil menatap punggung Aresha yang semakin menjauh. "Lunaaaa!" teriak Aresha kepada sahabatnya yang sedang asyik memanggang daging. "Oiii, berisik!" jawab Luna. "Hiksss... bos gue tambah nggak waras, Lun!" seru Aresha sambil menidurkan kepalanya di meja. "Ada apa dengan bos kamu yang menyebalkan itu?" seru Luna, ikut penasaran. Akhirnya, Aresha menceritakan perubahan sikap Alvarro yang menjadi perhatian dan bersikap sok akrab dengan dirinya, serta bagaimana dia mengklaim dirinya saat meeting bersama perusahaan lain. "Fix banget si Alvarro itu nggak mau melepaskan kamu, Sha!" ujar Luna setelah mendengar cerita Aresha. "Lalu bagaimana dengan Erza?" tanya Luna lagi. Dia berharap sahabatnya ini bisa menyelesaikan masalahnya dengan pacarnya yang matre itu. "Aku mau ke apartemennya sehabis ini," jawab Aresha santai. "Hmm, ok..." Tanpa Aresha sadari, ternyata ada seseorang yang mengintai dirinya dari jauh. Kemudian, pria yang mengintai Aresha mengetik sesuatu di ponselnya. "Tuan, Nona akan pergi ke apartemen pria itu."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD