Chapter 12 - Kembali Berciuman

1023 Words
Setelah Alvarro menghubungi orang kepercayaannya, dirinya kembali duduk di kursi kebesarannya sambil menunggu Aresha memanggilnya untuk meeting dengan salah satu kliennya. Alvarro terus saja melihat jam tangannya. Sudah sepuluh menit berlalu, tapi Aresha belum juga memanggilnya. Dengan cepat, Alvarro menyambar jasnya yang tergantung di sisi. "Aresha!" seru Alvarro yang sudah berada tepat di depan meja Aresha. "Uhukk uhukk!" Aresha yang sedang minum begitu kaget mendengar suara bosnya. Alvarro dengan cepat berjalan ke sisi Aresha dan berdiri tepat di sampingnya, lalu menepuk lembut punggung Aresha. "Pelan-pelan kalau minum," ucap Alvarro tanpa rasa bersalah. "Kan Bapak yang bikin kaget!" kesal Aresha, keceplosan dan segera menutup mulutnya dengan merapatkan bibir. Alvarro berhenti mengusap punggung Aresha dan tiba-tiba merasa bersalah. "Maaf... maaf... hmmm," ucap Alvarro dengan lembut sambil mengangkat tangannya untuk membantu menyeka mulut Aresha yang basah dengan ibu jarinya. Deg! Kembali berdetak kencang jantung Aresha. Dengan cepat, Aresha mengalihkan perhatian dengan membersihkan mulutnya sendiri. "Tidak apa-apa, Pak," ucap Aresha berusaha tenang. Alvarro pun menurunkan tangannya, namun masih berada tepat di sebelah Aresha. "Ada apa Bapak mencari saya?" ujar Aresha santai. "Hmm... Saya menunggu kamu untuk meeting, tapi kamu tidak kunjung memanggil saya," jawab Alvarro, yang membuat Aresha melongo kebingungan. "Meeting pagi ini masih ada empat puluh menit lagi, Pak. Lagi pula, kita adakan meeting di Ruang Galeri, tepat di gedung sebelah perusahaan. Dengan berjalan kaki, hanya membutuhkan waktu sepuluh menit, dan kita akan tiba tepat waktu," jelas Aresha panjang kali lebar, tidak mengerti dengan tingkah absurd bosnya. Padahal Alvarro bisa menghubunginya lewat intercom, kenapa harus repot-repot menghampirinya? Mendengar penjelasan sekretarisnya yang selalu pintar dan tepat, membuat Alvarro diam dan bingung menjawab, mencari alasan yang tepat kenapa dia langsung menghampiri sekretarisnya itu. Kenyataannya, dia sendiri juga bingung kenapa kakinya melangkah sejauh ini hanya untuk menanyakan meeting pagi ini. "Hmm... Saya hanya tidak ingin ada kesalahan. Karena meeting ini sangat penting untuk launching produk baru. Sekarang juga kita ke Ruang Galeri," seru Alvarro sambil menatap Aresha, tidak ingin perkataannya dibantah. "Baik, Pak. Kalau begitu, Bapak bisa menunggu saya di ruangan Bapak. Biarkan saya siapkan semua berkas-berkasnya," jawab Aresha, kemudian membalik tubuhnya dan mengatur berkas-berkas yang akan dia bawa untuk meeting. "Saya akan menunggu di sini!" jawab Alvarro santai. Sontak, Aresha menoleh sesaat melihat bosnya yang selalu bertindak sesuka hatinya. "Hufftt..." gumam Aresha pelan sambil menghembuskan napas. Tapi Alvarro cuek, pura-pura tidak melihat sikap sekretarisnya itu. Malah, ekspresi Aresha saat ini membuatnya ingin tertawa. "Ok, sudah siap semua, Pak," ujar Aresha sambil memegang tiga map biru di tangannya. "Hmm... Ok..." jawab Alvarro lalu berjalan menuju lift dan menekan tombol lift. Lagi-lagi, Aresha kembali menggelengkan kepalanya melihat sikap bosnya itu. Tidak pernah sekalipun Alvarro yang menekan tombol lift apabila sedang bersama dirinya. "Berat?" tanya Alvarro yang melihat ke arah Aresha sambil berjalan masuk ke dalam lift. "Berat? Apaan, Pak?" Aresha malah balik bertanya, yang saat ini sudah berdiri bersebelahan dengan bosnya. "Ini!" seru Alvarro yang langsung mengambil map yang dipegang Aresha. "Ehhh... gak kok, Pak," jawab Aresha yang mengambil kembali map dari tangan Alvarro. Tapi Alvarro kembali menarik map dari tangan Aresha. "Saya saja, Pak!" seru Aresha dan kembali mengambil serta memegang map tersebut dengan kuat agar tidak diambil lagi oleh bosnya. Tapi dasarnya, Alvarro tidak pernah mau kalah dari apapun. Kembali, dia menarik map dari tangan Aresha, namun map tersebut masih kokoh dipegang Aresha. Dengan sedikit tenaga, Alvarro menarik map dan berseru, "Kamu sangat keras kepala, Aresha!" Aresha yang mendengar dikatakan seperti itu merasa kesal dan melihat ke arah bosnya. "Saya sekretaris Bapak, jadi sudah tugas saya yang membawa map ini!" ujar Aresha tidak mau kalah. Dengan satu kali hentakan, Alvarro menarik map dengan kuat, namun tubuh Aresha ikut terbawa. Aresha yang tidak ada persiapan langsung terhuyung ke depan hingga posisinya saat ini tepat berada di pelukan Alvarro. Bibir mereka pun tidak bisa terelakkan, saling bertabrakan. Deg deg deg! Tatapan mata mereka bertemu dan tubuh mereka membatu beberapa detik hingga bunyi lift menyadarkan mereka berdua. Ting! Aresha langsung berdiri tegap dan kembali ke posisinya dengan wajah yang sangat memerah, menahan malu dan degupan jantung yang kian memburu. Alvarro tetap memasang wajah datarnya dan kembali menatap pintu lift yang akan terbuka. "Kamu bisa membawa map itu!" seru Alvarro bertepatan dengan pintu lift yang perlahan terbuka. Aresha langsung saja menatap kesal ke arah bosnya. "Argggghhhh! Kalau dari awal seperti itu, pasti gak bakal ada kejadian memalukan kayak tadi!" batin Aresha yang ingin sekali memaki bosnya saat ini. Apalagi Aresha melihat raut wajah Alvarro yang begitu datar dan santai, seperti tidak ada sesuatu hal yang barusan terjadi. "Masih mau di dalam lift?" tegur Alvarro ke Aresha yang masih berdiam diri di dalam lift. "Tidak, Pak!" jawab Aresha cepat, kemudian menyusul langkah bosnya. Karena Alvarro dan Aresha datang terlalu cepat dari jadwal, kini mereka harus duduk berdua dalam diam sambil menunggu klien. Kejadian di lift tadi membuat suasana sangat canggung, tapi hanya berlaku untuk Aresha. Bosnya itu tetap terlihat santai dengan wajah datarnya. Tanpa Aresha tahu, Alvarro saat ini berusaha menutupi degupan jantungnya yang berdegup begitu keras. Makanya, Alvarro memilih duduk berhadapan dan menjaga jarak dari Aresha, dia takut Aresha mendengar suara detakan jantungnya. "Bibirnya sangat manis dan lembut..." batin Alvarro mencuri pandang ke bibir Aresha. Sedangkan Aresha hanya terus menunduk membaca berkas-berkas yang sudah jelas terlihat, hanya sebagai pengalihan agar dia tidak bertatapan dengan bosnya saat ini. Tidak berselang sepuluh menit, klien yang ditunggu-tunggu pun akhirnya datang. Tap tap tap Mata Alvarro langsung tertuju ke salah satu pria yang berada di baris kedua, berjalan ke arah mereka. Karena memang posisi duduk saat ini, Alvarro menghadap ke arah pintu masuk. "Aresha, pindah ke sebelah saya sekarang!" seru Alvarro dingin. "Ya?" jawab Aresha bingung melihat bosnya, tidak tahu apa yang terjadi. "SEKARANG!" seru Alvarro dingin dan menatap tajam ke Aresha. "Baa-ik, Pak!" jawab Aresha dengan patuh, kemudian berdiri. Dia berjalan memutar ke sisi Alvarro dan duduk tepat di sisi terluar, karena Alvarro duduk tepat di kursi tengah. Seketika, Aresha melihat sosok yang dia kenal berjalan ke meja mereka dan menoleh ke arah bosnya. Akhirnya, dia mengerti maksud bosnya untuk pindah duduk. "Tapi untuk apa?" batin Aresha penuh tanda tanya. Alvarro yang sadar dengan kebingungan Aresha hanya bisa mengatakan, "Fokus! Dan ada aku di sini!"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD