Mobil yang dikendarai Tiana akhirnya berhenti tepat di depan gerbang sebuah sekolah taman kanak-kanak di mana sudah ada banyak mobil berjejer untuk menjemput anak-anak mereka.
Wanita cantik itu memasang kembali kacamatanya kemudian melangkah turun dari mobil seraya mengedarkan pandangannya ke sekitar.
Oh, ayolah, anak-anak adalah hal yang paling menyeramkan baginya. Tidak lucu kalau dirinya harus berkumpul dengan ibu-ibu ataupun bapak-bapak yang menjemput anak-anak mereka.
Tidak ada yang bisa dilakukan oleh Tiana sekarang selain melangkah mendekati pintu gerbang dan mengedarkan pandangannya ke dalam untuk mencari keberadaan Elle.
Sudah banyak anak-anak yang sudah bertemu dengan kedua orang tua mereka dan sudah ada banyak pula yang masuk ke mobil kemudian melaju pergi.
Tiana menghembuskan napasnya, menatap pada anak-anak yang tertawa ataupun menangis pada orang tua mereka.
Tatapannya kemudian tertuju pada sosok anak kecil yang melangkah sendiri tanpa ada yang menemaninya. Biasanya Elle akan bersama pengasuhnya, tapi ke mana pengasuh gadis kecil itu? Batin Tiana bertanya-tanya.
Dilihatnya Elle yang tengah meletakkan kedua tangannya di pinggul mungilnya, sambil mengedarkan pandangannya ke sekitar.
Ekspresi gadis dengan rambut ekor kuda 2 itu tampak menggemaskan. Bahkan, Tiana mengakui kalau putri Silvi ini memang sangat cantik dan juga sudah diajarkan mandiri sejak kecil.
Buktinya anak itu hanya berada di dalam pengawasan guru-guru yang melihatnya dari jauh. Tidak menangis sama sekali ketika pengasuh atau sopir datang terlambat menjemputnya.
Elle segera melipat tangannya di d**a setelah memperhatikan tidak ada orang yang dikenalnya.
Beberapa teman gadis kecil itu mendekat dan mengajaknya bicara, namun hanya ditanggapi gelengan oleh Elle.
Entah apa yang sedang mereka bicarakan, Tiana juga tidak tahu.
Anak kecil berusia 5 tahun paling-paling pembahasannya kalau tidak boneka, gambaran, es krim.
Tiana melangkah dengan santai melewati gerbang kemudian mendekati Elle yang masih bicara dengan teman-temannya.
"Biarin aja kalau Aska suka sama aku. Aku 'kan nggak suka dia. Aku cuma suka bekalnya aja, kok."
Langkah kaki Tiana langsung terhenti mendengar perkataan Elle.
"Kasihan banget sama Aska. Padahal dia udah kasih kamu bekal tiap hari."
"Aku 'kan enggak minta. Aku juga kasih dia bekal." Elle menjawab dengan santai dan tenang. "Udah, ah. Aku mau cari sopir atau mbak pengasuh aku dulu."
Elle mendongakkan kepalanya tepat pada saat itu tatapan matanya bertemu pandang dengan mama barunya.
Elle membulatkan matanya tidak menyangka jika yang akan datang menjemputnya adalah mama barunya ini.
"Mama Tiana datang buat jemput aku di sini?" Elle tampak tersenyum ceria menatap wanita yang mengenakan pakaian serba hitam dengan celana panjang serta kemeja hitam di tubuhnya.
"Elle, ini mama tiri kamu?" Sosok Pricilla membulatkan matanya menatap pada wanita yang ia tahu sebagai Mama tirinya Elle. "Muka mama tiri kamu itu menyeramkan. Dia pasti orang jahat, Elle. Kamu harus hati-hati," ujar Priscilla.
Kembaran Priscilla yakni Prilly juga ikut mengangguk setuju dengan ucapan kembarannya itu. "Pokoknya kamu harus hati-hati. Mama tiri itu kebanyakan jahat."
"Kalau mama tiri aku jahat nanti aku lawan. Kalian tenang saja," ujar Elle tanpa takut.
"Ayo, mau pulang nggak kamu atau tetap di sini?" Tiana menatap kesal pada ketiga bocah yang membicarakan dirinya seolah-olah dirinya tidak ada di dekat mereka.
Apakah mereka tidak melihat keberadaan Tiana yang jelas-jelas sedang mereka bicarakan? Wanita itu mendengus kesal.
"Ya udah kalau begitu aku duluan pulangnya. Bye, Priscilla, Prilly!"
Elle dengan senyum ceria menghiasi wajahnya langsung berbalik pergi bersama Tiana yang menggenggam tangan gadis kecil itu karena ada banyak sekali kendaraan berlalu lalang dan takut Elle terserempet kendaraan orang lain.
Elle tersenyum setelah Tiana memasang seat belt di tubuhnya. "Senang deh aku bisa dijemput sama mama Tiana. Mama Silvi jarang banget jemput aku. Soalnya Mama Silvi sering sakit."
Tiana hanya berdeham dan tidak merespon apapun dengan tatapan lurus pada jalanan di hadapannya.
Malam harinya.
Tiana melangkah keluar dari kamarnya dengan mengenakan terusan yang memperlihatkan lekuk tubuhnya dengan panjang di atas lutut sedikit.
Wanita cantik itu mengibaskan rambutnya, dengan aroma parfum yang menyenangkan bagi siapapun yang memiliki indera penciuman.
Bu Ani yang melihat kehadiran Tiana yang akan bersiap pergi menghampiri wanita itu.
"Nyonya mau ke mana?" Bu Ani bertanya bukan karen kepo tapi hanya ingin tahu saja ke mana majikan wanitanya ini pergi karena bisa saja Tuan mereka pulang dan menanyakan keberadaan istrinya ia tidak tahu menjawab apa.
"Oh, saya ada urusan sebentar, Bu. Nanti juga saya bakalan pulang."
Tiana kemudian melenggang santai dengan hak tinggi yang menghiasi kaki jenjangnya.
Wanita itu masuk ke dalam mobil berwarna hitam yang harganya tentu saja sangat fantastis.
Segera Tiana melajukan kendaraan roda empatnya untuk mencari klub malam yang pastinya sangat mewah sesuai dengan seleranya.
Hadi tidak ada di rumah karena pria itu memang mengabari Bu Ani akan pulang malam untuk menghadiri acara ulang tahun salah satu temannya. Jadinya hal ini dimanfaatkan oleh Tiana untuk pergi ke klub malam karena ia butuh inspirasi untuk membuatkan desain logo yang sudah dipesan oleh kliennya.
Laju kendaraan sudah sesuai dengan google maps yang ditampilkan sampai akhirnya ia berdiri di depan sebuah gedung mewah yang bisa terlihat lampu hias dari pinggir jalan.
Segera setelah memarkirkan kendaraannya dengan tepat, Tiana turun dari mobil sambil membawa tasnya.
Klub malam yang ia datangi terdiri dari empat lantai, dan Tiana yakin jika di lantai 4 adalah tempat para penyewa kamar untuk melakukan maksiat ataupun beristirahat.
Tiana melangkah dengan santai memasuki pintu yang sudah dijaga oleh para penjaga.
Setelah masuk ia baru mendengar dengan jelas euforia musik yang dimainkan oleh DJ pria yang berada di atas panggung.
Melihat penampilan DJ tersebut tentunya Tiana tersenyum lebar.
"Ah, ini adalah dunia gue yang sesungguhnya!" Tiana bersorak riang kemudian segera melangkah melewati kerumunan sambil mengedarkan pandangannya ke sekitar.
Wanita itu kemudian melenggang santai menghampiri meja bar dengan senyum yang tidak pernah luntur.
Bisa dikatakan Tiana meskipun sering menghabiskan waktunya di klub malam, ia tidak pernah mengalami Hangover. Dirinya hanya suka mendengar musik keras dan keramaian orang-orang yang menikmati suasana hiburan. Kalaupun mau minum, satu botol minuman tidak akan bisa membuatnya mabuk.
Tiana menggoyangkan tubuhnya mengikuti setiap ketukan musik yang memasuki indera pendengarannya.
Wanita itu menatap gelas yang disuguhkan padanya kemudian tersenyum seraya mengedipkan matanya pada bartender yang berada di balik bar.
"Thank you!" Meneguk sedikit demi sedikit minuman beralkohol tersebut, Tiana kemudian mengedarkan pandangannya ke sekitar.
Inspirasi pasti akan segera muncul ketika ia menikmati suasana malam yang begitu meriah.