Lidia berdiri di hadapan meja kerja Roby, tubuhnya tegak namun terasa kaku. Kedua tangannya terlipat rapi di depan tubuh, seolah menjadi satu-satunya cara untuk menahan kegugupan yang hampir menyeruak keluar. Dadanya bergemuruh, jantungnya berdetak begitu keras hingga ia khawatir suara itu akan terdengar oleh pria yang duduk di balik meja besar. Tatapannya sempat jatuh pada tumpukan berkas dan map-map tebal yang tertata di atas meja, mencari sandaran mata agar tidak langsung bertemu dengan sorot tajam Roby yang dari tadi terus mengamatinya. Ruangan itu terasa lebih sunyi daripada biasanya. Lampu gantung berwarna kekuningan memantulkan cahaya hangat yang justru menambah intensitas ketegangan. Jam dinding di belakang Roby berdetak pelan, mengisi kekosongan di antara dua manusia yang sama-sa