Akhirnya Kalila kembali menginjakan kakinya di restoran setelah hampir satu minggu cuti. Kedatangannya disambut meriah oleh karyawannya, bahkan mereka sudah menyiapkan sambutan berupa membuat kue layaknya kue ulang tahun dah hiasan dinding dari balon bertuliskan “Selamat datang kembali.”
Kalila sangat senang sekaligus terharu, meski bukan perayaan besar tapi ia merasa begitu dihargai dan dinantikan kedatangannya. Awalnya Kalila hanya akan cuti sekitar empat hari saja pasca pernikahannya, tapi di luar dugaan, Dias justru mengajaknya berkunjung ke kediaman orang tuanya dan disanalah Kalika tertahan sampai dua hari lamanya. Alhasil cuti pun jadi lebih panjang dari waktu yang sudah direncanakan. Meski begitu, Kalila tetap bisa memantau situasi restoran dari orang-orang kepercayaannya.
“Mbak Kal, makin cantik dan seger aja.” Puji Stevi dengan senyum menggoda.
“Makanya kamu juga harus menikah jangan gonta-ganti pacar aja.” Balas Kalila.
“Bukan gonta-ganti, tapi belum menemukan yang pas.”
“Chef Irman cocok untuk kamu.” Kalila memang tidak terlalu memperhatikan kehidupan pribadi yang terjadi diantara karyawannya tapi cinta sebelah pihak antara Stevi dan Irman sempat didengarnya dari karyawan lain. Jatuh cinta dengan satu rekan kerja sepertinya menarik karena bisa bertemu setiap harinya. Tidak seperti Kalila yang hanya bertemu sang suami saat pagi dan sore hari saja. Terkadang Kalila ingin bekerja di satu tempat yang sama agar ia bisa terus berdekatan dengan suaminya.
“Irman nggak cocok untukku, dia terlalu kaku. Aku maunya yang perhatian dan romantis seperti Mas Dias.”
“Emangnya kamu tahu Dias romantis?”
“Tau lah, Mbak. Bagaimana cara dia bersikap dan menatap Mbak Kalila saat bicara itu salah satu bukti bahwa lelaki itu benar-benar menyukai Mbak Kal, bukan seperti Irman yang diajak bicara jawabannya iya dan nggak doang.” Kalila tidak bisa menahan tawa.
Ucapan Stevi tidak sepenuhnya salah, sebab Dias memang sangat romantis dan perhatian. Setelah menikah Kalila semakin merasakan banyak perubahan yang terjadi pada suaminya itu.
“Oh iya, Mbak. Ada reservasi tempat untuk minggu depan. Untuk acara ulang tahun dan mereka juga sudah menentukan tema dan mengirim uang DP.”
“Kamu sudah memastikannya?”
“Sudah. Ini catatannya dan ini nama pemesan.”
“Randeas Hutama.” Gumam Kalila. Nama yang tidak begitu asing, bahkan nama tamu yang ada dalam catatan pun sepertinya tidak asing bagi Kalila. Mungkinkah Kak Randi yang memesan tempat untuk minggu depan?
“Tolong pastikan sekali lagi, agar kita nggak ngalamin kerugian seperti waktu itu.” tegas Kalila.
“Baik, Mbak.”
Stevi pun kembali ke ruang kerjanya sementara Kalika membuka laptop untuk melihat beberapa jadwal kedepan. Satu bulan kedepan restorannya sudah full booked. Bahkan Kalila harus meminta Stevi untuk menutup bookingan acara apapun sebab mereka akan kewalahan jika terlalu over pengunjung.
Ponsel Kalila berbunyi, dimana nama suaminya muncul di layar ponsel. Ia pun segera menerima panggilan Dias.
“Iya.” Kalila tersenyum. Mungkin ini yang dinamakan jatuh cinta setelah menikah karena setiap harinya Kalila benar-benar dibuat jatuh cinta oleh suaminya.
“Lagi apa?” Tanya Dias dari seberang sana.
“Baru beres ngobrol bareng Stevi. Kamu?” Kalila balik bertanya.
“Baru selesai meeting. Tiba-tiba aja kangen istri.”
Kalila terkekeh, “Masa? Baru tadi pagi ketemu.”
“Iya, emang kalau kangen kenapa , nggak boleh?”
“Boleh dong.” Wajah Kalila bersemu merah. Jika saat ini Dias ada di hadapannya lelaki itu pasti akan menertawakannya.
“Nanti siang aku jemput ya,”
“Kemana?”
“Ke suatu tempat.”
“Tapi,”
“Sampai nanti siang.” Dias langsung mematikan sambungan.
Baru hari pertama masuk kerja, tapi Kalila harus kembali pergi siang nantinya kerja Dias akan mengajaknya ke suatu tempat. Tempat yang tidak diketahui oleh Kalila karena lelaki itu tidak mengatakannya.
Perintah suami tidak boleh diabaikan, kan?
Sebelum suaminya datang menjemput, Kalika menyelesaikan beberapa pekerjaan agar saat ia pergi nanti tidak banyak pekerjaan yang terbengkalai.
“Mbak Kal, ada tamu.” Stevi muncul dari balik pintu, setelah beberapa kali mengetuk.
“Siapa?” Tanya Kalila karena ia tidak merasa memiliki janji dengan siapapun
“Namanya Randeas.”
Kening Kalila mengerut. “Tunggu, saya keluar sebentar lagi.”
“Baik, Mbak.” Stevi kembali menghilang dibalik pintu.
Randeas? Untuk apa lelaki itu datang?
Kalila bergegas menemui Randi yang sudah menunggunya di salah satu meja restoran. Saat Kalila mencari sosok itu, benar saja ia melihat Randi tengah duduk di salah satu meja yang berdekatan dengan kaca pembatas. Laki itu tengah menikmati secangkir kopi dan langsung menyadari kehadiran Kalila. Ia melambaikan satu tangannya ke arah Kalila.
“Kak Randi,” Kalila duduk tepat di depan Randi. “Ada apa? Tumben kesini.” Semenjak mereka berpisah dua tahun lalu, keduanya tidak pernah lagi bertemu. Randi dan keluarganya memutuskan pindah setelah berselisih dengan Regan akibat batalnya pertunangan Randi dan Kania.
“Mau ketemu kamu aja. Nggak boleh? Oh iya,nggak boleh ya karena kamu sekarang sudah menjadi istri seseorang.” Randi bertanua, ia juga yang menjawab pertanyaannya.
“Tumben aja,”
“Mamah mau merayakan anniversary pernikahannya disini, kamu tahu sendiri kan Mamah Dita kayak apa. Nggak bisa dibujuk, Kal.” Randi tersenyum.
“Kata Mamah nggak apa-apa kalau kami dekat sama kamu lagi, karena kemungkinan untukku mengejarmu udah nggak ada setelah kamu dan Dias menikah. Mamah nggak tahu aja ada yang namanya tikungan, yang bisa digunakan untuk merayu istri orang.” Randi tersenyum jahil yang dijawab senyuman oleh Kalila.
Entah mengapa obrolan kali ini jauh lebih santai dari sebelumnya. Mungkin karena diantara mereka sudah tidak ada rasa tertarik satu sama lain hingga tidak ada lagi rasa canggung.
“Jadi kak Randi yang reservasi tempat untuk minggu depan?” Tanya Kalila.
“Iya. Nggak apa-apa, kan? Papi kamu nggak akan tahu?”
Kalila terkekeh. “Nggak. Papi nggak akan ikut campur urusan pekerjaanku.”
“Syukurlah. Aku masih takut ketemu dia,rasanya dia masih menyembunyikan batu besar di balik punggungnya untuk memukulku.”
Tawa Kalila makin terdengar keras. Randi memang sereceh itu.
“Bagaimana keadaan kalian? Maksudku rumah tangga kalian?” Randi mengganti topik pembicaraan.
“Baik. Sangat baik.”
“Aku nggak nyangka pada akhirnya kamu menikah dengan Dias.”
Tiba-tiba saja senyum di wajah Kalila perlahan menghilang.
“Kenapa Kak? Kak Randi kenal Dias sebelumnya?” Selidik Kalila.
“Nggak kenal secara langsung tapi pernah dengar nama Ardias dari beberapa rekan. Memangnya Kania nggak ceria apapun?”
Kalila menggelengkan kepalanya.
“Nggak.”
Perasaan tidak mengenakan itu kembali menghampiri.
“Kalian pacaran berapa lama? Ada satu tahun?” Tanya Randi lagi.
“Empat bulan.”
“Empat bulan?” Randi mengulang pertanyaannya seolah tidak percaya dengan jawaban Kalila.
“Iya. Kenapa?”
Kalila menautkan kedua tangannya,di momen manisnya pernikahan yang baru dirasakannya, ia tidak siap jika harus mengetahui fakta buruk tentang suaminya.
“Kenapa terlalu cepat mengambil keputusan, Kal. Kamu masih punya cukup banyak waktu untuk mengenal sosok Ardias.”
Saat Kalila hendak membuka mulutnya untuk membalas ucapan Randi, ia sudah terlanjur melihat Dias dari balik pintu kaca di depan. Kalila pun beranjak dari tempat duduknya. “Suamiku sudah datang, permisi.” Kalila pun segera meninggalkan Randi dan menghampiri Dias.