bab.3a

505 Words
Ichel tak henti hentinya tersenyum, bayangan ketika Raka berkata begitu padanya tadi membuat dirinya terus-terusan membayangkan peristiwa itu. Sambil menggigit bibirnya Ichel mulai bergumam sebuah nyanyian tanda bahwa ia semakin merasa telah jatuh cinta pada sesosok lelaki bernama Raka. Drrttt.... Pesan masuk yang berisikan laporan dari pegawai nya kalau restaurant yang dikelola wanita itu sedang mencapai titik angka untung yang melejit. Tapi Ichel tidak percaya hanya dengan laporan yang diterima saat ini, mungkin besok atau hari ini dirinya akan menyempatkan diri untuk mampir ke tempat makan miliknya. "Masuk, dan bawakan jadwal harian saya." Ucap Raka lewat interkom. Ichel dengan cepat mengambil beberapa tumpukan kertas diatas mejanya dan segera memasuki ruangan Raka. Dengan wajah bahagia yang tak bisa ditutupinya, wanita itu menaruh dengan pelan berkas ke atas meja kerja pria itu. Raka berusaha untuk tidak menuruti kata hatinya yang menyuruh untuk terus memperhatikan wanita didepan nya. Mata nya mencoba terfokus pada lembaran kertas yang ada ditangan nya saat ini. "Jadwal." Pinta Raka dengan nada dingin nya seperti biasa, seakan tak pernah terjadi apapun diantara mereka berdua. Ichel mengangguk, mulai membacakan jadwal Raka hari ini. Sebelum pergi Ichel mulai meminta izin pada sang CEO. "Hm, dikarenakan jadwal bapak sampai sore apa sayang sudah boleh pulang di jam 4?" Tanya Ichel. Raka mengerutkan keningnya dan hatinya mulai resah. "Apa Ichel ada kencan sore ini?" Suara pikiran Raka yang menganggu. Kalau Raka menanyai alasan nya bukankah terlalu terlihat bahwa Raka mulai tertarik pada wanita ini? Akhirnya Raka mengangguk membolehkan. "Boleh, kamu boleh pergi." Ucap Raka membolehkan. Ichel mengangguk dengan senang, membuat Raka mulai bertanya-tanya untuk apa wanita itu meminta izin padanya untuk pulang cepat. "Apa kencan buta?" Tanya Raka pada dirinya sendiri. Raka bahkan berfikir alasan apa yang tepat sampai lupa untuk makan siang. ***  Malam nya Raka meminum kopi, berusaha untuk tetap melek karena beberapa pekerjaan kantor belum selesai. Ini semua terbengkalai karena Ichel. Kalau saja seharian ini pikiran nya tak tertuju pada gadis itu, dirinya tidak mungkin melalaikan beberapa pekerjaan penting ini. "Siapa sebenarnya kamu?" Tanya Raka dalam hatinya. Ia baru mengenal ichel beberapa hari lalu, dan wanita itu juga baru menjadi sekretarisnya tidak lama. Tapi kenapa perasaan Raka merasa tak biasa setiap bertemu dengan wanita itu. Raka tak pernah percaya pada cinta pandangan pertama, dan tak mungkin kali ini dia mulai jatuh cinta dengan secepat ini. Perut Raka terasa keram. Apa karena dirinya yang belum makan siang dan malam berani meminum kopi? Apa maag nya akan kambuh sekian lamanya? Raka memegangi perutnya yang terasa semakin kesakitan. "Adeeek!" Panggil Raka yang tak mengingat kalau dirinya tengah berada didalam apartemen sendirian. "Astaga ini bukan rumah." Ucap nya dengan keringat dingin. Raka mengambil ponsel tepat disebelah tumpukan laporan kerjanya nya. Dan segera memanggil nomor darurat yang disimpan diangka 1. Raka memencet lama nomor 1 diponsel nya dan nada mulai berbunyi. Ia tidak kuat lagi, perutnya semakin membuatnya dirinya lemas seperti ingin pingsan. "Halo?" Ucap seorang wanita dari sebrang telepon. "Tolong..to..tolong aku, aku diapartemen nhh." *** Epilog. "Apa aku harus beneran panggil Raka dimanapun dan kapan pun?" Gumam Ichel sembari mengambil gula untuk dimasukkan nya kedalam kopi. "Tolong lupakan permintaan ku yang itu." Ucap Raka dengan wajah memerah, lalu pergi begitu saja meninggalkan Ichel yang tengah asik menyeduh kopi.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD