Rawr~ Santorini 'Panas'

1136 Words
Sky hanya bisa mendesah panjang, berusaha menutupi getir yang mengalir di dadanya. Seolah napasnya ikut tertahan setiap kali Aurielle nyebut “Levi” dengan nada manja begitu. Aurielle, tanpa sadar, memainkan rambutnya sambil menatap layar HP. Wajahnya berbinar-binar, senyum kecil muncul cuma dengan nyebut nama itu. Sementara Sky … cuma bisa duduk di depannya, terjebak antara rasa cinta yang nggak pernah bisa diucapkan dan kenyataan pahit kalau hati Aurielle sudah dimiliki orang lain sejak lama. Aurielle menggulir layar HP, bibirnya manyun lagi. “Ck, kok nggak dibales sih dari semalam … eh tapi …” ia mengangkat alis lega, “udah diread kok.” Sky yang dari tadi ngamatin ekspresinya akhirnya buka suara, nada suaranya rendah tapi jelas ada getar emosi di dalamnya. “Kamu nggak bosen dicuekin sama cowok itu terus?” Aurielle langsung menoleh, matanya melebar. “Hah? Maksud kamu Levi?” Sky menatap balik, wajahnya datar tapi sorotnya jelas panas. “Iya. Dari dulu kamu selalu nungguin, ngechat duluan, terus kebanyakan ditinggal read doang.” Aurielle malah senyum tipis, bukannya tersinggung. Ia menaruh HP di meja, kedua tangannya menyangga dagu. “Kamu nggak ngerti, Sky. Dari kecil emang dia gitu. Cool, cuek, kadang ngeselin … tapi aku tau, dia selalu care dengan cara dia sendiri. Tiap aku ulang tahun dia nggak pernah lupa kirim kado, kok kalau kamu dicuekin dan disia-siain begitu, kenapa nggak kasih kesempatan buat aku yang nggak akan pernah bikin kamu nunggu? Akhirnya ia berdiri dari kursinya, tubuh jangkung Sky condong mendekat ke arah Aurielle. Tangan besarnya terulur, jemarinya ringan mengangkat dagu Aurielle supaya matanya nggak bisa lari ke mana-mana. Napas mereka hampir bercampur, udah tinggal berjarak beberapa senti. Aura panas langsung kerasa di antara meja itu. Sorot mata Sky tajam, suara bariton seksinya turun setengah nada, rendah tapi dalem banget. “Kalau aku … nggak akan biarin kamu nunggu. Kalau aku … akan treat kamu like a Queen setiap detik. Kalau kamu lihat aku sekali aja … I will make sure, kamu akan jadi perempuan paling bahagia di muka bumi ini sampai kamu nggak bisa mikir cowok lain.” Aurielle terdiam. Jantungnya sempat menjerit liar di dalam d**a, dia nyaris lupa napas. Pandangannya bertemu mata Sky yang penuh api. Entah tekad atau nekat. Deg … deg … deg … Satu detik lagi bibir mungil Aurielle dan bibir seksi Sky bakal bersentuhan. Tapi— “Pfft … Sky! Please, jangan jadiin aku partner buat latihan script series barumu!” Aurielle meledak ngakak, buru-buru dorong d**a Sky. “Hahaha geli ah, sumpah!!” Sky membeku, dagunya turun pelan. Tatapannya nyala merah antara malu, gemes, dan frustrasi. Sementara Aurielle masih ketawa sampai matanya berair, sama sekali nggak sadar cowok di depannya hampir beneran nyolong ciuman, bukan sekadar latihan script. Dia buru-buru mendecak, berusaha pura-pura nggak awkward. “Ck! Kamu memang spesialis ngancurin mood.” Aurielle masih ketawa ngakak sampai pegang perutnya, nada suaranya centil. “Sowwyy!! Tapi serius, tadi itu aku geli banget …” Sky memelototinya, tapi sudut bibirnya nggak bisa menahan senyum kecil tiap kali dia lihat gadis itu tertawa. Lalu ia tiba-tiba merendahkan suara, nada sengaja dibuat serius, “Tapi … jujur … tadi pas digituin kamu deg-degan nggak? I need the answer, untuk survey. Ini penting untuk series baruku.” Aurielle langsung berhenti ketawa, mata membesar. “Ehh? Survey?” Sky angkat alis, sok cool padahal kupingnya udah merah. “Ya, untuk riset adegan. Jawab aja.” Aurielle pura-pura mikir keras, jari telunjuknya ngetuk-ngetuk pipinya sendiri. “Hmmmmmm … deg-degan sih … tapi deg-degan karena takut kamu beneran bablas nyosor aku. Hahaha!” Sky langsung jatuhin tubuh ke kursinya, mendesah panjang. “Argh … aku lagi serius lho, Elle …” Aurielle ngedip usil. “Ya aku juga serius. Next time kalau mau riset adegan, jangan pake aku. Cari cewek lain aja, kalau mereka pingsan di tempat berarti akting kamu sukses.” Sky menutup wajah dengan tangan, gumam kecil, “Aku sumpah bisa gila gara-gara kamu …” * * Santorini, Yunani “Rawr~ BRAKKK!!! Pintu kamar terbuka lebar dengan suara menggelegar, tirai putih ikut tersentak oleh hembusan angin yang masuk. Lillith dan Rain yang masih saling menempel di ranjang langsung menoleh, napas mereka masih berat, rambut Lillith berantakan, napas Rain naik turun seperti baru saja berlari maraton 10 KM. Di ambang pintu, berdiri seorang pemuda yang terlihat masih berusia dua puluh satu tahun tahun. Rambutnya hitam pekat dengan highlight merah samar di ujungnya, sorot matanya tajam dan bengis mirip Rain tapi dengan sedikit sinar licik Lillith. Di d**a kirinya, ukiran VI versi generasi baru tercetak, tanda darah Klan Mafia Yoon - Dirgantara yang diwariskan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD