SMA Merdeka,Agstus 2009
Begitu Yuni dan Siska dipisah dari sekelompok anak itu, Indra menggeret kursi di depan mereka semua. Dia duduk dengan kedua tangan menopang kepalanya ke depan.
"Katakan padaku, sekarang, atau kalian akan menghadapi masalah yang lebih besar, tanpa bantuan dari kami," ancam Indra.
Seorang anak berkuncir kuda meremas-remas tangannya. "Anu... Kak Indra. Ini Semua gara-gara Edelweis," celetuknya.
"Edelweis anak yang kalian rundung tadi?" tanya Indra tajam. Nada suaranya sama sekali tidak kalem setelah kejadian tadi.
"Iya, sebab dia gadis yang munafik."
Indra mendengus. Kalia menahan napas.
"Munafik seperti apa? Ceritakan dengan jelas. Dan tidak sepotong-potong," kata Indra.
Gadis berkuncir kuda itu nampak ragu. Dia berbalik menatap teman-teman yang lain. Teman-temannya hanya menunduk tak berani bicara. Dia sudah maju sendirian.
"Jawab!" hardik Indra, kesabaran mau habis.
"Dia mengambil foto Kak Indra diam-diam. Dan dia juga suka menggoda anak laki-laki," jawab gadis itu cepat.
"Fotoku?" tanya Indra. "Buat apa?"
"Tidak tahu Kak. Yuni bilang Edelweis itu nampak seperti gadis alim. Tetapi ternyata mengincar Kak Indra juga."
"Aku bahkan tidak pernah mengobrol dengannya, bagaimana dia bsia mengincarku?"
Kalia menyela. "Mungkin dia hanya ngefans dengan Indra. Apa salahnya menyimpan foto Indra? Kalian semua juga pernah berfoto dengan Indra kan?" tanya Kalia mengurai benang kusut.
Gadis itu sedikit bingung. "Ya pokoknya dia salah. Makanya Yuni dan Siska marah. Lagipula dia genit."
"Lalu perlakuan kalian seperti itu bisa dibenarkan? Heh?" Indra rasanya ingin meninju tembok.
"Hemm, kami hanya merayakan ulang tahunnya. Seperti ritual biasa," jawab gadis itu.
"Ulang tahun itu semuanya bahagia. Bukan satu diperlonco, disakiti apalagi diperlakukan kayak bukan manusa. Kalian ini waras tidak?" tanya Indra marah.
Yuni dan Siska berhambur masuk. Yanuar berusaha mencegah. Tetapi Siska yang sering berlatih seni bela diri rupanya bisa menahan Yanuar. Dia lolos dari penjagaan Yanuar
"Indra, kenapa kamu bela dia sih?" kata Siska heran. "Anak itu freak, aneh. Dia itu pendiam dan nggak mau bicara. Ngakunya nggak naksir kamu. Tetapi berani menyimpan fotomu. Apalagi kalau bukan namanya munafik."
Indra mengangkat tangannya, dia memukul vas bunga yang ada di meja.
Prang!
Vas bunga dari keramik itu pecahberkeping-keping.
Suasana menjadi sangat kaku. Mereka semua menjadi takut. Indra ibarat singa yang siap menyergap siapapun.
"Kenapa nggak pukul aku sekalian Ndra?" sindir Siska. Dia maju ke depan Indra dan memajukan wajahnya.
Kalia mencekal tangan Siska. "Kau sinting ya!"
Siska menepis tangan Kalia. "Jawab aku Ndra. Apa arti aku bagimu, hah?"
Indra menatap tajam pada Siska. "Harusnya kau tanya dirimu sendiri. Kau itu anggap orang lain apa? Sampah yang bisa kamu injak seenak kamu. Kamu itu manusia apa bukan?" sindir Indra.
Siska mendelik. "Harusnya kamu bela aku. Bukan Edelweis sialan itu."
"Aku akan membela apa yang menurutku benar," balas Indra.
"Aku akan adukan hal ini pada Papa, Ndra. Perjodohan kita harus dipikir ulang," ancam Siska.
Indra tertawa. Kalia sangat khawatir.
Tidak ada yang berani menyela pembicaraan mereka berdua.
"Perjodohan t**i kucing," maki Indra.
wajah Siska berubah merah karena marah. Dia menampar Indra dengan keras. Indra tak membalas. Siska akan menampar lagi, tetapi Kalia bisa menahannya.
"Cukup, hentikan," ancam Kalia.
Siska menarik tangannya. Dia menatap tajam pada Kalia yang berani ikut campur.
Indra mengelus pipinya. "Kau dan para antek-antekmu ini kupastikan akan mendapat hukuman setimpal."
Bu Mareta datang tepat waktu. Dia berjanji akan mengurus masalah ini dengan serius.
***
Kalia menyuruh Indra untuk duduk. Dia pergi mengambil obat.
Yanuar terkikik. "Kau nampak seperti pahlawan, Bro," kata Yanuar.
"Sialan. Siapa itu anak mengungkit soal perjodohan. Sinting!" Maki Indra.
Edgar tiba di kelas dan kaget melihat tangan Indra berdarah. "Ndra, tanganmu kenapa?"
"Dicakar macan," jawab Indra asal.
"Macan cantik," sahut Yanuar.
Kalia menggeser Edgar yang masih berdiri di ambang pintu. "Minggir," kata Kalia.
Dia membersihkan luka di tangan Indra, dan membalutnya dengan perban.
"Lu sinting ya Ndra, ngapain sih lepas kendali?" kata Kalia dingin.
"Kalian semua tahu kan, aku paling benci dengan tindakan perundungan kayak gini. Selama aku jadi ketua osis, aku tuh berusaha menjadikan sekolah damai. Eh ini malah ada kejadian gak enak. Ada anakanya temen bapakku lagi. Argh. Perjodohan apa lagi yang dia katakan," kata Indra.
Kalia kali ini tersenyum. "Memangnya ini sinetron. Perjodohan sejak remaja? Euuh."
"Tuh anak, kayaknya udah dibully lama deh," kata Edgar.
"Iya sepertinya begitu. Nanti malam aku akan ke rumah anak itu. Kalia, kamu ikut," kata Indra.
"Emang kalian tahu rumahnya?" ejek Edgar.
"Tinggal kamu kasih tahu aja. Memangnya mau ikut?" tanya Indra.
"I'll pass. Aku sibuk bro," kata Edgar.
***
"Kalau kamu tidak mau bicara, kami akan kesulitan untuk membantumu," bujuk Indra.
"Aku nggak apa-apa," kata Edelweis masih menunduk.
Indra berpandangan dengan Kalia. Indra menyuruh dengan mata agar Kalia membujuk Edelweis.
"Ini bukan cuma soal kamu saja Del, ini demi masa depan sekolah juga," kata Kalia.
"Mereka hanya merayakan ulangtahunku saja. Tidak lebih."
Indra dan Kalia sudah kehabisan akal. Edelweis tak mau bicara atau mengaku bahwa dia adalah korban perundungan. Hal ini membuat Indra dan Kalia akan kesulitan memberikan hukuman pada pelaku.
Seoarang lelaki masuk ke dalam rumah. Dia tersenyum mengangguk. "Temannya Edelweis ya? Wah akhirnya si introver ini punya teman," kata Galih.
Sang ibu dari dapur menyahut. "Ulang tahunya Edelweis juga dirayakan di sekolah. Dia dikerjain teman-temannya," kata ibunya.
"Asal nggak berlebihan saja," kata Galih.
Indra dan Kalia berpandangan lagi. Mereka sangat heran dengan reaksi keluarga Edelweis.
"Itu bukan..." Indra berkata, namun tangannya dipegang oleh Edelweis. Indra menoleh pada Edelweis yang menggelengkan kepala. Meminta Indra untuk tak memberi tahu apapun pada keluarganya.
"Bukan apa?" tanya Galih.
"Ehm, kami belum memberikan kado," kata Indra spontan. Kalia sampai mengangkat kedua alisnya bingung.
Galih tertawa kecil. "Tidak perlu kado. Kami sudah seang, Edelweis memiliki teman baik," kata Galih.
Ketika Galih meninggalkan mereka bertiga, Edelweis mengucapkan terima kasih.
"Kamu butuh bantuan Edelweis," kata Indra.
"Dan kami siap membantu kasusmu," imbuh Kalia. Indra mengangguk mantab.
Edelweis menggeleng. "Aku tidak apa-apa Kak. Serius. Tolong tidak memperbesar masalah ini."
"Tetapi kenapa?" tanya Indra. "Kamu takut? Aku akan melindungimu," kata Indra berjanji.
Edelweis menatap Indra dengan mata jernihnya. Baru kali ini Indra melihat wajah Edelweis dengan jelas. Sebab Edelweis selaul menunduk. "Terima kasih."
Indra dan Kalia pulang dengan bingung.
"Kita menemui jalan bunyu Ndra." kata Kalia. "Dia menolak untuk menyebutkan bahwa yang dialaminya itu perundungan."
"Ah entahlah. Mungkin kita ubah strateginya," kata Indra.
"Kamu punya rencana?"
Indra tersenyum.