Part 6

961 Words
"Apa yang lo lakuin, Hah?!" Mendengar pekikan sang istri, mau tidak mau mengusik telinga Bara. Dibukanya mata yang masih sangat terasa berat karena masih mengantuk. "Ada apa, hem?" tanya pria itu masih dengan kesabaran yang seperti biasanya. "Lo jahat. Lo tahu gue nggak cinta sama lo, tapi kenapa lo ngelakuin ini?" Nada bicara yang biasanya tinggi, entah ke mana. Karena Anya hanya bisa mengeluarkan suara pelan dengan air mata yang sudah menetes di pipi. Bara bingung dengan apa yang Anya ucapkan. Ngelakuin ini? Ngelakuin apa? Melihat air mata di pipi istri kecil, membuat pria itu terbangun duduk. Berniat memeluk Anya, tetapi gadis itu menolaknya. "Jangan sentuh gue lagi! Gue benci sama lo! Gue mau pulang!" Setelah mengucapkan itu, Anya berjalan menuju kamar mandi dengan selimut dililitkan ke tubuhnya. Sontak saja membuat tubuh Bara yang terbuka, tanpa baju, langsung terkena suhu AC. Pria itu tersenyum. Ia ingat sekarang. Semalam, saat mereka duduk di sofa, Bara berhasil mencium Anya. Bukan sekadar kecupan, tetapi sebuah ciuman yang diiringi dengan hasrat terpendam Bara yang selama ini ditahannya. Anya pun tidak menolak karena terbawa suasana hujan di luar sana. Saat sedang berciuman, listrik padam. Anya yang merasa takut langsung diam seribu bahasa dalam dekapan suaminya. Ketika dirasa istrinya sudah tidur, munculah ide dalam otak Bara untuk mengerjai si istri kecil yang selama ini jutek padanya. Dengan gerakan sangat pelan, dibawanya Anya ke kamar, dilepaskan pakaian yang melekat di tubuh gadis itu satu persatu. Begitu juga dengan pakaian yang melekat pada tubuh pria itu. Akhirnya, terjadilah kegaduhan di tengah malam ini. Kenyataannya, tidak ada satu pun yang Bara lakukan kecuali tidur sambil memeluk, ketika tubuh mereka sudah sama-sama polos. Bara turun dari ranjang. Dipakainya lagi celananya. Setelah itu, ia berjalan mendekat ke kamar mandi. Diketuknya pintu di depannya. "Sayang ... keluar, dong. Nanti kamu sakit malam-malam kelamaan di kamar mandi," bujuk Bara. "Nggak mau! Gue mau pulang! Gue benci sama lo!" "Ini masih malam. Kalau kita pulang sekarang, kasihan Bunda. Nanti kita mengganggu tidur beliau." "Ya ... udah. Gue mau di kamar mandi sampai besok pagi!" "Nanti kamu sakit." Bara masih mencoba membujuk sang istri. "Apa peduli lo?! Lo udah ngancurin masa depan gue, sekarang lo ngancurin tubuh gue!" Bara tersenyum. Ngancurin tubuh kamu yang mana, sih, Nya.... "Kamu keluar dulu, pakai baju kamu. Kita bicarakan ini baik-baik ya, Sayang...." "Nggak mau! Nanti lo nyentuh-nyentuh gue lagi." "Enggak, Sayang ... aku janji." Setelah Bara mati-matian membujuk, akhirnya Anya mau juga keluar. Namun, ia benar-benar menjaga jarak dari suaminya. Mereka duduk di tepian ranjang. "Kamu marah?" "Pakai nanya. Gue sangat marah sama lo. Ternyata lo berengsek! Manfaatin ketidakberdayaan gue demi nafsu b***t lo!" Bara tersenyum. "Nafsu b***t yang mana?" "Ya nafsu b***t lo, lah ... mentang-mentang kita udah resmi, pikiran lo langsung ke selangkangan." "Bahasa kamu v****r banget. Tapi pikiran kamu masih sangat polos." Anya mendengus. "Sebelum ini, apa kamu pernah melakukannya?" "Kurang ajar ya, lo?!" Tangan Anya sudah bersiap untuk menampar pipi Bara. Namun, Bara mencegahnya. "Jangan pakai emosi, Sayang ... sekarang kamu lihat, apa di sprei ada noda darah? Lalu apa punya kamu perih? Lihat tubuh kamu, apa ada tanda-tanda kita abis melakukannya?" Anya berpikir. Hal itu dimanfaatkan Bara untuk mendekat. "Tidak ada yang kita lakukan, Sayang ... tidak ada yang aku lakukan. Kecuali, berciuman di sofa, sebelum mati lampu." Anya mencoba mengingat. "Tapi ... kenapa kita t*******g?" "Aku lupa nggak nyiapin baju buat kamu di apartemen ini. Jadi, karena baju yang kamu pakai baju dari pagi, aku melepasnya." "Terus, ngapain lo ikutan t*******g?!" "Pengin ngerjain kamu." "Jahat ... lo jahat...." Tangan Anya memukul-mukul d**a Bara. Ditangkapnya tangan Anya oleh pria itu. Tubuh Anya berhasil Bara dekap. "Jangan galak-galak lagi. Please, kasih aku kesempatan. Buka hati kamu. Kalau kamu nggak mau buka hati kamu, gimana aku bisa meluluhkan kamu?" "Gue udah terlanjur benci sama lo!" "Jarak benci dan cinta itu tipis. Jangan sampai kamu terlalu membenciku. Siapa tahu saja, suatu saat, kamu cinta sama aku di saat aku udah nggak cinta sama kamu." "Baru gini aja, lo udah mikir gitu?!" Bara mencium pipi Anya gemas. "Hanya ancaman buat kamu. Jangan bentak-bentak aku terus. Rasanya aku ingin menyentuh bibir kamu, tiap kali kamu membentakku." "m***m! Gue masih ngantuk. Gue mau tidur lagi. Tapi awas, kalau lo deket-deket gue lagi!" ancam Anya sambil mengacungkan telunjuknya. "Aku tidur di mana?" "Emangnya, apartemen ini cuma ada satu kamar?!" "Iya." "Ish, apartemen mewah tapi nggak punya kamar," dumel Anya. "Sengaja. Karena aku beli apartemen ini, memang buat kita berdua. Jadi, buat apa kamar yang lain." "Kalau kita punya anak gimana?" Bara tercengang mendengar pertanyaan si istri kecil. Anya pun baru menyadari kalau dia sudah salah bertanya. "Ah ... udah. Gue mau tidur. Lo boleh tidur di ranjang ini. Tapi ingat, jangan sentuh gue!" ucap Anya yang sebenarnya ingin mengalihkan pembicaraan agar Bara tidak memperpanjang bahasan tentang anak. Bara pun tahu maksud gadis itu. Ia hanya bisa tersenyum. Hatinya bersorak. Ia yakin, tidak akan lama lagi, Anya akan jatuh cinta padanya. *** Esoknya, Bara bangun lebih dulu. Ia berjalan menuju dapur untuk membuat sarapan. Dibuatnya s**u dan omelet untuk istri tercinta. Bara memang sudah memnuhi kulkas dengan berbagai kebutuhan. Setelah selesai dibuat, dibawanya s**u dan omelet itu ke kamar. "Sayang ... bangun. Udah pagi." Setelah meletakkan sarapan di nakas, Bara membangunkan Anya. Diusapnya pipi istrinya itu dengan lembut. "Udah pagi?" "Udah ... sarapan dulu, yuk. Aku buat s**u sama omelet buat kamu." "Lo nggak lagi nyogok gue, 'kan?" tanya Anya penuh selidik. "Nyogok buat apa? Ini memang cita-cita aku. Aku ingin menyiapkan sarapan buat kamu." Bara mengulurkan gelas berisi s**u ke depan Anya yang sudah dalam posisi duduk. Anya menerimanya. Diteguknya s**u itu hingga setengahnya. Tanpa bisa Anya cegah, Bara membersihkan pinggiran bibir Anya dari s**u dengan bibirnya. "Kayak anak kecil." Anya tertegun. Ditatapnya mata sang suami. 'Gawat kalo tiap hari begini....'
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD