Part 8

1187 Words
Bara kesal. Benar-benar kesal. Bisa-bisanya istrinya meminta izin untuk berselingkuh. Apa yang ada di pikiran gadis itu? Apa sedikit saja tidak memikirkan perasaan suaminya? Apa tidak ada cinta, berarti juga harus membutakan pikiran dan hati? Pria itu menghirup dalam-dalam udara di sekelilingnya. Ia sedang berada di balkon apartemen. Menenangkan hatinya yang bergemuruh, agar emosinya tidak meledak di depan sang istri. Semoga saja gadis itu peka dengan sikapnya. Tiba-tiba saja tangan melingkari perut Bara. Pertama kalinya pria itu mendapat perlakuan demikian. "Apa lo marah?" tanya Anya. "Apa harus aku jawab?" "Ya ... karena gue bertanya." "Mungkin jika aku yang selingkuh, kamu tidak akan marah. Mungkin malah senang. Dengan begitu, kamu jadi punya celah untuk melakukan hal yang sama atau untuk menggugat cerai. Tapi, kalau kamu yang selingkuh, tidak mungkin aku tidak marah. Jangan tanya kenapa, karena aku tahu, kamu tahu jawabannya." Bara mengembuskan napas kasar. Anya melepaskan tangan dari perut Bara. Ia berdiri di sebelah suaminya itu. Tingginya hanya sampai pundak sang suami. Gadis itu mendongakkan kepala. Melihat langit malam yang kebetulan tanpa bintang. Sambil menikmati embusan angin malam yang begitu menyejukkan. "Seandainya ... seandainya manusia bisa membolak-balikan hatinya, pasti gue memilih buat jatuh cinta sama lo. Sayangnya, tidak ada manusia yang bisa melakukan itu. Gue sangat berterima kasih lo udah mencintai gue sebegitunya. Tapi, coba tanyakan sama hati lo. Apa, itu benar-benar cinta, atau hanya obsesi lo? Soalnya, sampai sekarang, hati gue belum tersentuh sama semua perlakuan lo ke gue." Untuk pertama kalinya Anya bicara panjang-lebar dalam mode serius dan tanpa ngegas. "Kamu meragukan perasaanku?" "Ya ... siapa tahu, itu hanya obsesi lo." "Apa yang terjadi? Apa di kampus, ada laki-laki yang kamu cintai?" "Tadi siang, temen SMA yang sekarang juga jadi temen kuliah, nembak gue. Lo tahu? Sampai usia gue yang delapan belas ini, gue sangat mengharapkan saat-saat seperti tadi siang itu. Tapi, ya ... status s****n ini ngebuat gue harus buang jauh-jauh keinginan gue buat pacaran sama orang yang gue cintai." "Kamu mencintai dia?" "Gue selalu happy kalau deket sama dia, hati rasanya deg-degan nggak karuan. Apa itu cinta?" Anya balik bertanya. "Apa kamu bahagia kalau bisa pacaran sama dia?" "Tentu saja. Tapi gue rasa, itu cuma hayalan buat gue." "Aku ingin memiliki kamu seutuhnya malam ini. Setelah itu, kalau kamu ingin pacaran sama dia, silakan. Tapi, ingat! Jangan sampai melanggar batas. Aku hanya ingin kamu merasakan apa yang gadis seumuran kamu rasakan. Setelah itu, hanya aku yang berhak semua atas kamu." Mata Anya berbinar. "Lo serius?" "Ya ... kalau memang itu bisa membuat kamu bahagia. Tapi, kamu harus melayaniku malam ini. Lakukan apa pun yang aku mau." "Tidur bareng? Maksudku, kita melakukan proses itu?" "Ya ... syarat buat kamu untuk selingkuh. Dengan kata lain, kamu harus tetap prioritaskan suami kamu." Anya tampak berpikir. "Ehm ... oke! Tapi pelan-pelan!" Bara tersenyum penuh kemenangan. Ia melakukan itu karena menurutnya, cara itu bisa meluluhkan Anya. Apalagi kalau sampai gadis itu hamil. Digendongnya tubuh istri kecil ke kamar. Di dalam kamar, Bara melakukan apa yang dia inginkan. Tidak ada penolakan dari perempuan yang kini ada di bawahnya dengan tubuh penuh keringat. Yang ada hanya deru napas yang tidak beraturan akibat aktivitas mereka. Meskipun Anya tadi sempat ragu dan takut, tetapi Bara berhasil meyakinkan. Hingga kini istrinya telah berhasil ia miliki seutuhnya. Hati? Ia yakin si istri kecil sudah ada rasa. Pria itu hanya perlu meyakinkan sampai akhirnya nanti istrinya yakin, kalau mereka itu saling mencintai. Apa sakit? tanya Bara dengan suara berbisik. Sedikit perih, jawab Anya malu-malu, ia tersenyum. Kamu cantik banget dalam keadaan seperti ini. Apa aku akan langsung hamil? Aku tidak tahu. Kalaupun hamil, kan wajar karena kamu udah nikah. Tapi teman-temanku nggak ada yang tahu. Gimana kalau nanti mereka anggap aku cewek nggak bener? Kamu ini ... jangan mikirin yang enggak-enggak. Tangan Bara mulai usil mengelus-elus tubuh t*******g Anya. Refleks Anya memukul saat dia sadar apa yang dilakukan suaminya. Kamu, tuh, ya ... dikasih hati minta jantung! Aku mau lagi.... Bara merengek seperti anak kecil. Nggak ada! Kayak nggak ada hari lain aja! Oh ... ok! Besok berarti aku minta jatah lagi. Enak aja! Emang enak, kamunya juga keenakan. Ngaku aja. Ih ... Bara! Udah sana awas turun! Nggak bisa ... dianya nggak mau lepas. Tanpa Bara duga, Anya menggigit pundak suaminya itu. Aw! Sakit! Makanya awas, turun dari tubuh gue! Bara menurut. Namun, sebelumnya ia mencium dan menggigit bibir si istri kecil. Gue mau tidur. Jangan ganggun gue! Baik, Tuan Putri.... *** Setelah memberikan apa yang suaminya inginkan, esoknya Anya memberikan jawaban untuk Faiz. Lelaki itu sangat senang cintanya tidak bertepuk sebelah tangan. Sampai sekarang, ia tidak tahu tentang status Anya sebenarnya. Resmi jadian, Faiz tak lagi mau melepaskan Anya. Saat membonceng, Faiz meminta sang pacar untuk memeluk pinggangnya. Saat di kampus, tangannya selalu menggandeng tangan pacarnya itu. Yang tidak lelaki itu tahu, tengah terjadi pergolakan di hati perempuan itu. *** Saat Anya keluar kampus dengan membonceng Faiz, tiba-tiba motor Faiz dicegat oleh sebuah mobil yang tidak asing untuk Anya. "Ish ... tuh orang ngapain ke kampus segala," gerutu Anya dengan suara yang tidak dapat di dengar Faiz. Perempuan itu mengabaikan. Namun, suara klakson semakin memekakkan telinga. "Siapa, Sayang? Kamu kenal?" tanya Faiz. "Hah? Enggak, kok. Aku nggak kenal. Udah ayo, buruan jalan!" titah Anya. "Oke, pegangan yang erat." Faiz membawa motornya dengan kecepatan sedang. Anya diminta untuk berpegangan. Hal itu tak luput dari pengawasan Bara yang berada di dalam mobil di belakang mereka. Ia cemburu bukan main. Sampai di depan g**g menuju rumah bundanya, Faiz menurunkan Anya. Memang Anya yang memintanya. Perempuan itu berdalih, bundanya melarang untuk terlalu dekat dengan teman laki-lakinya. Faiz pun memaklumi. Apalagi bunda Anya seorang single parent pasti ingin yang terbaik untuk anaknya. Biasanya, setelah Faiz dan sepeda motornya tak lagi terlihat, Anya akan menyetop taksi. Kali ini mobil suaminyalah yang berhenti di depannya. "Masuk!" titah Bara setelah membuka kaca mobil. Anya pun menurut. "Ngapain, sih, pakai ngikutin gue segala?!" "Pengin tahu aja gimana gaya pacaran ala istriku ini." "Lo emang demen banget, ya, gangguin gue. Bukannya kerja, malah keluyuran di jam kantor." "Kerja buat apa ... buat siapa juga?" "Lo, kan, udah nikah. Udah punya istri. Ya buat istri lo, lah," sungut Anya. "Mana istriku? Yang abis selingkuh?" Suara Bara memang pelan, tetapi jika saja Anya peka, ia pasti bisa merasakan ada nada kekecewaan dan kesakitan di sana. "Ih ... gue nggak ngapa-ngapain juga. Cuma bonceng dia." "Besok, aku yang antar jemput kamu, ya ... kalau nggak mau pakai mobil, aku bisa, kok, pakai motor." "Enggak ... enggak. Lo, kan, udah ngijinin gue. Lagian, gue bayar mahal buat dapet ijin dari lo. Lo nggak boleh curang, dong!" protes Anya dengan menggebu-gebu. Sesampainya di apartemen, Anya masih marah dengan perkataan dan perbuatan suaminya. Hentakan sepatunya menandakan jika ia sedang kesal. Bukannya membujuk agar si istri kecil tidak lagi ngambek, Bara justru menarik sang istri ke dalam pelukan. Anya berteriak memberontak. "Gue lagi marah sama lo. Lepasin gue!" Bukannya melepaskan, Bara justru membungkam Anya dengan bibirnya. Pria itu sekarang sangat paham kelemahan istri kecil. Bibirnya sudah menjadi candu perempuan itu. Hingga setiap kali istrinya marah-marah, jurus ampuh membuatnya diam adalah dengan memainkan bibir di tubuh dan wajah sang istri. oOo
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD