>BAB 10<

1289 Words
Makan bersama yang katanya untukku malah kenyataannya untuk wanita lain!! Heh!! Namanya Miyabi, bukankah itu seperti nama bintang porno di situs tertentu?! Ah entah!! Mungkin hanya perasaaanku saja, lagipula aku gadis yang lugu, tidak paham begituan. Dan Uncle Dewo! Dia sepertinya sangat bahagia. "Aaakkhh!! Lebih baik kau nikahi saja dia!! Jangan, Aku! a*u!! Maksudku ... asudahlah!" "Kau lagi marah akan sesuatu?!" tanya anak kecil pria di sampingku, entah kenapa tiba-tiba berdiri sisiku, pakaiannya sangat lusuh dan wajahnya sangat kusam, dia seperti gelandangan. "Eh! T-tidak, Sayang. Kakak lagi belajar acting, jangan ditiru ya! Kata-kata kakak sangat kasar," ucapku salah tingkah menatap mata sendunya. "Kak, apakah kau ada uang?" "Uang?! Jangankan uang, Kakak aja tidak makan, perut kakak juga terasa lapar, tadinya mau makan bersama calon mertua, gak tahunya malah mereka makan bersamaan di dalam, sementara, Kakak! Dibiarkan kelaparan di luar restaurant. Tapi ... Kakak tidak bersedih! Kakak tidak menangis! Kakak kan, kuat!! Jadi ... hiks!" seruku tiba-tiba meneteskan air mata. "Katanya tidak menangis?" Anak kecil itu dengan polosnya menatap sikapku. "Hiks! Aku sedih, Nak. Om Dewo sialan itu katanya mau menikahiku, nyatanya! Dia tidak mau memperhatikanku. Apa kau, tahu?! Hati kecilku berkata, Dilla ... Kau harus menikah dengan Dewo kalau mau kaya! Tapi saat tahu kenyataan bahwa kami menikah karna pekerjaan! Sedih, Nak. Hatiku merasa sad! Hu ... hu ... hu ...." "Kakak, kesedihanmu tidak ada artinya bagiku, apa kau lihat dua sahabatku?! Mereka jauh lebih menderita dibandingkan denganmu!" serunya menghentikan tangisku. "Maksudmu?" tanyaku mengusap air mataku. "Lihatlah! Mereka minta makanan tapi malah dihina," ucapnya membuatku menatap dua pria kecil sedang meminta makanan pada seorang laki-laki setengah baya tapi bukannya memberi laki-laki itu malah mengiming-imingi dua anak kecil itu dengan makanan. "Kau mau makan? Hahahaha!" ejeknya sembari menyodorkan makanan ke arah dua anak kecil itu tapi saat dua anak kecil itu mau mengambil makanannya, pria itu malah menjauhkan piringnya. "Enak saja! Kalau mau makan! Kerja!! Apa kalian, tahu?! Makanan ini sangat enak! Rasanya nikmat! Hem--" iming-imingnya membuatku kesal. "Biadap!! Kalau tidak mau memberi makan, setidaknya abaikan kedua anak itu!! Kenapa malah mengiming-imingi mereka makanan!! As--" lagi-lagi aku hampir berkata kasar tapi aku tahan. Anak kecil di sampingku ini benar. Kesedihanku tidak ada artinya baginya! Baginya, kesedihan dua sahabat kecilnya jauh lebih besar dibandingkan dengan kesedihanku! Aku benar-benar malu!! Di dunia ini! Tidak melulu soal cinta! Tapi rasa kemanusiaan jauh lebih utama, alangkah bagus jika aku menangis karna melihat orang kekurangan makan menderita, bukan karna cinta. Cih!! "Kakak, haruskah kami mati kelaparan?" tanyanya lagi, kelelahan. "Tidak!! Tidak akan kubiarkan kau kelaparan!! Tapi ... bagaimana caraku keluar dari mobil sialan ini?!" makiku kesal karna masih berada di dalam mobil Uncle Dewo, sementara dia!! Masih makan bersama keluarga dan mantan kekasihnya di dalam restaurant. Keterlaluan!! "DEWOOO!! KELUARKAN, AKU!! DEWOOO!!" bukannya menjawab Uncle Dewo tampak kesal. "DEWOOOO!! WOWOOOO!!! OWOO!! KELUARKAN AKU DARI SINI!!" teriakku lebih keras lagi. Tidak mau merasa malu, Uncle Dewo keluar dengan muka merah padam. "Apakah kau gila?! Berteriak seperti orang tidak waras!! Bukankah kau menolak makan bersama kami sekeluarga?!" "Jangan banyak omong!! Buka saja pintu mobilmu!!" "DILLA!!" "BUKAAAA!!" teriakku jauh lebih keras lagi, setelah Uncle Dewo membuka pintunya, sontak aku lari membawa anak kecil lusuh itu tanpa menjelaskan apapun padanya. "Hei!! Kau mau kemana?!" "Heh! Bukan urusanmu!! Urus saja Miyabimu!!" seruku sambil lalu. "Kak, dia kekasihmu?" "Bukan!! Mana mungkin Om setua itu kekasihku, dia pelayanku, sementara mobil tadi adalah milikku." "Lalu kenapa kakak kelaparan?" "Sudah! Kita bantu dulu dua sahabatmu." Setelah sampai di meja makan pria yang tadi mengiming-imingi dua pria kecil makanan, sontak aku lemparkan makanan yang dia belum makan habis ke mukanya! "HEI!! SIAPA DIRIMU!! BERANI SEKALI MELEMPARKAN MAKANAN YANG AKU BELI KE MUKAKU?! HAH!!" marahnya tidak terima. Tapi bukannya takut aku malah menantangnya. "Siapa suruh kau mengiming-imingi dua anak kecil ini makanan?! Kalau tidak sanggup memberikan!! Setidaknya diam!! Dimana toleransimu!! Bukankah kau warga Indonesia yang baik?! Harusnya menerapkan sila kedua Pancasila! Bunyinya, KEMANUSIAAN YANG ADIL DAN BERADAP!! DENGAR?! KALIAN SEMUA DENGAR?!" marahku tidak sabar. Para pengunjung di sana saling tatap kebingungan. "Tapi tidak seperti ini caranya!! Aku makan pakai uangku sendiri!! Sementara dua anak pengemis ini!! Bisanya hanya meminta tanpa mau bekerja!! Apa kau tahu?! Bau badannya itu membuat orang mual!!" pria biadap itu semakin keterlaluan. "Kau-" "Kakak, sudahlah. Ayo kita pergi saja, disini tidak aman. Ayo, Kawan!" ajak anak kecil yang tadi bersamaku, menarik tanganku dan mengajak dua sahabatnya pergi meninggalkan tempat makan itu, hatiku hancur karena tidak bisa membantu. "Dilla!! Cepat sekali kau lari?! Siapa tiga anak ini?!" marah Uncle Dewo, ngos-ngosan mengejarku. "Oh, jadi kau kenal gadis ini?! Lihatlah!! Dia tidak sopan!! Datang-datang melempar makanan ke arahku!! Apa dia pikir aku makan tidak pakai uang?! Dasar berandalan!! Kalau tidak sanggup membeli makanan, setidaknya diam! Bukan malah melemparkan makanan ke muka orang!!" marah lelaki yang tadi bertengkar denganku, geram menatapku. "Benar itu, Dilla?!" Uncle Dewo tampak kesal menatapku. "Aku--" "JAWAB!! BENAR ATAU TIDAK?!" Uncle Dewo hilang kesabaran. "Benar," lirihku kesal. "Bagus!! Kau tadi menolak makan bersamaku dan malah mengusik makanan orang lain?! Luar biasa, Dilla. Meski kau berasal dari desa! Tidak sepantasnya berbuat seperti ini!! Sangat tidak sopan!!" marahnya tidak mau menerima penjelasan. "Tapi, Om. Aku tidak salah--" "Diam!! Masih mau membantah lagi?!" "Dewo!! Ada apa?!" tanya Miyabi, entah kenapa dia tiba-tiba datang bersama Sekar. "Tidak apa-apa, Miya. Makanlah! Kenapa kau menyusul kemari?!" tanya Uncle Dewo, tampak gelisah. "Dasar tidak tahu malu! Sampai kapan kau akan mempersulit hidup kakakku! Andai bukan karna Lina keponakanku! Sudah kuusir kau dari rumah kakakku!" hina Sekar, kali ini membuatku kesal. Kalau dipukul karena bersalah! Aku rela! Tapi untuk saat ini!! Aku tidak salah!! Sama sekali tidak salah!! "Aku tidak salah!! Ngapain malu!! Kalau kalian tidak mau dengar penjelasanku!! Terserah!! Ayo anak-anak!!" seruku menarik tangan mereka bertiga, anak kecil yang malang, kelaparan tanpa seorangpun mau memberinya makan. "Hei!! Mau kemana, Kau!! Ganti rugi dulu biaya makanku!!" Pria tadi masih cari gara-gara denganku. "Kakak, maafkan, Aku. Tidak seharusnya kau membela dua sahabatku, ini ada uang hasil mengemisku, kau bisa berikan padanya," melihat mata tulusnya, mataku berkaca-kaca, kenapa anak kecil sebaik mereka hidup menderita. Karna tidak mau terlalu lama bersama mereka, aku ambil uang koin dari salah satu anak kecil itu dan melemparkan ke arah pria pembuat masalah tadi. "Nih!! Makan!! Kalau masih kurang!! Ini!! Aku tambahin lagi!!" kesalku mengambil kantong plastik berisi uang dari anak yang satunya lagi dan melempar ke arah bapak yang tidak punya belas kasih itu. "Dilla!! Kau benar-benar tidak memperhatikan ucapanku, ya!! Jaga sopan santunmu!!" Uncle Dewo semakin geram melihat sikapku. "Aku gadis desa yang tidak tahu malu!! Kalau merasa keberatan dengan sikapku!! Maka tinggalkan, Aku. Aku tidak butuh belas kasihanmu!! Ayo, Anak-anak!" marahku pergi meninggalkan mereka semua, tentu saja dengan d**a sesak karna tidak terima dengan ucapan Sekar Baplang dan Uncle Dewo. Sialan!! "Benar-benar tidak tahu malu!! Tidak ada bedanya dengan binatang!" Sekar Baplang entah kenapa benci denganku?! Dia tidak menyukaiku. "Kak, kau tidak perlu melakukan ini," anak kecil yang tadi menghampiriku di mobil, tidak enak melihat aku dimarahi, sementara mereka yang dua lagi, hanya gemetar ketakutan. "Diamlah, Nak. Ayo kita cari uang!" ucapku bersemangat. "Dilla, berhenti!! Kau mau kemana?!" tanpa memperdulikan panggilan Uncle Dewo aku terus berjalan tanpa arah tujuan, meninggalkan segala derita karna tak berdaya dengan ucapan Sekar dan juga Bapak tidak berperasaan yang mengiming-imingi makan dua anak kecil laki-laki tadi! Uncle Dewo, dia lebih menyakitiku! Tidak mau percaya dengan ucapanku!! Mungkin karna sudah bertemu dengan kekasih baru. Makanya mengabaikanku. Miyabi .... Kau memang sungguh menarik hati, tanpa berkata, pria seperti Dewo jatuh hati, luar biasa .... ****** Hai, gimana kabarnya?! Suka gak, nih?! Komen ya, follow juga, yang paling penting, klik tombol Love juga, penulis abal-abal ini butuh Love yang banyak, sudah itu aja, wkwkwkwkwkwk Makasih, All .... TBC.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD