5.

1411 Words
Carina melirik ponselnya. Benda persegi pipih itu selalu saja mengganggu ketenangannya. Tapi memang sulit juga untuk melepaskannya. Karena sebagian kegiatannya dihasilkan dari benda itu. Sebenarnya ia enggan untuk kembali menyalakannya karena ia tahu apa yang akan ia temukan di dalamnya. Panggilan dari rumah dan pastinya beberapa pesan yang menanyakan dimana keberadaannya. Apa mereka memiliki semacam radar yang mendeteksi keberadaannya? Tidak, jangan bersikap bodoh, Carina. Mereka tentu saja menghubungimu karena kau mengaktifkan kembali ponselmu setelah beberapa lama me-nonatifkannya. Carina kembali meletakkan ponsel di atas nakas, enggan untuk membaca pesan siapapun yang masuk. Matanya memandang langit-langit kamar. Pikiran yang ingin dikosongkannya sama sekali tidak membuahkan hasil. Pelariannya selama ini ke Turki untuk menenangkan diri pada akhirnya kembali membawanya pada titik nol. Galau. Hasil curhatnya selama ini untuk mendapatkan solusi yang tepat pada akhirnya kembali pada pilihan awal. Menerima perjodohan yang dilakukan sang ayah. Jadi. Dia selama ini hanya berjalan di garis lingkaran yang selalu menuntunnya kembali pada titik semula tanpa ia inginkan. Carina menarik napas panjang dan menghembuskannya dengan perlahan. Berharap rasa yang menggumpal di tengah dadanya bisa melega seketika. Ia mengangkat tangan kirinya dan menutupi matanya dengan punggung lengannya. Ia sakit. Bukan secara fisik. Tapi sakit secara mental. Ia lelah, tapi ia dipaksa terus berlari. Ia ingin berontak, tapi tak punya alasan lagi untuk membuat pemberontakan. Dia terkurung oleh dilemma yang dimilikinya. Ia tak punya kunci untuk keluar dari masalahnya. Ia kalah dan berakhir dengan harus menerima perjanjian yang dibuat ayahnya. Dan itu membuatnya tak bahagia. Dua puluh delapan tahun. Ia tahu usianya memang sudah tidak muda lagi. Seharunya dia bisa menentukan jalan pilihannya sendiri. Tapi kenapa kini ia merasa seperti kanak-kanak yang dipaksa untuk mengikuti perintah ayahnya? Carina kembali menghela napas. Sebenarnya kenapa dia hidup seperti saat ini? Kenapa dia hidup seolah tidak punya harapan dan cita-cita akan masa depan. Ya, Carina mau tak mau harus mengakui kalau dirinya memang berbeda. Dia kini tak lagi memiliki obsesi, tak lagi memiliki cita-cita. Dulu. Ya, suatu saat di masa lalu. Dia sama seperti gadis kebanyakan yang percaya akan sebuah dongeng tentang masa dewasa yang indah dengan kisah cinta romantis yang berakhir bahagia seperti drama-drama dan novel-novel yang dia tonton. Dulu, ketika usianya masih belasan dia pernah membayangkan dirinya menjadi wanita karir yang sukes. Memiliki rumah idaman dengan anak-anak yang akan ia asuh. Memiliki suami yang ia cintai dan mencintainya dan membina kehidupan yang bahagia. Tapi sekarang? Sejak ia tahu bahwa kehidupan nyata tak seindah dongeng, semua mimpi itu hilang seketika. Ketika Syaquilla—sahabatnya merencanakan untuk membangun rumah impiannya dengan jerih payahnya sendiri meskipun tidak memiliki harapan untuk bersama pria yang dicintainya. Carina tidak menginginkannya. Padahal ia tahu, ia mampu untuk melakukan hal itu. Tapi ia tidak memiliki rumah impiannya. Ia tidak tahu siapa yang akan menempatinya. Ketika Gilang—pamannya memiliki hobi membuat furniture. Meskipun ibunya memaksanya untuk menjadi seorang dokter, tapi pamannya bisa membuat hobinya menjadi nyata dan menghasilkan seperti saat ini. Sementara Carina? Apa yang dia lakukan saat ini sebagai seorang model, itu semua bukan hobi, bukan juga obsesinya. Dia tidak lagi berandai-andai. Dia tidak lagi bermimpi. Karena semua mimpinya sudah hancur di suatu masa. Kesuksesan yang dulu pernah dibayangkannya kini sudah dimilikinya. Kaya, terkenal, semua itu kini sudah ada dalam genggamannya. Tapi semuanya ia rasa tawar. Karena ia tidak bisa membuat nyata impiannya untuk menjadi seorang wanita sempurna. Untuk menjadi seorang istri yang dicintai dan dipuja anak-anaknya. Impiannya untuk membangun rumah tangga pupus saat tahu bahwa 'dia', pria yang dicintainya sudah mencintai wanita lain sejak lama. Carina pernah menjadi remaja kebanyakan. Memimpikan hidup bahagia bersama seorang pangeran di sebuah negeri dongeng. Jangankan anak kecil, dewasa pun banyak hal yang menginginkan hal itu. Dan dulu, Carina pun menginginkan hal itu. Bahkan ketika salah satu sahabat kecilnya—Meyra, mengejar cinta pangerannya sampai ke luar negeri. Carina pun bermimpi suatu saat dia akan melakukan hal yang sama dengannya. Dan ketika Syaquilla berhasil mendapatkan pria yang sudah dipujanya selama belasan tahun, hati Carina pun semakin berkembang dengan pengharapan bahwa cinta yang selama ini dia pertahankan untuk pria yang sudah dikaguminya lama, pada akhirnya akan berakhir bahagia. Tapi mimpinya tidak semudah Meyra atau Syaquilla. Bukan berarti Carina menyepelekan kisah cinta keduanya. Dia sangat tahu bagaimana jatuh bangunnya perasaan mereka. Bagaimana banyaknya mereka menangis dan tersakiti. Tapi setidaknya, diantara tangisan dan rasa sakit itu, mereka mendapatkan apa yang mereka mau. Sementara Carina? Sejak langkah pertama pun, dia tahu bahwa apa yang dikejarnya tidak akan pernah menjadi miliknya. Karena tidak seperti Nathan yang diam-diam meperhatikan Meyra dibalik sikap dingin dan ketusnya. Ataupun Gilang yang juga memendam perasaan yang sama terhadap Syaquilla dan bersedia menentang ibunya—nenek Carina. 'Dia', pria yang Carina puja sama sekali tidak memiliki perasaan apapun pada Carina. Bagi pria itu, Carina tak pernah berarti, tak pernah terlihat. Terlebih ia tidak bisa menandingin wanita yang dipuja pria itu. karena Syaquilla, walau bagaimanapun bukanlah tandingannya. Ya. Pria yang dicintainya itu mencintai sahabat Carina sendiri. Syaquilla. Betapa sakitnya Carina saat itu. Jika saja gadis yang dicintainya bukan Syaquilla. Ia optimis kalau dia akan bisa menggeser posisi wanita itu di hari pria yang dipujanya. Tapi karena itu Syaquilla, Carina sudah menyerah sebelum bertanding. Lalu fakta lain membuatnya sadar. Inilah yang Tuhan takdirkan untuknya. Pria itu memang bukan jodohnya. Karena jika pun wanita yang ada di hari pria itu bukanlah Syaquilla, Carina masih tidak bisa bersamanya. Karena yang menjadi pertentangan mereka selanjutnya adalah 'Dia' dan Tuhan nya. Carina dan pria itu memiliki keyakinan yang berbeda. Dan hal itu merubah keoptimisannya menjadi sikap pesimis. Tuhan memang pengendali segala hal. Ia bisa merasa yakin kalau suatu saat nanti mungkin pria itu pada akhirnya akan memandangnya dan jatuh cinta padanya. Tapi setelah itu, bagaimana dengan keyakinan yang mereka pegang? Tidak mungkin bagi Carina untuk menuntut pria itu berpindah keyakinan mengikuti agamanya. Dan tidak mungkin juga Carina mengikuti agama pria itu. karena Carina takut pada Tuhan nya. Meskipun sekarang ini banyak orang yang memilih pernikahan berbeda agama. Tapi Carina tidak akan pernah menjadi salah satunya. Jika keyakinanmu saja sudah berbeda, lantas bagaimana dengan tujuan akhirnya? Carina menggelengkan kepala. Secinta-cintanya dia pada seorang manusia. Dia tahu bahwa mencintai Tuhan nya adalah hal yang paling utama. Dan disinilah letak kekecewaannya. Bukan pada orang lain, bukan pada Tuhan, tapi pada dirinya sendiri. Jika saja ia bisa mengatur hatinya. Dia juga tidak ingin mencintai orang yang tidak mencintainya. Jika saja ia bisa mengendalikan perasaannya, tentu saja ia ingin jatuh cinta pada orang yang tepat dan pantas. Dia tidak akan menginginkan apa yang tidak akan menjadi miliknya. Tapi rasa itu, walau bagaimanapun sudah ada sejak dia masih belia. Dan menghilangkan rasa itu bukanlah hal yang mudah, seberapa kali pun ia mencoba. Rasa itu masih saja tinggal disana. Dan kini, ia terikat perjanjian dengan ayahnya. Carina pada akhirnya tak bisa lagi berkelit dari perjodohan yang diatur ayahnya. Meskipun sejujurnya, ia sangat-sangat tidak menginginkannya. Bagaimana bisa dia menggantikan posisi pria yang sudah dicintainya begitu lama dengan sosok lain yang bahkan tak dikenalnya? Bagaimana bisa dia menikah dengan orang yang sama sekali tak dicintainya? Akan seperti apa kisahnya nanti? Bahkan pernikahan yang berdasarkan cinta pun tidak jarang berakhir suatu waktu dengan alasan yang tidak masuk akal. Mereka yang berpacaran lama pun tetap selalu terkejut dengan pasangan mereka masing-masing setelah ikatan pernikahan. Apalagi tidak saling mengenal dan tidak saling mencintai. Bukankah ada lebih banyak alasan untuk berpisah? Sementara Carina, ia tak beda dengan wanita lain pada umumnya yang hanya menginginkan pernikahan sekali seumur hidup. Dan sekarang, angan-angan itu kembali ke titik nol. Karena sesungguhnya dia tidak lagi percaya bahwa cinta itu akan hadir suatu saat kelak. Ayah dan ibunya selalu meyakinkan bahwa cinta itu akan tumbuh seiring berjalannya waktu. Tapi bagi Carina, itu hanyalah omong kosong belaka. Mungkin itu bisa terjadi pada orang lain. Satu per lima orang mungkin bisa mendapatkan kemewahan itu. Tapi baginya, ia merasa bahwa hal itu sangatlah tidak mungkin. Karena fakta yang terjadi di lapangan, tidak sedikit pula pasangan yang menikah karena dijodohkan berakhir dengan perpisahan. Meskipun tidak sedikit juga yang berakhir dengan hidup bahagia. Mungkin Carina bisa mengandalkan hubungan pertemanan dalam pernikahnnya dengan pria yang dipilihkan ayahnya. Tapi lagi-lagi, ia tidak bisa menjamin pernikahan itu akan berhasil. Carina menghela napas panjang. Sampai akhirnya satu nama terbesit di kepalanya dan memunculkan sebuah ide untuk menggagalkan perjodohan yang ingin dilakukan ayahnya. ~~~~~~~~~~~~~~~~~~ yang masih belum tap love di cerita Mimin siapa hayoooo?? cerita ini gak bisa update tiap hari sebelum jumlah ❤️ nya mencapai 500,, bukan mau Mimin, tapi emang syarat aplikasi nya begitu... jadi yang belum masukin cerita ini ke pustaka,, mimin tunggu ya...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD