Setelah dokter tadi pergi, Reya pun melakukan aktivitasnya dan berlanjut memutuskan untuk duduk di sofa, seraya memainkan ponsel membaca komik online juga buku yang dia bawa.
Jujur Reya merasa sedikit bosan kali ini, dia menunggu pria itu sadar dari tidurnya, memang Reya sedikit takut kalau pria itu kebablasan dan bukannya tertidur malah berlanjut mati seperti yang sempat dia pikirkan ketika melihat pria itu pingsan di kolam tadi.
Bagaimana Reya bisa tau kalau Ronal tertidur, sebab dia sebelumnya sudah sempat memastikannya, Ronal tidak merintih lagi juga berganti nafasnya yang berhembus teratur tanda kalau pria itu seperti tertidur di sana.
Sungguh Reya memang merutuki nasibnya sendiri yang seperti ini, akan tetapi dia tadi tetap melakukan hal hal seperti menyelimuti pria itu, membawakan ponsel Ronal yang sebelumnya ada di luar menjadi di dekat pria itu. Belum lagi Reya juga melakukan hal besar lain ... Emm,
Sungguh jangan katakan pada siapapun Reya sebenarnya cukup malu memberitahunya, karena faktanya dia tadi juga sempat mengompres pria itu beberapa kali. Menggunakan handuk juga air hangat.
Sial ...
Reya sendiri tidak berekspektasi akan melakukannya, namun di sisi lain dia seperti berfikir kalau apa yang dia lakukan sedikit benar, karena walupun pria itu begitu jahat kepadanya tapi dia di sini berstatus menumpang, dan di beri makan banyak juga yang enak enak, dan satu lagi Reya bisa juga menggunakan itu sebagai timbal balik atau mengambil kembali kata kata yang menyetujui memberi permintaan, belum lagi masalah hutang, Reya juga bisa balik menagih menjadikannya sebagai hutang yang harus pria itu bayar nantinya.
Sudah dua jam berlalu sejak Reya duduk dan membaca buku entah kenapa Reya jadi bosan dan mengantuk, dan dia perlahan terbaring di sofa panjang itu sampai akhirnya dia terlelap. Padahal Reya semalam sudah tidur terlalu lama, dan saat ini masih bisa tertidur lagi.
Namun ternyata semua tidak bisa bertahan lama, Reya langsung bangun lagi setelah mungkin lima belas menit tertidur, karena dia mendengar suara seseorang seseorang yang berbicara pelan.
Reya pun membuka matanya perlahan dia ingin memiringkan kepala seraya mengeliat di sana. Dan rupanya yang bertelefonan adalah Ronal, pria yang saat ini berbaring di bawah selimut itu. Walaupun baru bangun tidur Reya masih ingat kalau sebelumnya pria itu juga tidak sadarkan diri alias tertidur juga.
Hm ..., sejak kapan pria itu bangun?
Merasa kalau Reya juga sudah tidak ngantuk lagi dia pun bangkit dan memposisikan dirinya untuk duduk bersandar di sofa, seraya mengamati pria itu yang bertelefonan namun terdengar sering membalas hm hm saja. Biasanya saat keadaan normal saja pria itu mager berbicara apalagi saat keadaan seperti ini, sudah pasti triple mager kan. Triple nggak tuh.
Mungkin satu menitan menunggu pria itu bertelefonan, akhirnya Ronal pun menyudahinya dan barulah Reya mulai bergerak menghampiri ranjang pria itu.
Reya sebenarnya ingin mengecek keadaan Ronal, dan mungkin menempelkan tangan di dahi terbuka itu, karena memang sesi ngekompresnya tadi tidak dia letakkan terus di dahi, jadi dahi itu itu saat ini kosong tak terdapat benda apapun.
Dan tanpa mengatakan sepatah katapun Reya langsung mencondongkan tubuh dan menaikkan satu kaki ke atas ranjang, agar bisa mencapai pria itu, tak lupa tangan Reya terulur ke depan.
Pria itu yang sebelumnya memejamkan mata setelah menurunkan ponsel pun langsung membuka matanya, ketika punggung tangan kiri Reya berhasil bersentuhan dengan kulit dahi Ronal.
Dan Ronal sendiri tak menunjukkan reaksi apapun kecuali membuka mata lebar.
"Hm, lumayan turun banyak," ucap REya setelah merasakan kalau panas pada diri Ronal sudah sangat mendingan dari pada ketika di periksa dokter tadi juga saat dia kompres. Tapi tetap saja saat ini panasnya belum sepenuhnya mereda.
Reya menarik tangan kirinya kembali setelah selesai itu. Lalu dia menatap Ronal yang saat ini mata dingin itu juga tengah menatapnya.
"Maaf lancang, cuma ngecek," Reya melanjutkan kata katanya sebab sadar kalau saat ini tatapan Ronal berubah sedikit tidak enak kepadanya.
Tak ada balasan dari pria itu. jadi Reya bertanya lagi.
"Apa masih pusing?"
Satu detik ...
Dua detik ...
Tiga detik ...
Hingga mencapai detik ke sepuluh, pria yang berbaring itu sama sekali tak menjawab pertanyaan Rey.
Hei ... Tentu saja Reya geram sendiri di sana, namun dia berusaha menahan dirinya untuk tetap tenang dan tidak mengumpat, di saat pria tidak tau dirinya ini yang di tanyai baik baik malah bersikap macam kunyuk sialan.
Padahal niat Reya baik, dia memperhatikan pria itu, cih apa mungkin pria itu tidak ingat siapa orang yang sudah mengerahkan banyak tenaga untuk membawa dia dari kolam menuju ranjang, belum lagi yang mengompresnya.
Cih ... Kalau saja Reya tak memiliki kesabaran besar di sana, sudah dia semprot sedari tadi pria itu.
Tapi karena sudah berhasil menahan diri, Reya pun kembali berucap di sana.
"Tadi kata dokter, kalau anda bangun, anda di minta langsung meminum obat," Tugas Reya hanya sampai sana pokoknya, memberi pria menyebalkan itu obat lalu setelahnya dia akan pergi.
Ronal pun mengiyakan begitu saja. "Hm ya,"
"Saya akan meminta staff dulu untuk membawakan makanan ke sini, anda harus makan dulu." Reya pun membalik badan di sana.
"Hm,"
Dia berjalan menghampiri meja di sana perlahan, yakni nakas di samping ranjang tempat tidur Ronal biasanya _bukan yang saat ini digunakan_. Di sana memang terdapat telefon yang terhubung dengan bagian bagian di penginapan ini.
Dan akhirnya Reya pun mulai menelefon dengan perlahan, meminta makanan untuk di antar. Jujur jujuran saja ya, sebenarnya Reya tadi _mungkin satu jam yang lalu_ dia sudah sempat menghubungi pihak staff untuk menyiapkan makanan khusus orang sakit, tidak meminta lebih spesifik sih tapi mungkin akan di bawakan bubur. Intinya begitu, jadi kali ini dia hanya menelefon agar staff penginapan mengantarkannya yang sebelumnya sudah di panaskan dahulu.
Dan setelah setelah berbicara, dan staff setuju untuk segara mengantarkannya. Reya pun langsung saja menutup sambungan telefon tersebut. Berlanjut kembali ke samping Ronal.
Reya yang mulanya hendak mengambil ponsel yang sempat dia letakkan di ranjang, dan akan pergi keluar saja meninggalkan Ronal sendiri di kamar, entah kenapa dia malah mengurungkan niatannya itu.
Wanita itu menyipitkan mata di sana seraya menatap penuh Ronal. Reya merasa ter trigger ketika melihat Ronal yang berbaring di ranjang sambil memejamkan mata tersebut.
Sialan, Reya ingat betul bagaimana perjuangannya membawa pria itu, dan sampai dia tadi sempat tertubruk juga kan, tapi lihat saat ini pria itu malah sama sekali tidak ada beban bersikap acuh tak acuh seolah perjuangan keras Reya sama sekali tidak terjadi di sana.
Reya berdehem sejenak sebelum akhirnya dia mulai membuka suara di sana. "Anda tadi pingsan loh di kolam renang. Sudah tau anda sakit kenapa malah berenang?"
Reya melontarkan pertanyaan dengan nada sedikit sensi yang tidak dapat di tutup tutupi, bahkan saat ini wanita itu sampai melipat kedua tangan di depan dadanya, seraya menatap penuh pada Ronal.
Mungkin karena merasa di tanyai, sebab memang tidak ada orang selain mereka berdua di sana, akhirnya Ronal pun membuka matanya dan melirik wanita itu dengan tatapan yang sudah di pastikan lumayan dingin itu. belum lagi alisnya di angkat sebelah.
Sumpah demi apapun, di mata Reya pria itu benar benar songong sekali. Tidak perduli dia sedang sehat ataupun saki seperti ini, Ronal benar benar sangat tidak tau diri dengan tidak menurunkan kesongongannya.
Harusnya Reya tak perlu menolongnya saja bukan, biarkan pria itu mati di kolam renang,
Aishh ... Kan kan, Reya sampai memunculkan pemikiran jiwa psychopath nya itu.
Tidak hanya bersikap dengan tatapan yang menyebalkan, tapi Ronal juga saat ini juga melanjutkannya dengan ucapan, "Siapa anda berani melarang saya?"
Heh?
Reya mengernyit tidak suka, setelah mendengar pertanyaan yang memang benar mengejutkan baginya tersebut.
Dia mengepalkan kedua tangannya di sana _yang saat ini masih terlipat kuat di depan dadanya_.
"Saya? Haha jelas saya yang membawa anda dari kolam ke sini, anda kira anda se enteng itu." BERAT WAK! Reya melanjutkan jeritannya di dalam hati. Reya tidak bisa menahan diri untuk tidak mengungkapkannya. Pria menyebalkan ini harus tau tentang fakta tersebut, makanya dia memperjelas nya, agar se tidaknya pria itu mau bersikap sedikit baik pada malaikat penolong nyawa Ronal ini, Reya.
Dan akhirnya Reya menunggu balasan Ronal di sana dengan dahi yang mengkerut. Hanya saja jawaban Ronal adalah,
"Oh,"
Yups, pria itu hanya mengucap satu kata yang benar benar sangat membuat darah Reya auto mendidih dong.
Hell,
Oh oja?
Sial! Apa benar hanya oh saja responnya?
Padahal Reya berucap seperti itu ingin mendengar permintaan maaf yang sekiranya bisa pria itu ucapkan di sana. Atau bersikap baikpun sepertinya cukup, tapi apa hasilnya, Reya macam di injak injak. Usaha kerasnya tidak ada gunanya sama sekali.
Sial, jika psychopath Reya muncul lagi, rasanya Reya ingin mencekik leher pria menyebalkan itu mumpung saat ini Ronal tengah dalam keadaan tidak fit, jadi presentase Reya menang dan berhasil membunuh akan lebih banyak.
Cukup, itu hanya pemikiran Reya saja, dia tidak benar benar akan melakukannya kok.
Dan sebenarnya, Reya juga sedikit tidak merasa segan seperti biasanya karena melihat pria ini sedang lemah. Makanya dia berani melontarkan ke tidak sukaannya macam itu. Padahal sebelumnya saja di tatap tajam sedikit dia sudah cukup menciut.
Kembali ke Reya, karena dia sudah merasa jengah, dan kemungkinan besar tidak akan mendapat hasil apa apa, akhirnya Reya memilih akan melangkah pergi menuju luar, dari pada di sana, yang aman malah akan menambah suasana makin memanas, jadi keluar adalah keputusan terbaik.
"Ambilkan iPad saya!"
Eh ..,
Namun baru juga Reya bergerak se langkah, dia malah seketika di buat terhenti saat mendengar seruan dari Ronal tersebut. Dan dia langsung menoleh melihat ke arah pria itu yang saat ini membuka ponsel.
Apa?
Tunggu sebentar ...,
Dia menyuruh Reya? Begitu saja? Tanpa ada kata tolong di sana?
Reya di buat terheran heran jadinya, bagaimana bisa ada orang yang setidak sopan ini? Tidak mengucap maaf juga tolong. Hei ... Apa memang orang kaya selalu se tidak sopan ini ya.
"Ambilkan saya iPad di nakas!" Mungkin karena Reya tak kunjung merespon, makanya pria itu _Ronal_, sampai mengulang perintahnya yang bedanya sekarang menjadi melirik tajam Reya. Lirikan yang sangat tidak cocok untuk keadaan Ronal yang berbaring dengan wajah masih pucat macam itu.
Arhhh ...
Apa semua orang setuju jika Reya benar mencekik pria itu? Acungkan tangan!
Aishh ...
Reya menurunkan lipatan tangannya, dan membalas tatapan Ronal dengan sorot geram.
"Apa anda tidak sadar, jika anda sangat keterlaluan!" Bukan pertanyaan, namun pernyataan. Tidak perlu di tanyakan pun semua orang tau jika Ronal keterlaluan, dan harusnya pria itu juga sadar diri akan sikap buruknya terhadap orang yang sudah menyelamatkan nyawa.
"Hm?" Hanya saja nampaknya, pria itu sama sekali tidak menyadarinya, terbukti dari Ronal yang bergumam seraya mengangkat alisnya sebelah lagi.
Cukup!
"Anda menyuruh saya seenaknya tanpa ada kata tolong, yang bahkan saya sudah membantu anda tapi juga tidak mengucap terima kasih sama sekali." Cara memperjelas Reya kurang apa lagi sih. Memang tidak punya otak nan tidak tau diri bos Dhini ini. Aishh ..
Oh oh ... lihat lihat sekarang. Bukannya sadar dan merasa bersalah, tapi pria itu saat ini mulai menunjukkan smirk di bibir pucatnya itu.
"Bukannya itu memang tugas anda?" tanya Ronal dengan ejekan yang kentara dalam nadanya.
"Eh, apa?" Tentu Reya terkejut sekaligus tak mengerti.
Namun,
HEHHH ... BAGAIMANA BISA ITU JADI TUGAS REYA?
Okay menolong sesama adalah hal baik, tapi apa pria itu tidak berfikir jika sikap percaya dirinya harusnya tidak di tunjukkan pada orang yang sudah menyelamatkan nyawa dengan sangat ikhlas macam Reya itu. Yang bahkan Reya juga mengompresnya loh tadi.
"Tugas anda!" Makin lah pria itu memperjelas.
Reya juga makin geram, sampai suara gemelutuk giginya yang bertaut sedikit terdengar.
"Sialan! Saya bukan babu ya." Kapan lagi Reya bisa selepas ini. Eh ... enggak deng, biasanya juga lepas, hanya saja ketika setelah tau Ronal adalah bos Dhini, dia tidak selepas ini.
Pria itu mendengus seolah menertawakan penuh ejekan tentang kemarahan Reya, lalu dia tersenyum miring lagi di sana. "Apa saya belum mengatakan?"
Pria itu bertanya, tapi Reya langsung mengerutkan dahinya bingung.
"Mengatakan apa?"
Ronal berdehem pelan, lalu tersenyum yang seperti mengatakan kalau kali ini Reya akan kalah. "Em sepertinya belum ..., Jadi permintaan pertama yang harus anda kabulkan itu, menuruti semua yang saya perintah! Tanpa terkecuali!"
BOOMMM ...
Meledak sudah Reya. Dia terkejut bukan main. Reya lupa jika kemarin pria ini akan memberitahu tentang permintaan. Sungguh Reya juga tidak mengira kalau permintaanya seperti ini.
"Eh, gimana bisa gitu? Maaf ini nggak adil, saya nggak bisa!" REya jelas menolaknya mentah mentah. Hak hak keadilan pada dirinya benar benar tersingkirkan di sana. jadi dia tidak bisa menerimanya.
"Oh begitukah? Menurut saya adil tuh." Masih dengan begitu percaya diri, pria itu berucap lagi.
Keadilan dari mananya heh!!
"Sial, saya nggak mau." balas Reya dengan menggebu gebu, tak lupa dia juga mengumpat di sana.
Ronal pun terlihat menyudahi senyuman miringnya, lalu kembali fokus menatap ponselnya tersebut _acuh. "Terserah, kartu as anda masih saya pegang."
Kartu as apa sih?
Reya mengeram pelan di sana. Tidak mau menanggapi lebih, dia langsung mengambil langkah cepat hingga dia sudah mencapai pintu.
Dan setelah itu dia berhenti lagi, di karenakan mendengar lontaran kalimat yang keluar dari mulut pria yang berbaring di ranjang tersebut.
"Suatu fakta yang akan mem viralkan anda, bahkan citra sebagai penulis juga akan ___"
Deg ...
"TUNGGU SEBENTAR!" Reya membalik badan cepat seraya memekik keras di sana. Sungguh dia tengah melebarkan mata saat ini, dia terkejut sekali mendengarnya, makanya dia sampai memotong begitu saja pria itu meski belum menyelesaikan ucapannya.
Sungguh yang berputar putar di otak Reya saat ini adalah ...
Dia tau kalo Reya penulis?
Sungguh, itu benar benar mengejutkan untuknya, karena Reya jelas tak pernah mengungkapkan bahwa dirinya adalah seorang penulis, lagi pun kalau ada yang mengetahui selain orang terdekat tidak ada yang tau jika dia penulis novel best seller, di mana nama penanya selalu di gadang gadang membuat semua orang penasaran itu. Memang Reya tak pernah memberitahu tentangnya di publik, hanya sekedar nama pena saja.
Lalu bagaimana pria ini tau kalau dia seorang penulis?
"Bagaimana anda tau tentang pekerjaan saya?" tanya Reya dengan kecemasan yang sudah mendera itu. Dia meremat kedua tangan setelah dia tautkan.
Dan langsung saja pria itu mengalihkan pandangan lagi dari ponsel menjadi menatap Reya tak lupa wajah menyebalkan penuh ejekan yang di tunjukkan di sana. "Apa anda meragukan koneksi saya?"
Sialan!
Sungguh, entah kenapa Reya jadi merinding sendiri di buatnya.
"Ti -tidak bukan begitu."
Okay Reya harus tenang. Tidak mungkin, pasti tidak mungkin pria ini tau lebih jauh. Mungkin hanya sebatas pekerjaan penulis saja, pasti.
Akan tetapi solah bisa membaca pikiran Reya tersebut, Ronal malah bersuara lagi, yang mana langsung buat Reya makin shock tak terkendali.
"Saya penasaran jika semua orang tadi, kalau penulis dari film populer married agreement mendapat skandal __"
Reya sudah tak bisa berkata kata lagi, mulutnya ternganga lebar bukan main. Keterkejutannya mengalahkan semuanya. Sangkalannya langsung di banting tanpa jeda sama sekali.
Mungkin karena melihat Reya yang terdiam saja tak merespon lebih, dan masih menganga tersebut, pria itu pun berinisiatif untuk berbicara lagi.
"Saya tanya sekali lagi, ambilkan iPad!"
Bisa di bilang ini aalah kesempatan terakhir untuk menentukan pilihan Reya, apakah dia menuruti Ronal dan hidup depan nyaman tanpa sesuatu yang mungkin terjadi bencana yang pria itu timbulkan. Atau terima saja meski di suruh suruh ini itu oleh pria menyebalkan tersebut.
Dan jawabannya ...
Jelas Reya memilih menuruti pria itu, walaupun di sisi lain egonya terasa di injak injak. Tapi ya mau bagaimana lagi. Reya sungguh tidak ingin dirinya di ketahui masyarakat umum, dia tidak suka namanya terkenal sebagai 'Reya Sarastika'.
Tanpa mengatakan apapun, baik memperjelas dia setuju atau tidaknya, Reya langsung berbalik arah menjadi masuk kembali dan menghampiri nakas depan sana. Jadi sudah bisa Ronal pastikan kalau Reya setuju.
Makanya Ronal langsung mendengus puas melihatnya,
"Ishh ... Anjirlah, padahal masih kepala sakit masih mau natap layar," itu gerutuan Reya, cukup pelan, namun Ronal masih bisa mendengarnya samar samar.
Setelah mendapat apa yang Ronal minta tersebut di tangannya. Reya langsung kembali lagi untuk menghampiri Ronal dan menyerahkan iPad pro tersebut.
"Ini," ucap Reya seperti sama sekali tidak ikhlas di sana, sambil menyodorkan iPad tersebut.
Dan tanpa berbasa basi dan berkata apapun ronal juga menerima ipadnya.
Tok ... Tok ... Tok ...
Tidak lama, mereka berdua seperti mendengar suara pintu yang di ketuk pelan. Tanpa menebak nebak siapa yang datang, Reya sudah langsung tau jika yang datang pasti adalah staff di mana akan membawakan makanan untuk Ronal.
Reya melirik Ronal sejenak yang sudah fokus membuka iPad nya itu. Oleh karenanya, Reya sendiri juga segera bergegas menuju pintu dan membuka pintu tersebut mempersilahkan staff itu masuk.
Cklekk ...
Dia langsung membuka, dan benar bukan seperti tebakannya, jika yang datang adalah staff dengan meja dorong seperti biasanya.
"Permisi ibu, saya mau mengantar makanan," staff tersebut langsung mengucapkan niatannya dengan sopan.
Kepala Reya bergerak mengangguk pelan. "Oh iya, terimakasih,"
Dan karena Reya meminta untuk dia bawa sendiri saja, akhirnya staff itu memberikan nampaknya kepada Reya di depan pintu. Dan akhirnya staff Setuju.
Setelah mengucap terimakasih, staff wanita dengan poni depan itu itu pun pergi dari sana. Makanya Reya juga segera masuk dan menutup pintu kembali.
Reya menghampiri Ronal dengan membawa nampan di tangannya.
"Ini cepat makan." ucap Reya masih kesal sendiri sambil menurunkan nampan berisi mangkuk bubur itu di atas ranjang samping Ronal.
"Apa anda buta?" Tanpa menoleh ke arah Reya, tiba tiba saja Ronal berkata kasar seperti itu, yang mana langsung membuat Reya terperangah bingung. Apa maksudnya.
"Hah?" Reya juga tak menutup nutupi raut kebingungan di wajahnya tersebut.
Sontak saja Ronal menoleh sinis pada Reya. "Anda tidak punya mata untuk bisa melihat saya sedang sakit!"
Ap -apa maksudnya?
Makin terperangah lah Reya. Dia juga tak bisa menahan bibirnya yang melongo.
Sebentar ... Bagaimana bisa pria itu mengatainya tidak punya mata.
Sial, Reya sedikit menebak ke mana arah pembicaraan pria menyebalkan itu, karena seolah pria itu meminta Reya untuk menyiapkannya, apalagi memang kalau bukan itu.
Reya mengepalkan kedua tangannya geram. "Eh maaf ya bapak Ronal yang terhormat, anda sakit di kepala dan badan demam, tapi tangan anda masih utuh dua duanya. Cih, apa maksud anda untuk menyuapi begitu __"
Belum juga Reya menyelesaikan ucapannya, Ronal lebih dulu menyela dengan tambahan seringaian di bibirnya tersenyum. "Memang,"
Sial!
Reya makin menambah kekuatan kepalan tangannya. Aishh ... Ingin sekali dia melayang kan kepalan tangan itu dari pada mubazir sebab sudah terkepal.
"Suapi saya!" Pria itu masih menyeringai puas, seolah begitu senang dengan respon penuh kekesalan dari Reya.
"Maaf?" Reya sungguh masih tidak percaya dengan pria tidak tau malu ini, bisa bisanya malah makin memperjelas, walaupun Reya menunjukkan ketidak nyamanan di sana.
"Selain tidak bisa melihat anda juga tidak bisa mendengar ya rupanya." Sindir pria itu sengaja, yang makin makin lah menjadikan kepulan asap pada diri Reya berkobar hebat.
"Aishh ... Saya tidak mau!" tolak Reya kekeh dengan menggebu gebu. Seolah memang dia benar tidak akan menurutinya.
Namun,
"Benarkah?"
Ketika Ronal kembali menanyakan ulang dengan nada yang amat menyebalkan, membuat ke kekehan Reya hancur berkeping keping. Reya tidak sanggup mempertaruhkan nasibnya yang akan rusak jika dia tidak mau menuruti pria itu.
"Anda benar benar ___ Aishh ..."
Dan akhirnya dengan kekesalan yang masih menggebu gebu kuat, Reya pun tetap melakukan perintah Ronal, dengan mengambil mangkuk itu, dan naik ke atas ranjang agar dia bisa menyuapi Ronal dalam jarak dekat _sebab Ronal berbaringnya di posisi tengah ranjang king size_.
Sialan!
Reya benar benar menyumpah serapahi pria sakit itu, seraya tetep merutuki dirinya sendiri, kesal sebab waktu liburannya yang harusnya bisa tenang nyaman damai, malah harus terganggu dnegan membantu orang sakit ini.
Aishh ...