Hans menutup kedua mata seorang gadis yang tengah duduk di tepi sungai.
"Hans?" Gumam gadis itu.
Hans tersenyum dan melepas kedua tangannya kemudian mengecup singkat kening gadis itu.
"Sorry i'm late." Hans tersenyum lembut
Gadis itu tersenyum dengan cantiknya, "Tak apa, aku bahagia kau di sini."
Hans terkekeh pelan dan mengeluarkan cincin berlian dari kotak kecilnya kemudian memasangkannya.Gadis itu mengangkat tangannya ke atas melihat jari manisnya yang dilingkari cincin berlian berbebentuk hati itu semakin indah karena cahaya matahari.
"It's beautiful."
Hans menyelipkan helaian rambut gadis itu ke belakang telinganya, "Beautiful as you."
Sang gadis tersenyum bahagia dan memeluknya, Hans memeluk erat gadis itu kemudian tatapannya menjadi sedih.
"Sorry." ucapnya pelan.
Gadis itu nampak bingung, "For what?"
"Mengurungmu di tengah hutan seperti ini, tapi percayalah-"
"Aku mengerti, aku akan selalu mencintaimu dan percaya padamu."
Hans memeluk gadis itu dan berucap, "I love you so much, Chloe."
★ ★ ★ ★ ★ ★
"Lucy"
Lucy mendongakkan kepalanya mencari seseorang yang memanggilnya dari balik jeruji besi itu.
"Chelsea!"
Jeruji besi itu terbuka lebar dan keduanya saling berpelukan.
"Aku minta maaf, aku benar-benar tidak percaya kakakku akan melakukan ini padamu."
"Ini sama sekali bukan salahmu, Chelsea."
Chelsea menuntun Lucy keluar dari jeruji besi itu dan pergi ke kamar Lucy, "Bersihkan tubuhmu."
Lucy menggeleng, "Aku hanya ingin pergi dari sini Chelsea! Kumohon, kedua orangtuaku mencariku!"
"Lucy, maafkan aku.... Aku dari keluarga mafia sudah pasti aku memiliki jiwa mafia." Chelsea memasang raut menyesal.
"Maksudmu?"
"Mafia mempunyai jiwa kesetiaan yang lebih."
"Kau-"
"Ya, Kakakku dan orangtuaku mafia."
Lucy menangis, ia tidak berdaya, ia takut. "Bunuh aku Chelsea!"
Chelsea ikut menangis, "Maafkan aku."
"Kau tahu? Aku pindah dari Indonesia ke New York karena ingin melanjutkan kuliahku, ingin mengenal dunia luar, ingin bertemu sahabat lamaku! Tapi ini yang aku dapatkan?"
Chelsea semakin menangis, "Maafkan aku."
"Dia bahkan memukul sahabat lamaku di depan mataku! Aku bahkan belum sempat berbicara banyak dengannya! Dia juga mengurungku di jeruji besi selama tiga hari tanpa makanan! Dia juga merenggut kehormatanku! Aku benci dia, Chelsea! Bunuh aku, kumohon! Katakan padanya untuk membunuhku saja!"
Chelsea menangis sesegukan, "Maaf."
Lucy menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Chelsea menghapus bulir bening yang berjatuhan dari matanya.
"Tapi beginilah hidup, Lucy. Tidak ada yang mulus semua pasti punya masalah masing-masing."
"Aku tahu, maaf. Aku hanya butuh teman cerita untuk mengungkapkan perasaanku, tapi benar aku sangat ingin bertemu dengan sahabat lamaku." ucap Lucy sambil menghapus airmatanya.
"Siapa?"
"Leon, aku sangat merindukannya. Salah satu alasanku pindah ke sini adalah aku ingin bertemu dengannya." ucapnya sedih.
"Leon?"
"Ya, dia orang Thailand yang pindah ke negaraku dan kembali pindah ke New York."
Chelsea mengerutkan keningnya, "Leonard Carltons? Yang kau peluk di pesta?”
Lucy mengangguk cepat dan menatap Chelsea dengan penuh harap, "Kau mengenalnya?"
Chelsea menatap lurus ke dalam mata Lucy, "Dia salah satu musuh kakakku.... Itu berarti kau juga musuhku!"
"Chelsea, kau bicara apa?"
Chelsea mengambil pistol dari balik roknya dan menodongkannya pada Lucy, "Apa kau mata-mata?"
"C-Chelsea?"
Chelsea menggelengkan kepalanya dan menaruh kembali pistolnya, "Sepertinya tidak."
"Hanya mata-mata yang bodoh memberitahukan identitas bosnya." suara berat nan sexy itu terdengar dari daun pintu yang tengah terbuka menampakkan sosok pria berahang tegas tengah menyandarkan bahunya di pintu.
Lucy menatap benci Hans dan Hans melangkah mendekat pada Lucy refleks gadis itu mundur, Chelsea yang hendak melindungi Lucy mengurungkan niatnya karena ia yakin kakaknya tidak akan menyakiti Lucy. Hans menarik dagu Lucy.
"Sepertinya aku mendapatkan joker di sini."
Lucy menatap Hans dengan bingung kemudian Hans berbicara lagi, "Kau akan mendapatkan apa pun yang kau inginkan tapi dengan satu syarat."
"Apa?"
"Kau harus mengikuti perintahku."
"Apa pun yang aku inginkan?" Ulang Lucy.
Hans memutar kedua bola matanya, Perempuan murahan semuanya sama saja. "Ya."
Lucy menatap Chelsea yang menatapnya juga dengan tatapan yang tak yakin kemudian ia memejamkan matanya menahan semua pikiran bagaimana akan terjadi ke depannya dan menarik napasnya, "Deal"
★.★.★.★.★.★
"Kau menyuruhku untuk mengkhianati sahabatku?"
"Setidaknya kau bisa bebas bertemu dengannya. Asalkan kau tahu aku benci pengkhianatan dan aku akan segera tahu kalau kau mengkhianatiku."
"Tapi aku tidak mau kau membunuhnya!"
Hans menyeringai, "Tidak akan, kita mulai semuanya dari awal, ok?" Tawar Hans.
Lucy mengangguk pelan.
"Apa yang kau inginkan?"
"Aku ingin kuliahku dan tinggal di rumahku juga bertemu dengan kedua orangtuaku."
Hans mengernyitkan dahinya bingung, biasanya orang akan meminta uang, mobil, perhiasan, rumah dan lainnya, "No, soal kau tinggal kau harus tetap tinggal di sini."
Lucy mendecak kesal, "Baiklah, aku akan memindahkan barang-barangku dulu."
"Terserah, jika kau membutuhkan sesuatu katakan saja padaku."
Lucy duduk di sofa, sejak Chelsea pulang ia terus memikirkan apa yang akan terjadi dengan Leon nanti. Lucy pergi ke halaman dan Hans menarik tangannya.
"Mau ke mana kau?"
"Memindahkan barangku." jawab Lucy enteng.
"Scott!" panggil Hans.
Dengan tergesa-gesa pria itu menghadap Hans, "Ya, Tuan?"
"Antarkan dia dan bawa ia kembali."
"Baik, tuan."
Hans menatap dingin mobil yang melaju itu sedikit seringainya terukir di bibirnya.
★.★.★.★.★.★
"Lucyyyy" suara yang berasal dari lorong dan sosok itu langsung memeluknya, "I miss you so much! Sudah dua minggu lebih kau tidak masuk kuliah dan kuhubungi pun kau tidak membalas."
Lucy menggaruk kepalanya yang tak gatal, "Aku sakit dan ponselku rusak."
Maafkan aku Shera....
"Ayo, sebentar lagi Mr.Jacksaws akan memulai mata kuliah."
Lucy mengangguk dan melanjutkan hidupnya seperti biasa, bedanya ia tinggal di rumah dan mengikuti perintah iblis. Rencananya ia ingin pergi mencari orangtuanya tapi ia malah dijemput oleh sopir sialannya Hans.
"Bisa kau antarkan aku ke NYCPD (New York City Police Dapartement)?"
"Tentu, tapi untuk apa?" Tanya Scott sedikit was-was.
"Aku mencari ibuku."
★ ★ ★ ★ ★ ★
"Apa?! Apa kalian bercanda?!"
"Tidak nona, Bapak dan ibu yang mencari nona telah meninggal dunia. "
"A-apa?! Tidak mungkin!"
"Ini kasus pembunuhan."
"Siapa?! Siapa yang telah melakukan ini?!"
"Pelakunya belum tertangkap, nona."
★ ★ ★ ★ ★ ★
Hans menatap datar gadis yang tengah mengurung diri di kamar megah itu. Hans tidak peduli ia menaruh tas kerjanya dan segera mandi.
Cklik!
Hans keluar dari kamar mandi dengan celana boxer-nya, tatapannya langsung tertuju pada King size-nya di mana seorang gadis memakai baju handuk berbaring di atasnya.
Hans menautkan keningnya, "Apa yang kau lakukan?"
Gadis itu tersenyum kemudian berjalan ke belakang pria itu dan mengaitkan kedua tangannya di pinggang pria itu lalu mengecup lehernya, "Make love?"
Hans melepas kedua tangan gadis itu, menatapnya dengan seksama. "Ada apa denganmu?"
Gadis itu tersenyum namun mata bengkaknya tidak dapat berbohong, "Aku baik-baik saja. Aku hanya merindukan sentuhanmu." bisik gadis itu sensual.
Hans mendorongnya ke atas king size-nya dan mengecup leher jenjang gadis itu, "Katakan saja, sudah kubilang aku akan mengabulkan semua keinginanmu."
Gadis itu mendorong Hans membuat mereka saling bertatapan kemudian gadis itu mengecup singkat bibir Hans, "Aku ingin mencari pembunuh orangtuaku."
Hans menatap gadis itu datar, "Hanya itu?"
Gadis itu tersenyum dan menyentuh leher Hans dengan telunjuknya, "Make love to me."
Hans tersenyum dan mengangkat gadis itu dengan bridal lalu mendaratkannya ke kamar gadis itu kemudian pergi keluar.
"Hans, kau mau ke mana?"
"Tidurlah Lucy, kau terlalu banyak minum." ucap Hans menutup pintu kamar gadis itu.
"Tunggu, Hans! Kau bilang akan mengabulkan semuanya?! Hans!"
"Dasar jalang." gumam Hans kembali ke kamarnya.
★ ★ ★ ★ ★ ★
"s**t!" dengus Lucy memegang kepalanya yang sangat pusing itu.
Aku minum semalam.... dan....
"Mama.... Papa.... " ucapnya sedih dan sambil menangis. Lucy menutup wajahnya dengan telapak tangannya, "Bagaimana ini bisa terjadi?"
"Tenanglah."
Lucy melihat sumber suara dan sedikit kesal, "Kenapa?!"
"Kau tidak akan bisa berpikir jernih." ucap Hans yang tadinya bersandar di pintu kini pergi.