Hari berikutnya mengambil lokasi syuting di sebuah cafe.
Adegan tiga.
Aku dan Erick duduk di sebuah meja yang telah dipesan Erick beberapa hari sebelumnya. Alunan musik menambah suasana romantis di antara kami.
Erick membuat gerakan dengan menjentik jarinya dan lagu tadi langsung berubah menjadi lagu miliknya.
"Hmmm kamu membawaku ke sini untuk makan malam atau mendengarkan lagu terbarumu?" Tanyaku.
Erick menyatukan tangannya dan menatapku lembut.
"Bukankah makan malam diiringi laguku sendiri lebih menarik dibandingkan lagu orang lain?" Balasnya.
Aku tersipu malu dan mengangguk setuju.
"Tentu saja, kalau boleh tau kamu dapat inspirasi membuat lagu seindah itu dari mana? Maksudku lagu ini sepertinya punya jiwa saat kamu menyanyikannya."
Erick menyentuh tanganku dan menggenggamnya.
"Sejak dulu, kamulah inspirasiku. Allea."
"Cut!" Teriak pak Syamsul.
Mendengar teriakan itu aku langsung menarik tanganku dan bersikap acuh saat pak Syamsul lagi-lagi memuji akting Erick yang terlihat natural.
"Oke, adegan berikutnya kamu akan melamar Allea, Erick."
Pak Syamsul menyerahkan sebuah kotak warna merah dan Erick membukanya. Aku melihat sebuah cincin bermatakan berlian di dalamnya.
Wow acara reality show ini benar-benar totalitas dan cincin itu terlihat benar-benar seperti cincin asli.
"Asli?" Tanyaku penasaran.
Pak Syamsul melihatku, "Tentu saja, ini akan menjadi cincin kamu sampai episode terakhir dan jangan pernah berpikir untuk menjualnya," pak Syamsul tertawa dan aku pun ikut tertawa meski dipaksakan karena candaannya tidak lucu.
"Oke, kita lanjut." Pak Syamsul kembali ke kursinya dan aku pun bersiap melanjutkan adegan keempat, mudah-mudahan hari ini syutingnya cepat selesai.
Adegan empat.
"Wow, aku menjadi inspirasimu? Bahkan kita baru bertemu beberapa hari yang lalu." Aku tertawa dan melanjutkan memotong steak dengan pisau.
Erick pun melakukan hal yang sama.
"Mungkin kamu boleh berpikir kalau kita bertemu baru beberapa hari yang lalu tapi bagiku kita sudah terikat sejak 10 tahun yang lalu," ujarnya.
Aku menghentikan memotong steak lalu melihatnya.
"Ada apa dengan 10 tahun yang lalu? Kenapa kamu selalu mengungkitnya?" Tanyaku dengan geram.
Tidak ada teriakan 'cut' dari mulut pak Syamsul.
"Tidak, hanya saja bagiku kamu tidak saja wanita yang baru aku kenal beberapa hari ini. Bersama kamu sehari saja seperti satu tahun dan ini sudah 10 hari berarti sudah 10 tahun kita bersama, maukah kamu hidup bersamaku 100 tahun lagi?"
Sumpah aku butuh teriakan 'cut' agar bisa bernapas.
"Kamu terlalu pandai memainkan kata-kata," balasku.
Erick tersenyum dan mengeluarkan sebuah kotak dari dalam kantong jasnya. Setelah itu Erick berdiri lalu menghampiriku, beberapa detik kemudian Erick langsung berlutut di depanku.
"Maukah kamu menjadi istriku, Allea?"
Aku mengedipkan mata berkali-kali dan tidak menyangka Erick akan berlutut.
"Aku ..."
"Jadilah istriku, Allea."
Reflek aku mengangguk dan Erick mengambil tanganku lalu dia memasangkan cincin tadi di jariku, Erick berdiri lalu menjulurkan tangannya.
"Mau berdansa?" Ajaknya.
Aku mengangguk dan kami mulai berdansa dengan mata saling menatap tanpa berkedip.
"Kamu cantik malam ini, Allea." Bisiknya bahkan aku yakin ucapannya tidak terdengar di kamera.
Seharusnya pak Syamsul menghentikan ini tapi saat aku melihatnya pak Syamsul sedang menikmati adegan ini dengan serius.
"Hentikan omong kosong loe, cepat akhiri adegan ini karena gue benci kita sedekat ini," balasku dengan suara pelan agar tidak didengar kamera dan orang lain.
Bukannya mengakhiri Erick semakin menarik pinggangku hingga tubuh kami bersentuhan. Bahkan aku bisa merasakan hembusan napasnya di wajahku.
Erick mendekatkan bibirnya ke bibirku lalu dia mulai menciumku.
Erick menciumku!
Erick menciumku!
Aku benar-benar kaget dan mengedipkan mata berkali-kali. Reflek aku langsung mendorongnya dan melayangkan tanganku ke pipinya.
"Kurang ajar!" Teriakku sambil menghapus bekas ciumannya.
Suasana langsung hening dan aku baru sadar kalau ternyata ada salah satu kru sedang berdiri sambil memegang kertas bertuliskan 'Kalian harus ciuman'
"Cut!" Teriak pak Syamsul sambil mendekatiku dan Erick.
"Maaf, saya kaget tiba-tiba Erick menciumku. Saya tidak baca petunjuk itu," aku menunduk malu.
Pak Syamsul tertawa lalu menepuk bahuku beberapa kali.
"Santai saja, kita ulang lagi dari ciuman ya."
Ulang? Ya ampun aku harus ciuman lagi?
Aku melihat ke arah Erick dan dia sedang memegang pipinya sambil tersenyum.
Sialan! Aku masuk lagi dalam perangkapnya.
****
Syuting akhirnya selesai dan ternyata aku harus melakukan adegan ciuman berkali-kali sampai bibirku bengkak, Winda memberiku sebuah es untuk mengompres bibirku ini.
"Mbak, dower amat bibirnya."
"Jangan bikin gue marah ya, elo pikir gue suka melakukan adegan ciuman berulang-ulang seperti tadi?" Makiku dengan kesal.
Aku hanya bisa melampiaskan kekesalan kepada Winda.
"Tapi serius loh ini, mas Erick totalitas banget setiap kalian ciuman. Nikmati banget gitu dianya. Hihihi."
Winda benar, Erick mengambil kesempatan dalam kesempitan. Aku mengeram kesal membayangkan dia sengaja melakukan kesalahan-kesalahan kecil agar kami melakukan adegan ciuman berkali-kali sampai bibirku seperti ini.
"Erick masih belum pulangkan?" Tanyaku.
"Belum, kayaknya dia lagi istirahat di mobil. Oh iya aku mau temui manager mas Erick dulu, mbak di sini dulu ya." Ujarnya.
Aku mengangguk dan setelah Winda pergi aku langsung diam-diam meninggalkan mobil dan mencari mobil Erick. Aku ingin melampiaskan kekesalanku hari ini padanya.
Setelah yakin managernya sedang bersama Winda aku langsung membuka pintu dan melihat Erick sedang tidur di bangku belakang. Aku lalu masuk ke dalam mobilnya dan menutup pintu dengan keras agar dia bangun.
Erick membuka matanya dan sepertinya dia kaget melihatku duduk di sampingnya, bukannya bertanya alasanku menemuinya Erick malah kembali tidur.
"Bangun!" Teriakku dengan kesal.
"Hmmm, ngomong aja." Ujarnya dengan mata masih tertutup rapat.
Aku membuat gerakan ingin meninjunya tapi aku urungkan, aku membuang napas beberapa kali agar emosiku mereda.
"Elo sengaja kan agar bisa cium gue berkali-kali?" Ujarku langsung tanpa basa basi.
"Hmmmm," balasnya.
Hmmm? Cuma itu? Ya Tuhan, rasanya aku ingin membunuhnya saat ini juga.
"Elo nggak berubah ya sejak dulu, elo mau melakukan apa saja demi kesenangan diri sendiri tanpa peduli perasaan gue!"
Erick membuka matanya lalu dia melihatku sejenak, setelah itu dia hendak memegang bibirku tapi aku mencoba menghindar.
Erick mencoba lagi dan kali ini dia berhasil.
"Sakitkah? Maafkan aku ya."
Aku menghalau tangannya dan langsung keluar dari mobilnya karena rasanya aku kehabisan napas berada di satu tempat bersama Erick.
****
Hari ini aku sengaja meminta Winda membatalkan seluruh jadwal syuting karena kondisi tubuhku tidak terlalu baik. Aku demam dan juga flu sejak pulang syuting acara menyebalkan itu.
Seharian ini aku habiskan waktu dengan tidur dan juga menonton televisi.
Malam ini acara itu akan tayang dan aku penasaran seperti apa hasil syuting menyebalkan itu setelah selesai di edit.
Setelah memesan makanan melalui gofood aku mulai menonton acara 'The World of The Married' yang mulai disiarkan.
Bisa dibilang episode satu ini tidak ada adegan yang diedit bahkan seingatku semua adegan yang aku lakukan bersama Erick dimasukkan semua hingga akhir tayangan saat Erick menciumku.
Drttt drttt
Ponselku berdering dan nama mami muncul di layar ponselku.
Ah aku merindukan mami dan calon adikkku.
"Halo mi.
"Kamu ciuman dengan Erick? Ya ampun, Allea!"
Sudah kuduga kalau mami akan seheboh ini kalau menonton acara itu.
"Terpaksa mi."
"Kamu masih mau melanjutkan rencana kamu itu? Jangan main api Allea, mami takut kamu terbawa perasaan dan akhirnya ..."
Mami berhenti melanjutkan ucapannya.
"Akhirnya apa mi?"
"Jatuh cinta padanya."
Mendengar itu aku langsung tertawa.
"Hahaha jatuh cinta? Ya ampun mi, nggak mungkinlah. Aku itu hanya mencoba profesional meski aku jijik setelah dia menciumku. Mami tenang saja, aku tidak akan pernah jatuh cinta padanya."
"Jangan sombong, benci dan cinta itu tipis nak."
Mami mulai menasehatiku dan aku pun mendengarnya dengan seksama. Bagiku Erick itu mimpi buruk dan aku tidak boleh jatuh cinta padanya.
****