Rama menenggak gelas kedua winenya yang dituangkan oleh Rahardi setelah melakukan cheers. Keduanya sedang duduk di kursi santai di balkon menikmati angin malam pantai.
Rama yang sedang menikmati sensasi winenya tiba-tiba merasa gelenyar aneh dalam tubuhnya, sesuatu seperti gejolak nafsu yang tiba-tiba menggelegak begitu saja, mendidih seperti larva, refleks dia merapatkan pahanya saat merasakan sesuatu menegang dibalik celana santainya. Susah payah dia mencoba mengatur nafasnya yang tiba-tiba memburu dan tubuhnya yang tiba-tiba kepanasan. Aneh sekali. Batinnya.
Diliriknya sang papi yang sedang menatap datar pemandangan alam sekitarnya dengan gelas wine yang tertempel dibibir, mata Rama beralih pada isi gelas sang papi yang masih sama seperti saat pertama kali dia menuangkan winenya lalu tiba-tiba kepala Rama seperti dipukul palu saat melihat sebuah seringai keluar dari bibir sang papi.
"PAPI!!!" seru Rama mulai mengerti apa yang terjadi.
Dengan segera dia berlari ke kamarnya dan Dea diiringi dengan gelak tawa sang papi.
Rama membuka kasar pintu kamarnya membuat Dea yang baru saja akan meneguk teh jahe yang dibuatkan Ana beberapa menit yang lalu menghentikan aksinya. Ditatapnya Rama dengan kesal.
"Bisa gak sih masuk tuh yang sopan?" tanyanya galak, didekatkannya kembali gelas berisi teh jahe itu ke bibirnya membuat Rama yang baru saja bernafas lega kembali panik dan langsung berlari menerjang gelas di tangan Dea, mendorong gelas itu hingga terpental ke lantai kamar dan pecah berantakan.
"Anjir, lo ini apa-apaan sih, Ram?" teriak Dea sambil melap wajahnya yang terciprat teh dengan lengan bajunya.
"grr—ja—ngan—lohh—lo—terhh—terima—apapun—darhh-dariih—merekahh"
Dea menatap Rama aneh. Lelaki itu terlihat mengucurkan keringat, tubuhnya gemetaran, begitupun dengan bicaranya dan lelaki itu berdiri tidak tegak seperti menahan pipis.
"Lo kenapa sih? Aneh banget." Tanya Dea. Lalu sekelebat bayangan saat Rama tenggelam di kolam barusan membuat Dea mengira kalau Rama terkena flu.
"Lo flu? Demam?" tanya Dea sambil melangkah mendekati Rama namun lelaki itu secara panik berlari ke ujung kamar.
"ja-jangan! Jauh-jauh sana!!!" teriak Rama tanpa mau melihat Dea.
Gue rasa dia kerasukan.
"Heh, gimana bisa gue tau lo kenapa kalau lo begitu?" tanya Dea lagi sambil kembali mendekati Rama yang semakin gemetaran. Kaus yang Rama kenakan bahkan sudah basah dibagian punggung karena keringat.
Dea tidak tau kalau Rama tengah mati-matian menahan untuk tidak menyerang Dea saat ini juga. Karena, dia sedang benar-benar dalam keadaan h***y maksimal.
BLAM.
Rama dan Dea sama-sama dikejutkan oleh pintu yang dibanting tertutup. Dengan panik, Rama berlari ke pintu, menubruk bahu Dea hingga wanita itu tersungkur ke lantai sambil bersumpah serapah, sedangkan Rama dengan brutal menarik kenop pintu yang sudah terkunci rapat.
"PAPI MAMI!!! KALIAN GILA YA? BUKA PINTUNYAAA" jerit Rama seraya menggedor-gedor pintu kayu mahogani itu dengan brutal.
Disaat seperti ini, Rama merutuki kenapa pintu kamarnya dibuat dari mahogani super mahal dan kokoh seperti ini. Sama sekali tidak bisa dibobol.
"PAPI MAMIHHH RAMA MOHONHH" suara Rama bercampur desah tertahan. Celananya sudah sangat sesak, dia butuh pelampiasan dan gawatnya di kamar itu hanya ada Dea.
Iya, Dea yang sedang mengusap-usap b****g ratanya yang baru saja mencium lantai.
Dan di mata Rama, itu benar-benar menggoda iman. Menambah sesak celananya.
"HAHAHAHA"
Suara tawa menggelegar dari balik pintu. Tawa Papi dan Maminya yang sudah seperti raja dan ratu setan. Rama sekarang mengerti darimana dia mendapat jiwa setannya.
"Ram! Ada apaan sih sebenarnya hah?" tanya Dea yang kini mendekati Rama yang masih setia didepan pintu kamarnya. Rama langsung memasang kuda-kuda saat Dea mendekat. "Jangan deket-deket! Masuk ke kamar mandi! Kunci diri lo di sana, cepetan!" seru Rama galak.
Dea memandang Rama bingung sekaligus kesal. "Gak mau! Jelasin dulu ini kenapa!"
Rama sekuat tenaga berdiri tegak.Masih dengan tubuh yang mengucurkan keringat dan tubuh gemetar. "Fine, biar gue yang masuk kesana!" dengan sigap, Rama berlari ke kamar mandi dan membanting pintunya hingga tertutup, lalu terdengar suara kunci diputar.
"Ish, ada apaan sih sebenernya?" Dea lalu melirik pintu kamarnya yang tiba-tiba terbuka dengan perlahan dan memperlihatkan kedua mertuanya yang terkejut menemukan Dea berdiri diam menatap mereka.
"Lho, Dea? Dimana Rama?" tanya Ana sambil memperhatikan sekitar dan tidak menemukan anaknya di kamar tersebut. Jelas-jelas tadi dia mendengar Rama yang berteriak minta dmamikakan pintu.
Ana juga semakin bingung melihat Dea yang terlihat sehat-sehat saja. Seharusnya reaksi Dea tidak jauh dengan Rama dan seharusnya sekarang mereka...
Rahardi yang seakan mengerti keadaan lebih cepat langsung berjalan masuk kamar menuju pintu kamar mandi didalam kamar Rama dan Dea yang tertutup rapat. "RAMA BUKA PINTUNYA!" teriaknya sambil menggedor pintu kamar mandi tersebut.
"Mami, sebenarnya ada apa?" tanya Dea sambil menatap Ana yang terdiam di ambang pintu.
"Dea? Kamu gak minum teh jahe buatan mami?" tanya Ana tak menghiraukan pertanyaan Dea barusan. Dea mengernyit. "Ah iya, tadi Rama melempar gelasnya sampai pecah sebelum Dea sempet minum."
Ana menepuk jidatnya. "Anak itu! Kenapa dia terlahir dengan IQ yang begitu tinggi sih!"
Dea menggaruk kepalanya yang tak gatal, bingung dengan ucapan Ana yang tidak nyambung.
"RAMA BUKA PINTUNYAAA, KAMU MAU KESAKITAN DI DALAM SANA HAH?" teriak Rahardi sambil menggedor-gedor pintu.
"Papi kenapa, Mi?" tanya Dea sambil menatap sang papi mertua ngeri.
Ana lagi-lagi mengacuhkan Dea dan justru memegang kedua tangan Dea.
"Ugh, Mami tau ini memang terkesan sedikit jahat. Kami hanya—eum intinya, Dea harus bantuin Rama! Dia sedang sekarat di dalam sana!" ucap Ana membuat mata Dea melebar. "Apa?"
Ana meneguk ludahnya lalu kembali menatap Dea sungguh-sungguh. "kami memasukkan aphrodisiac ke dalam minuman Rama dan kamu. Seharusnya kamu juga meminumnya, maka kalian tidak akan ah maksud Mami, maka Rama tidak akan menderita seperti sekarang."
Dahi Dea sukses mengernyit dalam.
"aphrodisiac?"
Ana mengangguk. "Obat perangsang."
Dan mata Dea sukses membulat. "APA??!!"
Orang tua mana yang memasukkan obat perangsang ke dalam minuman anaknya agar anaknya tidur dengan anak orang. Walaupun dalam kasus mereka, mereka sudah terikat pernikahan tetapi mereka kan tadi sudah menjelaskan kalau pernikahan mereka hanyalah status dan TIDAK MUNGKIN mereka melakukan hubungan suami istri. Meskipun Rama sering menggodanya, tetapi lelaki itu tidak akan memaksa Dea jika memang Dea tidak mau.
Mungkin hanya orang tua Rama yang nekat dan gila. Mereka kelewat nyentrik hampir pada titik freak.
"Cuma Dea yang bisa meredakan penderitaan Rama di dalam sana."
Dea merasakan perasaan kasian kepada Rama yang sedang berjuang melawan perasaan hornynya di dalam kamar mandi sana. Dan Rama juga merasakan perasaan yang mengetuk hatinya, saat dia sadar kalau Rama rela merasakan perasaan tersiksa sendirian untuk menjaganya.
Rama tau Dea masih perawan, Rama juga tau Dea hanya akan memberikan keperawanannya pada suami yang mencintai dan dicintainya. Pernikahan mereka hanya pernikahan status dan Rama tau kalau Dea tidak bersedia jika keperawanannya diberikan kepada Rama. Apalagi dibawah pengaruh obat perangsang. Jadi, lelaki itu sama saja sudah menjaganya.
"Ap—apa yang harus Dea lakuin?" tanya Dea sambil menatap nanar ke pintu kamar mandi. Dimana Rahardi masih setia berdiri untuk menggedor pintunya.
Ana menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Lalu dia mendekatkan dirinya ke arah Dea. "Buat dia mengeluarkan hasratnya, alias, klimaks."
TUHAN AMPUNI KELUARGA SINTING INI!!!