Lyla berdiri sejenak di depan rak kasir, napasnya masih sedikit tersengal karena pertemuan tak terduga dengan Rhea barusan. Ia mencoba menarik napas panjang untuk menenangkan diri, tetapi pikirannya tetap berkecamuk. 'Berat sekali berpura-pura bahagia di depan dia…,' gumamnya dalam hati. Kenangan pahit bersama Devan, rasa ditinggalkan, dan bayangan masa lalu yang manis kembali menyeruak. Dia bertanya-tanya, apa yang harus ia lakukan sekarang? Haruskah ia mulai menyusun strategi untuk merebut kembali kebahagiaan yang pernah ia genggam? Atau justru fokus membangun hidup baru tanpa bayang-bayang Devan? Ia membayangkan papan catur di kepalanya—ada pion, kuda, benteng—namun ia bahkan tak tahu langkah apa yang aman dimainkan. Setiap pilihan tampak berisiko, dan ia tidak yakin siap menghadapi

