Arvin melirik ke arah jam dinding yang tergantung di ruang kerjanya. Jarum panjang dan pendek sudah menunjukkan pukul lima sore. Senyumnya mengembang. “Sudah saatnya Rhea pulang sekarang,” gumamnya penuh semangat. Ia segera menutup laptop dengan bunyi klik pelan, lalu merapikan berkas-berkas di atas meja dengan gerakan cepat tapi hati-hati. Seperti orang yang tengah menunggu momen bahagia, Arvin tampak begitu bersemangat. Satu per satu kertas masuk ke dalam map, pena disusun rapi, dan kursi didorong ke tempat semula. Tanpa membuang waktu, ia meraih kunci mobil dari atas meja. Suara kecil logam kunci beradu terdengar nyaring di ruangan sunyi itu. Dengan langkah ringan, ia keluar dari kantornya dan menuju tempat parkir. Setibanya di sana, ia membuka pintu mobil dengan ekspresi sumringah. A

