"Orang tua kita menyuruh kita untuk saling menjaga tapi kau malah memenjarakan ku disini!”
Perkataan Bella tadi pagi masih terus berputar di kepala Stevan. Tak bisa ia pungkiri bahwa perkataan Bella memang benar. Stevan melarang istrinya itu untuk pergi kemana pun setelah insiden pingsan di kampus waktu itu. Awalnya Bella terlihat tak keberatan saat Stevan menyuruh dirinya itu untuk hanya beristirahat di kamarnya karena anjuran dari dokter Hans yang mengatakan bahwa dirinya itu harus banyak istirahat.
Namun saat setelah seminggu, istrinya itu mulai berontak. Sikap istrinya itu membuat Stevan harus mengeluarkan tenaga ekstra untuk memberikan alasan yang tepat agar Bella tetap mengikuti peraturannya. Stevan juga masih ingat saat malam minggu tiga hari yang lalu, Bella keluar dari kamar dengan dandanan yang cantik dan dengan pakaian yang di mata Stevan terlihat seperti pakaian kekurangan bahan. Istrinya itu keluar sambil tersenyum manis lalu mencoba membujuk Stevan dengan berbagai macam cara agar mengijinkannya untuk pergi bersama teman-temannya.
Sebanyak apapun gadis itu memohon, sebanyak itu pula Stevan menolaknya. Sampai akhirnya istrinya itu kehabisan akal lalu berlari ke kamarnya dan membanting pintu. Sungguh itu sikap dari Bella membuat Stevan mengelus d**a melihat tingkah istrinya yang menurutnya diluar ekspektasi.
Saat pertama kali melihat gadis itu, Stevan pikir Bella adalah gadis manis yang penurut. Tapi setelah tiga bulan usia pernikahan mereka, Stevan sadar bahwa istrinya itu tak semanis yang terlihat. Bella adalah tipe gadis yang susah di tebak. Kadang gadis itu bisa menunjukkan sisi imut layaknya gadis berusia 21 tahun, tapi kadang dia bisa berubah menjadi seperti anak SMA yang pemberontak dan susah di atur.
Satu minggu ini pun Stevan harus ekstra mengatur waktu agar dia bisa menyelesaikan pekerjaannya tepat waktu dan pulang ke rumah sebelum jam makan malam. Karena kalau dia pulang terlambat, maka Bella akan dengan senang hati mencoba untuk kabur. Namun semua sikap yang di tunjukkan Bella malah membuat Stevan ingin selalu bertemu dengan istrinya itu. Stevan bahkan menyukai wajah gusar Bella saat dirinya tak membolehkan gadis itu untuk turun ke lantai bawah untuk menemui maid seperti yang biasa gadis itu lakukan di saat sedang kesepian.
Bella punya kebiasaan berbincang dengan para maid saat sore hari di pinggir kolam renang. Entah apa yg mereka bicarakan? Saat Stevan pulang sore itu, dia melihat istrinya itu sedang tertawa lepas bersama para maid di halaman belakang. Suara mereka bahkan terdengar sampai ke ruang tengah.
Tok ... tok ... tok ...
"Apa yang sedang pengantin baru ini pikirkan? Sudah tidak sabar untuk pulang ke rumah? Hhmm," ucap pria bernama Chris yang sekarang sudah berada di ambang pintu ruangan kantor Stevan. Entah sejak kapan pria itu ada disitu?
"Sejak kapan kau disitu?" Tanya Stevan terkejut.
"Kau terlalu asik melamun, makanya tidak sadar kalau aku sudah disini memperhatikan mu dari beberapa menit yang lalu," jawab Chris sembari berjalan masuk dan duduk di sofa. Stevan mendekat dan memeluk sahabatnya yang sudah seperti saudara baginya itu.
"Kapan kau kembali dari Amerika? Aku dengar ayahmu menyuruhmu menangani cabang showroom nya disini?" Tanya Stevan.
"Aku kembali satu bulan yang lalu, maafkan aku karena baru sekarang bisa menemui mu. Maafkan aku juga karena tak bisa hadir dipernikahan mewah mu," jawab Chris sambil tertawa.
"Sahabat macam apa kau? Sudah sebulan kau disini, dan kau baru menemui ku sekarang." Stevan mendengus.
"Cabang showroom yang disini keadaannya cukup parah dan aku harus memberikan perhatian ekstra makanya itu cukup menyita waktu ku," jelas Chris.
"Bagaimana dengan mu? Apakah sudah ada tanda-tanda kehadiran Stevan junior?" sambung Chris dengan nada menggoda.
"Bagaimana kabar putri mu? Sudah berapa tahun usianya sekarang? Apakah dia bertambah cantik seperti ibunya?" Tanya Stevan mencoba mengalihkan topik.
"Jangan mengalihkan arah pembicaraan Stev," jawab Chris dengan wajah kesalnya. "Putriku sudah berusia tujuh tahun sekarang, dia cantik melebihi ibunya." Sambung Chris lagi.
"Benarkah? Kapan kau akan membawanya ke Jakarta? Aku ingin bertemu dengannya, terakhir aku bertemu dengannya, usianya masih empat tahun," ucap Stevan antusias.
"Ibunya mengijinkanku untuk bertemu dengannya satu bulan dua kali saja aku sudah sangat bersyukur, setidaknya putriku tidak lupa wajah ayahnya," ucap Chris pasrah.
"Apakah kau menyesal?" Tanya Stevan.
"Apakah ada guna nya bila aku menyesal sekarang?" Tanya Chris sambil menghela nafas.
"Sebulan dua kali itu tak akan pernah cukup bagiku, Stev. Setiap aku menatap mata putriku, aku selalu merasa bersalah padanya. Aku merasa bersalah karena terlalu egois sehingga membuat dirinya menjadi korban. Aku pikir memutuskan untuk berpisah awalnya akan baik-baik saja. Tapi semakin dia tumbuh besar, semakin aku merasa bahwa langkah yang ku ambil dulu adalah sebuah kesalahan. Aku memang tidak mencintai Jessica sebagai ibunya, tapi aku sangat mencintai putriku," jelas Chris dengan mata sedikit berkaca.
"Apakah kau tidak berpikir untuk memulai semuanya dari awal lagi?" Tanya Stevan.
"Sudah terlambat Stev. Bahkan Jessica tak pernah memberikan kesempatan itu padaku. Dia mau bertemu denganku pun hanya karena putri kami," ucap Chris tertunduk lemas.
Melihat nasib sahabatnya itu Membuat Stevan menepuk pundak Chris untuk menenangkan sahabatnya itu. Da tau benar beban seperti apa yang ditanggung oleh sahabatnya itu. Chris dan Jessica menikah tanpa saling mencintai, dan saat Jessica tengah mengandung anak mereka, Chris malah menceraikan wanita itu entah karena alasan apa.
"Bagaimana istri mu? Apakah kau tidak berencana untuk mengenalkan ku padanya?" Tanya Chris.
"Apakah kau punya waktu luang malam ini? Aku mengundang mu untuk makan malam di mansionku kalau kau mau," tawar Stevan.
"Baiklah, aku akan datang ke tempat mu malam ini. Kau harus mengenalkanku pada istrimu. Kata ibumu, istrimu itu sangat cantik," ucap Chris sambil tertawa.
"Kau tau kan ibuku suka berlebihan," jelas Stevan dengan wajah kesal.
***
Bella sedang berdiri di jendela yang menghadap langsung ke halaman depan. Ini memang sudah waktunya Stevan pulang dari kantor. Seminggu ini dirinya memiliki kebiasaan baru yaitu menunggu Stevan. Saat mobil Stevan memasuki halaman, dia akan bergegas turun untuk menyambut pria itu.
Stevan tersenyum saat melihat Bella menuruni tangga dengan bersemangat. Istrinya itu tersenyum lebar seolah melupakan bahwa tadi pagi mereka sempat berdebat karena Stevan belum membolehkannya untuk pergi ke kampus.
"Bagaimana harimu? Apakah melelahkan?" Tanya Bella antusias.
"Tidak juga," jawab Stevan. "Oh ya Bella, aku berencana untuk mengundang sahabatku untuk makan malam bersama kita malam ini, aku juga akan mengenalkanmu padanya," sambung Stevan.
"Benarkah? Orang sepertimu juga memiliki sahabat rupanya," gumam Bella setengah berbisik.
"Apa kau bilang?" Tanya Stevan dengan nada kesal.
Bella menggeleng sambil tersenyum canggung. Dia tak menyangka kalau Stevan bisa mendengar ucapannya barusan.
"Hehehe Tidak, kalau tidak dengar ya sudah," ucap Bella sambil berlalu pergi.
Perilaku Bella yang tidak terduga seperti ini lah yang membuat Stevan tak pernah memahami apa sebenarnya yang membuat istrinya itu menyetujui pernikahan ini. Stevan berpikir bahwa Bella tak memiliki kepentingan apapun untuk menikah dengannya. Istrinya itu pun tak pernah berkata bahwa dia menyukai Stevan. Semua terjadi begitu saja dan perlahan membuat mereka terbiasa dengan satu sama lain.
Selama seminggu penuh bersama Bella, membuat Stevan sering membandingkan istrinya itu dengan kekasihnya. Sikap mereka sangat bertolak belakang. Jika Lily biasanya memberikan perhatian dengan cara yang manis, maka Bella tak demikian.
Pernah sekali saat mereka di ruang tv, Bella terkesan mengacuhkan Stevan entah karena apa. Namun saat Stevan terlihat lelah saat berkutat dengan dokumen kantornya, Bella dengan inisiatif super tak terduga nya itu membawakannnya kopi dan kue, lalu istrinya itu membacakan semua dokumen yang Stevan bawa sehingga Stevan tinggal menandatanganinya saja. Bahkan malam itu Bella juga menemaninya sampai dia menyelesaikan pekerjaannya walaupun gadis itu sudah terlihat hampir tertidur beberapa kali. Stevan tak tau perasaan apa yang tengah di rasakannya. Namun saat dia bersama Bella, dirinya terkadang melupakan keberadaan Lily.