"Naksir apaan, Om? Aku tuh kerja, bukan cari jodoh. Lagian baru kontrak ini kok, udah sibuk lirik sana sini."
Annisa tidak memiliki keberanian untuk menceritakan perihal pernikahannya dengan Aditya. Dia khawatir Danu akan mengadukan ke pihak maskapai. Bahkan kejadian dua tahun yang lalu pun tidak dia ceritakan pada siapa pun. Baik ibu atau Danu tidak ada yang tahu.
"Tapi kalau mau cari jodoh juga enggak apa-apa kok. Enggak semua pilot suka gonta-ganti pacar, ada juga tipe setia. Itu sih gimana orangnya aja."
"Nah, kalau Om Danu termasuk yang mana tuh?"
"Om, tipe yang suka kebebasan. Tapi kalau kamu harus dapet jodoh yang baik, nikah dengan pria yang baik, dan hidup bahagia."
"Aku doain Om segera dapet jodoh. Aamiin."
"Lama-lama kamu jadi mirip seseorang deh. Selalu ngedoain aku nikah."
"Ya kan bagus, Om. Didoain yang baik-baik."
"Males ah bahas nikah. Ya udah kapan-kapan lagi teleponnya. Om mau ada kerjaan lain. Assalamualaikum."
"Wa'alaykumussalam."
***
Aditya mengirimkan pesan pada Annisa, bertanya jadwal Annisa. Ingin tahu Annisa bekerja dengan pilot siapa. Dia sengaja bertanya itu untuk agar dia merasa tenang saat tahu Annisa bekerja dengan pilot siapa.
Annisa
Captain Danu.
Annisa membalas pesannya singkat tapi cukup membuat Aditya mengernyitkan dahi. Perasaan Aditya mulai tidak enak. Dia merasa khawatir jika Annisa diganggu oleh Danu, karena Aditya paham betul Danu orangnya seperti apa.
Aditya
Jangan deket-deket sama Captain Danu. Kamu harus bisa jaga sikap sama lawan jenis.
Balasan pesan dari Annisa membuat Aditya semakin merasa cemas.
Annisa
Ini lagi makan sama Capt. Danu
Jantung Aditya berdebar semakin kencang. Emosinya mulai naik tetapi dia tidak bisa berbuat banyak. Yang Aditya lakukan selanjutnya adalah menelpon Annisa. Panggilan pertama ditolak oleh Annisa. Dia coba telepon lagi, tetap ditolak hingga ketiga kali mencoba pun tetap ditolak.
Aditya melempar ponsel ke atas kasur. Aditya yang duduk di tepi ranjang memukul kasur berkali-kali tetapi tidak bisa menghilangkan rasa kesalnya saat tahu Annisa sedang makan dengan Danu. Dalam pikirannya Annisa makan berdua saja dengan Danu, selanjutnya dia takut Danu akan berbuat macam-macam dengan Annisa.
Semakin kesal dengan pikirannya, Aditya meraih ponsel untuk menghubungi Danu. Jika Annisa tidak menerima panggilannya maka dia harus menelpon Danu.
"Ada apa sih, ganggu deh, ini aku lagi makan sama cewek. Pramugari baru di maskapai kita."
Darah Aditya mendidih mendengar ucapan Danu. Lama-lama Aditya terbakar api cemburu pada Annisa dan Danu.
"Sibuk banget ya? Enggak bisa ngobrol sebentar aja?"
"Ya ada apa? Soalnya aku jarang-jarang banget bisa makan ama cewek ini nih."
Aditya merasa ragu untuk lanjut bicara. Dia memang tidak pernah tahu jika Annisa adalah keponakan dari Danu, karena dia tidak pernah menunjukkan foto Annisa yang dia dapat dulu dari orang hotel.
Danu juga tidak pernah bercerita siapa Annisa pada Aditya. Saat Aditya menyebutkan nama Annisa juga, Danu tidak tahu kalau Annisa bekerja di maskapai yang sama. Tidak terbersit di pikiran Aditya dan Danu, jika Annisa itu adalah Annisa yang sama.
"Enggak jadi. Ya sudah selamat makan malam."
"Ok."
"Kenapa harus Anisa sih, Nu?" batin Aditya.
Setelah itu Aditya tidak bisa tidur. Sekeras apapun usaha dia untuk tidur tetap tidak bisa. Bayangan Annisa sedang makan bersama Annisa terus bermain di pikirannya.
***
Selama menjalani jadwal penerbangan selanjutnya, pikiran Aditya dihantui oleh bayangan Annisa dengan Danu. Dia tidak sabar ingin bertemu dengan Annisa, dan segera mendatangi apartemen untuk menemui Annisa sesegera mungkin setelah semua jadwal penerbangannya selesai.
Saat Aditya masuk apartemen, Annisa tidak ada di sana. Dia menelepon gadis itu juga tidak ada jawaban. Beberapa hari sebelumnya juga dia menelepon Annisa tetapi tidak banyak bicara.
Suara pintu apartemen terbuka. Annisa masuk membawa koper dan tasnya. Dia berjalan mendekati Aditya yang terlihat duduk di sofa di ruang tengah. Namun, Annisa tidak duduk di sofa. Dia masih berdiri di ruang tengah.
"Berat banget ya kayaknya mau angkat telepon?" ketus Aditya pada Annisa. Padahal sebenarnya dia ingin memeluk istrinya dan bertanya apakah dia diganggu oleh Danu. Namun, kenyataannya tidak begitu.
"Emang Capt tadi telepon? Kok enggak kedengaran, ya?" Annisa mengeluarkan ponsel dari saku. "Yah pantes aja enggak tahu kalau ada telepon, ternyata disilent. Ada apa Capt datang ke sini? Mau ngajak ke rumah ketemu Husna lagi?" Annisa sama sekali tidak terpikir jika Aditya merasa cemas, khawatir dan cemburu.
"Beberapa hari kemarin, kamu susah banget di telepon. Lain kali kalau sudah selesai tugas, HP jangan disilent." Aditya bangkit dari sofa, "Lebih baik saya pulang aja. Sepertinya kamu baik-baik aja."
Annisa menahan langkah Aditya dengan menarik lengannya, saat pria itu lewat di sampingnya. "Loh, Capt enggak minum dulu? Kok tiba-tiba udah pamit aja? Saya aja baru sampai ini. Kalau ada yang mau disampaikan, saya siap dengerin."
Aditya menarik lengan Annisa, mengajaknya duduk di sofa. "Kamu yakin bener kemarin jadwal terbang bareng Capt Danu?"
Annisa mengangguk. "Jangan terlalu dekat dengan dia." Aditya mengingatkan Annisa.
"Jangan-jangan Capt. Adit mau bahas Om Danu. Kayaknya dia enggak tahu kalau aku keponakan Om Danu deh," batin Annisa dia menangkap ada perasaan cemburu yang ditunjukkan dari sikap Aditya.
"Kenapa ya, Capt, kok enggak boleh?" tanya Annisa penasaran dengan sebab Aditya melarangnya.
"Danu itu sering gonta-ganti cewek. Saya enggak mau kalau sampai dia juga nyoba deketin kamu."
Aditya bicara sambil menggenggam kedua tangan Annisa di pangkuannya. Annisa menatap kedua tangannya yang digenggam Aditya.
"Jangan-jangan Capt Aditya cemburu? Ah tapi enggak mungkin deh," batin Annisa lagi. Kali ini dia memperhatikan ekspresi wajah Aditya.
"Jadi enggak boleh terlalu dekat sama Capt. Danu?"
"Iya enggak boleh. Ingat kamu kan punya suami."
"Captain cemburu tahu saya ada jadwal terbang bareng Capt. Danu, ya? Bener begitu?"
"Hah? Cemburu? Enak aja. Saya tuh khawatir sama kamu, jangan sampai jadi korban gombalannya dia. Eh dia enggak macem-macem kan sama kamu?"
"Enggak, mana berani dia macem-macem sama saya. Kalau dia berani macem-macem, aku lempar dia ke laut."
"Tapi kok kamu mau diajak makan sama dia? Yakin dia enggak macem-macem, atau kamu sudah diapa-apain sama dia? Tapi kamu diancam supaya enggak boleh cerita ke say a?" Perasaan khawatir terlihat di wajahnya Aditya. Namun, dia tidak menyadari itu.
"Enggak juga."
"Beneran enggak? Kamu yakin?" Aditya semakin frustrasi mendengar ucapan Annisa. Aditya tidak yakin Danu tidak menyentuh Annisa.
"Buka baju! Saya mau periksa apa dia meninggalkan bekas di bagian leher atau dada."
Bukannya mengerjakan apa yang diperintahkan oleh Aditya, Annisa terus menatap Aditya, "Capt yakin enggak cemburu?"
"Enggak. Saya tuh cuma khawatir sama kamu."
"Ok. Gini deh ya. Biar saya perjelas, biar Capt enggak khawatir. Capt. Danu malam itu cuma ngajak makan, setelahnya kami balik ke kamar masing-masing. Besoknya selama terbang kami baik-baik aja. Dia enggak pernah ganggu, atau sentuh saya. Enggak ada sama sekali."
"Tapi dia enggak ngancem kamu kan?" Aditya masih tetap khawatir Annisa diganggu oleh Danu.
"Enggak ada sama sekali. Apa perlu saya telepon dia buat konfirmasi?" Annisa mengeluarkan ponsel dari saku menunjukkan pada Aditya.
"Ok. Enggak perlu. Ya sudah saya percaya sama kamu."
Aditya menarik napas lega. Dia meyakinkan dirinya sendiri untuk percaya atas apa yang sudah Annisa jelaskan itu memang kejadian sebenarnya.