Menemani Husna

1368 Words
"Papa, gambal Ante bagus." Husna menunjukkan gambar yang dibuat oleh Annisa pada Aditya saat dia masuk. Begitu melihat gambar itu, Aditya menyatukan kedua alisnya. Kemudian sekuat mungkin dia menahan tawa dengan menutupi mulutnya melihat gambar bebek dan ikan di kertas itu. "Ini beneran kamu yang gambar, Nis? Bukan Husna yang gambar? Kamu yakin ini gambar kamu?" Aditya menatap tidak percaya pada Husna. "Masa gambar orang dewasa lebih jelek daripada gambar anak usia empat tahun," batin Aditya. "Iya, Capt. Iya saya yang gambar. Kenapa? Gambar saya jelek ya?" Annisa sadar jika gambar yang dia buat memang tidak bagus. "Tapi Husna bilang itu bagus." Annisa mengerucutkan bibirnya. Aditya mendekat. Dia duduk di antara dua gadis cantik di kamar itu. Tanpa Aditya sadari dia duduk dalam jarak yang sangat dekat dengan Annisa. "Papa pinjem pensilnya, Nak." Aditya meminta pensil pada Husna. Dia mulai menarik garis di buku gambar membuat bentuk ikan. "Gini loh cara menggambar ikan." Aditya mengajar Annisa dan Husna menggambar ikan. "Gambal Papa bagus," komentar Husna. Annisa menatap kertas gambar itu, dia membandingkan antara gambarnya dengan gambar Aditya. Perbedaannya sangat jauh sekali. Lalu Annisa mengambil kertas gambar itu dari tangan Aditya. Annisa melakukan ini untuk menutupi rasa malu pada Aditya. "Udahan ya gambarnya. Gimana kalau kita baca buku aja? Husna mau baca buku apa?" Husna berjalan ke rak buku yang tersusun rapi. Di sana ada beberapa buku anak yang penuh warna. Husna mengambil salah satu buku. Dia memberikan buku itu pada Annisa lalu duduk di pangkuan Annisa. Aditya sudah mengenalkan buku pada Husna sejak kecil. "Bata buku, Ante." Melihat Husna mau dekat dengan Annisa dan berani duduk di pangkuan Annisa, Aditya merasa tenang. Ternyata dia tidak mengalami kesulitan untuk membuat keduanya menjadi dekat. Sirna sudah kekhawatiran yang sempat Aditya rasakan sebelumnya. Selanjutnya dia berharap Annisa dan Husna akan menjadi semakin dekat. Annisa mulai membacakan buku untuk Husna. Aditya memperhatikan saat Annisa membaca buku, terlihat sekali antara Annisa dan Husna menikmati momen baca buku itu. Mereka menatap buku dengan antusias dan tertawa bersama. Aditya menatap keduanya sambil tersenyum. "Seru banget kayaknya baca buku. Ikut juga dong, jadi pengen dibacain buku juga," celetuk Aditya. "Papa bata buku sendili, kan sudah bisa bata buku." Husna tidak mau momen membaca buku dengan Annisa diganggu. "Kok Husna gitu sih, Papa kok enggak diajak. Jahat deh." Aditya pura-pura merajuk di depan anaknya. "Papa kan sudah duduk dekat Ante, tinggal dengel aja kalo Ante celita. Udah Papa jangan belisik." Husna menempelkan jari telunjuk ke bibirnya. Annisa tersenyum melihat Husna bicara dengan Aditya. "Captain bisa gantian baca buku dengan Husna kok. Habis baca buku ini, Husna baca buku sama Papa ya." Annisa berkata dengan lembut. "Ok. Husna, abis baca buku, Tante harus bantuin nenek masak ya. Nanti kamu baca buku sama Papa aja sambil nungguin Tante masak." "Hole. Aku mau makan masakan Ante." Husna mengangkat kedua tangannya merasa senang akan makan bersama Annisa. "Kok gitu, Capt? Aku masak sama Mamanya Captain? Enggak mau," protes Annisa dengan suara berbisik. "Ya enggak apa-apa kan. Masa kamu datang ke sini cuma numpang makan ama tidur aja." Aditya pun ikut berbisik. Annisa menghela napas, melanjutkan membaca buku. Dia masih ingin protes tetapi dia malas karena aksi protesnya tidak akan didengar oleh Aditya. Selesai membaca buku, Aditya membawa Annisa ke dapur. Aditya berjalan di depan, sedangkan Annisa mengikuti di belakangnya. Aditya berharap Annisa mau membantu mamanya yang sedang memasak untuk makan malam. Sekaligus mendekatkan mertua dan menantu. Mama Aditya memasak dibantu oleh seorang pembantu. "Ma, katanya Annisa mau bantuin Mama masak di dapur. Aku main sama Husna dulu ya. Kamu bantuin Mama masak dulu ya, Nis." Annisa membulatkan matanya mendengar ucapan Aditya saat pria itu menoleh ke arahnya. "Eh, iya, Tante. Saya bantuin masak ya." Aditya meninggalkan Annisa kembali ke kamar anaknya. Dia masih belum puas bermain dengan Husna seharian ini. "Kamu bisa masak?" tanya mama Aditya sambil mengaduk sayur sop untuk cucu tercinta. "Bi-bisa, Tante." "Masak apa aja?" "Goreng sama tumis-tumis bisa, Tante." "Tolong masak tumis kangkung itu ya. Aditya suka banget tumis kangkung. Saya mau lihat kalau kamu masaknya gimana." "Baik, Tante." Walaupun ragu, Annisa tetap lanjut memasak sesuai perintah mama Aditya. Rasanya memasak kali ini lebih sulit daripada menjawab pertanyaan penguji saat dia sekolah pramugari. Annisa berdoa dalam hati agar masakannya bisa diterima oleh mama Aditya. "Nyalahin kompornya gimana, Tante? Maaf ya, Tan, kompor di rumah enggak sama dengan yang di sini," tanya Annisa meringis. "Bi, bantuin Annisa masak ya." "Iya, Bu." Bibi membantu Annisa menyalakan kompor. Semua bahan sudah bibi sediakan. Annisa hanya perlu memasukkan semua bahan masakan dan memasak hingga matang. Bumbu masakan seperti garam dan lainnya juga disediakan lengkap. "Akhirnya selesai." Annisa menghapus keringat di dahinya. Keringat yang disebabkan karena perasaan gugup mendadak diminta memasak. "Piringnya mana, Bi?" tanya Annisa karena dia belum tahu letak barang-barang di rumah itu. Bibi mengambil piring, menumpahkan tumis kangkung masakan Annisa. Lalu membawa ke meja makan. Annisa juga turut menuju ke ruang makan. Di sana mama Aditya sedang menata meja, lauk dan piring makan. Saat Annisa ingin membantu, mama Aditya melarang. "Panggil saja Aditya dan Husna untuk makan." "Iya, Tante." Annisa berjalan menuju kamar Husna. Rumah itu cukup besar dengan banyak ruangan. Ada tiga kamar yang menghadap ruang tengah. Kamar orang tua Aditya, kamar Husna dan kamar Aditya sendiri. Letak kamar Husna dan Aditya bersebelahan. "Ayo makan malam. Semua masakan sudah siap," ajak Annisa saat membuka pintu dan masuk. "Ayo makan, Pa. Aku udah lapel." Husna mengajak Aditya berdiri menuju ruang makan. Ketiganya berjalan menuju ruang makan. Tiba di ruang makan, Husna duduk di kursi yang biasa dia duduk di sana. "Nek, mau makan disuapin, Ante, boleh?" "Boleh," jawab mama Aditya. "Nis, tolong ambilkan nasi, sayur sip dan lauk buat Husna ya." Annisa melakukan semua perintah mama Aditya. Dia mulai menyuapi Husna makan. "Makan yang banyak ya, Nak." Aditya tersenyum melihat Husna makan dengan lahap. "Wah, ada tumis kangkung." Aditya memindahkan beberapa sendok tumis kangkung ke piringnya. Dia melahap sayur itu bersama nasi. "Hmm ... rasanya kok beda dengan tumis kangkung yang biasanya." Lidah Aditya bisa mengenali masakan orang rumah dan yang bukan. "Enggak enak ya, Capt?" Wajah Annisa berubah cemas. Dia khawatir masakannya tidak enak di lidah Aditya. "Kamu yang masak ya?" tanya Aditya pada Annisa. "Mama yang minta Annisa masak tumis kangkung, katanya dia bisa masak." "Oh, pantes rasanya beda. Bukan rasa masakan Mama atau Bibi. Enak kok, cuma beda aja rasanya." Aditya lanjut makan. Sementara Annisa makan sambil menyuapi Husna. Selesai makan malam, Annisa membantu bibi membereskan meja dan mencuci piring. Selesai semua Annisa menuju ruang tengah untuk beristirahat sebentar. Tak lama kemudian Husna datang bersama Aditya. "Loh, Husna kok belum tidur?" "Mau tidul sama, Ante." "Tolong temani Husna tidur ya, Nis." Annisa mengangguk, lalu mengajak Husna ke kamar untuk menemaninya tidur. Aditya membiarkan Annisa menemani Husna tidur, sementara dia mencari mamanya ke kamar. Aditya mengetuk pintu kamar mamanya. Dia masuk setelah mendapat izin dari mamanya. Aditya duduk di tepi ranjang, sementara mamanya duduk di depan meja rias. "Husna minta Annisa nemenin dia tidur," "Ya bagus kalau Husna mau dengan Annisa. Tapi Mama khawatir dia Husna akan merasa kehilangan saat Annisa bekerja." Rasa khawatir terlihat di wajah mama Aditya. "Paling lama kan empat hari, Ma. Setelahnya dia akan pulang. Liburnya juga selama beberapa hari kan." Aditya tahu betul mamanya khawatir dengan Husna. "Seandainya dia bukan pramugari kan dia bisa jadi ibu rumah tangga untuk menggantikan mamanya yang sudah meninggal. Lagi pula Annisa bisa dekat dengan Husna kan." "Ya, belum bisa sekarang, Ma. Mungkin nanti kalau Annisa sudah selesai kontrak." "Semoga Husna enggak ngambek ya kalau Annisa harus kerja." "Nanti aku coba jelaskan sama Husna dengan baik. Mudah-mudahan dia ngerti." "Mama harap begitu." "Aku ke kamar dulu ya, Ma. Mama istirahat aja, capek kan seharian main sama cucu." Aditya pamit lalu meninggalkan kamar mamanya. Sebelum menuju kamarnya sendiri, dia mengintip dulu ke kamar Husna. Ternyata dua gadis itu sudah tertidur pulas. Aditya berjalan perlahan masuk kamar. Mendekati ranjang. Aditya merapikan selimut keduanya. Mengusap rambut Husna, berpindah ke kepala Annisa. Dia beranikan diri membelai lembut rambut perempuan yang sudah berstatus sebagai istrinya. "Terima kasih sudah mau menemani Husna bermain," ucap Aditya dengan tulus. Dalam hati Aditya terbersit harapan agar Annisa bisa menjadi Ibu sambung yang baik untuk Husna setelah melihat kedekatan antara keduanya yang belum satu hari berkenalan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD