Annisa sudah kembali ke pesawat untuk melanjutkan tugasnya bersih-bersih dan mempersiapkan penerbangan selanjutnya. Saat sedang memeriksa setiap kursi penumpang, Nadia mencolek Annisa.
"Hey, dari mana aja, Neng? Itu muka kusut amat, tadi abis dari luar ama Captain ganteng yak, dimarahin lagi ya?" Nadia mengajak bicara Annisa, ikut bersih-bersih dengan Annisa.
"Iya tuh. Heran orang kok sukanya marah-marah aja. Kayaknya hari ini hari tersial aku deh. Dimarahin terus." Annisa menghela napas, lalu melanjutkan tugasnya.
"Ya sabar aja ya, Nis. Harap maklum, yang penting kita enggak macem-macem deh. Ya udah yuk lanjut bersih-bersih lagi.
Saat Aditya melewati Annisa dia melirik pada Annisa. Annisa membalas lirikan itu dengan tatapan tajam. Annisa merasa tidak takut dan tidak melakukan kesalahan pada Aditya.
Beberapa saat kemudian, Aditya memanggil Annisa. Annisa memutar bola matanya lalu berjalan mendekati Aditya yang sedang berada di toilet kabin bagian belakang.
"Kamu sudah cek di sini belum sih? Kok kotor begini. Bersihkan sekarang. Jangan sampai nanti penumpang masuk, toilet masih kotor."
Annisa melirik ke dalam toilet, tempat sampah di toilet penuh. "Tempat sampah penuh dia bilang kotor, kebangetan deh," batin Annisa.
"Kok diam aja? Bersihin sekarang juga?"
"Iya, Capt. Enggak usah pake marah-marah kan bisa. Saya bersihin sekarang. Puas?"
Aditya tidak menjawab, dia berjalan menuju kokpit meninggalkan Annisa setelah membuat gadis itu merasa kesal.
Nadia mendekati Annisa yang wajahnya sekarang berubah seperti ingin menelan Aditya hidup-hidup. "Sabar ya Annisa. Orang sabar emang suka kesel. Sini aku bantuin. Jangan ikutan marah juga takut kebawa nanti pas ada penumpang."
Annisa menarik napas dan mengembuskan beberapa kali. Berusaha menenangkan diri. Ucapan Nadia ada benarnya juga, jangan sampai emosinya terbawa saat bertemu dengan penumpang. Lalu dia mengangkat tempat sampah di toilet, membuang isinya lalu mengembalikan ke tempat semula.
"Jam berapa sekarang, Nad?" tanya Annisa karena dia lupa memakai jam tangan hari ini.
"Jam 10.45. Ayo cepetan Nisa, jam 11 kan penumpang masuk."
"Ok."
Nadia dan Annisa mempercepat gerak mereka untuk mempersiapkan penerbangan selanjutnya. Tepat jam 11 tiba Annisa dan Nadia bersama awak kabin lain sudah siap menyajikan penumpang yang akan masuk pesawat.
***
Selesai jadwal tugas bersama Aditya. Annisa dan Nadia menginap di hotel di kota terakhir yang mereka kunjungi. Besok pagi mereka akan kembali ke Jakarta dengan penerbangan pagi, karena hari itu tidak ada penerbangan lagi ke Jakarta.
Anisa dan Nadia sudah berada di hotel, seperti biasanya mereka akan menempati kamar yang sama. Annisa sudah selesai mandi, siap beristirahat. Besok mereka akan bangun pagi untuk menuju bandara lagi.
Ponsel Annisa bergetar di atas nakas. Dengan penasaran malas dia memeriksa ponselnya. Annisa yang tadinya akan segara tidur, terpaksa membaca pesan dari Aditya. Segera dia buka pesan itu, khawatir pilot tampan itu akan marah jika dia tidak segera membuka pesan darinya. Jadi sebenarnya Annisa sama Aditya ini suami istri apa bukan? Kok lebih sering berantem dari pada akurnya.
Tukang Maksa
Datang ke kamar 206
Penting
Sekarang
Annisa menghela napas, hari ini dia sudah merasa lelah dan ingin segara tidur, malas untuk datang ke kamar yang dimaksud Aditya.
Annisa
Males ah.
Ngantuk udah capek
Pengen tidur
Tukang maksa
Ini perintah Suami.
Anisa meletakkan ponsel di atas nakas, memukul-mukul kasur, geram pada Aditya.
"Suami apaan, abis malah ditinggal."
Napas Annisa memburu, bangkit dari ranjang menuju lemari mencari kardigan hitam lalu memakainya. Annisa sudah memakai piyama karena itu dia menutup dengan kardigan.
Sebelum menuju kamar Aditya, dia berpamitan dengan Nadia, tetapi dia harus mencari alasan untuk keluar yang tidak membuat Nadia curiga.
"Nad, aku keluar bentar, mau tanya besok kita jalan jam berapa ke lobi bawah ya."
"Iya." Teriak Nadia dari dalam kamar mandi.
Annisa mengambil ponsel di atas nakas, memasukkan ke satu di baju atasan. Meninggalkan kamar menuju kamar Aditya.
Tiba di depan kamar 206 menelpon pria yang ada di dalam kamar. "Saya udah di depan. Cepetan bukain pintu."
"Kok nyuruh suami sih?"
"Ya sudah kalau enggak mau. Saya balik ke kamar lagi."
Panggilan telepon terputus. "Asem banget ini orang, kenapa sih aku harus nikah sama orang kayak gini."
Annisa ingin mengetuk pintu kamar hotel. Namun, pintu sudah terbuka, sehingga tangan Annisa berhenti di sebelum mencapai pintu. Aditya keluar dari dalam kamar.
"Kamu mau mukul saya?" Aditya memandang Annisa dengan tatapan tajam dan curiga.
"Kalau bisa sih."
"Mau sampai kapan di situ? Ayo cepat masuk." Perintah Aditya.
Annisa berjalan mengikuti langkah Aditya. Mata Annisa menatap sekeliling kamar. "Tidur sendirian, Capt? Kopernya cuma satu aja?"
"Kenapa? Kamu mau tidur di sini? Kenapa keluar pakai baju tidur? Kan bisa ganti baju dulu dengan yang lebih pantes."
Annisa menatap piyama yang dia kenakan saat itu. Dia memakai piyama lengan panjang, dan celana panjang. Semua tertutup bahkan dia memakai kardigan juga. Menurut Annisa piyama itu cukup sopan dikenakan.
"Ada yang salah dengan baju saya? Ini tertutup semua kok. Ogah banget tidur di sini. Saya udah males ganti baju, Capt. Jadi pake yang ada aja. Udah ngantuk juga. Ada apa sih Capt manggil ke sini?"
Annisa berjalan ke kursi, lalu duduk di sana tanpa disuruh.
"Lain kali saya enggak mau lihat kamu keluar kamar pakai piyama kayak gitu, baju tidur kan tetap baju tidur, bukan untuk dipake jalan-jalan keluar dari kamar." Dengan tegas Aditya melarang Annisa keluar dengan piyama.
"Kenapa ngelarang? Karena udah jadi suami terus seenaknya aja ngatur-ngatur?"
"Iya, saya kan memang suami kamu, jadi harus nurut sama saya. Oh iya besok kamu harus ikut saya ke rumah. Saya jemput ke apartemen besok sore."
Annisa mengernyitkan dahi. "Kenapa saya harus ke rumah Captain? Karena harus nurut sama suami juga?"
"Saya mau ngenalin kamu sama orang tua dan anak saya. Sekarang anak saya jadi anak kamu juga to?"
"Aduh, Capt. Besok saya mau pulang ke rumah Ibu. Kangen sama Ibu saya. Kayaknya enggak bisa deh ikut ke rumah Captain. Terus kenapa juga perginya harus sore? Kenapa enggak setelah dari sini langsung ke sana, jadi sorenya saya bisa liburan ke rumah Ibu.
"Enggak bisa. Saya mau ngajak kamu nginep di rumah."
Aditya tidak suka keinginannya ditolak oleh Annisa.
"Saya udah kangen sama Ibu. Besok lagi aja deh, Capt. Nginep juga enggak apa-apa deh. Kalau terpaksa harus tidur satu kamar, saya rela tidur di lantai."
Annisa memohon pada Aditya agar menunda waktu keberangkatan ke rumah orang tua Aditya.
"Ke rumah saya dulu baru ke rumah Ibu kamu, atau pulang dari sini kamu langsung ke rumah ibu kamu bisa kan?"
Annisa berpikir sejenak, "Ini orang egois banget sih. Maunya dia terus yang menang," batin Annisa.
"Ya sudah saya ngalah. Tapi pulang dari rumah orang tua Captain, tolong antar saya ke rumah Ibu, gimana?"
"Ok. Saya setuju. Tapi pulangnya sore ya?"
"Enggak bisa pagi ya, Capt?"
"Enggak bisa. Inget kamu harus nurut sama suami ya."
"Ok deh. Ditunggu di apartemen ya, Capt. Kalau enggak datang aku mau kabur ke rumah Ibu." Annisa mengancam Aditya.
"Bisa juga kamu ngancam saya ya? Ya sudah sana balik ke kamar."
Annisa langsung meninggalkan kamar hotel Aditya tanpa pamit. Aditya merasa heran dengan Annisa yang melengos tanpa pamit lebih dulu. Dia menyusul Annisa sampai ke pintu, mencolek Annisa saat jarak antar keduanya sangat dekat sehingga ketika Annisa berbalik bibir Aditya menyentuh kening Annisa. Refleks Annisa mundur lalu membulatkan matanya, menatap tajam ke arah Aditya.
"Saya enggak sengaja kok." Aditya mengatakan hal yang sebenarnya.
"Awas ya, Capt. Jangan diulangi lagi." Annisa mengacungkan telunjuknya di depan wajah Aditya.
"Ya sudah sana!" Aditya menyuruh Annisa segera kembali ke kamarnya.