Tubuhnya bergetar, memegang erat botol kecil pemberian Della kemarin.
Pernah dekat, bahkan pernah menjalin hubungan serius dengan lelaki bernama Arik Dirgantara membuat Isyana banyak tahu tentang sikap dan tabiatnya.
Egois, tidak mudah dikelabui adalah dua contoh sikap yang dimiliki Arik. Tugasnya saat ini menjebaknya, menaruh obat perangsang pada minumannya. Dalam waktu kurang dari satu satu bulan lelaki itu akan melangsungkan pernikahan dengan seorang wanita bernama Nadia. Pesta lepas lajang yang akan berakhir tragis, jika sampai Isyana berhasil melakukan tugasnya.
“Siap?” Seorang lelaki datang, senyum licik terbit di bibirnya.
“Tidak.” Isyana jujur, nyaris ingin membatalkan rencana jahat yang telah di dusun Della, tapi nasib karir dan masa depannya ada di tangan wanita itu.
“Seharusnya sejak awal kamu memilihku, aku bisa melindungimu.” Lelaki itu mengusap dagu dengan sombongnya. “Aku bisa melakukan apapun untuk melindungi kekasihku, lihatlah sekarang?” Ia menoleh ke arah Isyana, menikmati kegugupan yang dirasakan wanita itu.
“Tidak ada satu orangpun yang bisa menyelamatkanmu.” Seringai licik kian terpancar di wajah Dimas.
“Tidak apa-apa, setidaknya aku tidur dengan lelaki yang pernah aku cintai, daripada jadi mainanmu brengsekk!” Balas Isyana.
Dimas tertawa, “Baiklah, mari kita buktikan apakah malam ini kamu berhasil melakukannya atau justru mati di tangan Arik.”
Dimas datang menjemput, seorang yang sudah direncanakan Della, lelaki itu bertugas membawa Isyana ke sebuah kelab yang hanya boleh dihadiri oleh para lauk lelaki saja.
Namanya kelapa lajang, yang pastinya acara tersebut diperuntukkan untuk para lelaki yang merupakan teman baik Arik.
Pesta lepas lajang yang diadakan di salah satu kelab ternama di kawasan Kemang, acaranya memang tidak terlalu meriah bahkan hanya ada sekitar dua puluh tamu saja. Arik memang tidak memiliki cukup banyak teman dekat.
“Mana obatnya?” Dimas mengulurkan tangannya, “Aku akan mencampurkannya ke dalam minuman Arik, sekarang kamu pergi ke ruang sebelah.” Titahnya. Keberadaan Isyana sebagai satu-satunya wanita di kelab tersebut bisa menimbulkan kegaduhan yang akan berpotensi membuat rencana mereka gagal. Oleh karena itu, Dimas mengambil alih obat tersebut yang akan dicampurkannya ke dalam minuman Arik. Dimas lebih mudah melakukannya dibanding Isyana.
“pergilah, tunggu di sana!” Titah Dimas lagi.
Isyana menurutinya dengan segera menuju lokasi yang juga sudah disiapkan Dimas dan Della. Entah imbalan apa yang diberikan Della pada Dimas, hingga lelaki itu tega mengkhianati sahabatnya sendiri. Arik, Albi dan Dimas merupakan tiga lelaki yang berteman baik, tapi Dimas justru ikut serta dalam rencana busuk Della yang ingin menghancurkan lelaki itu malam ini.
Menunggu dengan gelisah, Isyana duduk di tepian tempat tidur. Sesekali ia merapikan pakaian yang dikenakannya, dengan tangan bergetar. Setelah ini apa yang akan terjadi?
Apakah posisinya akan tetap aman dan Della menepati janjinya, membuang semua video dan foto lamanya?
Atau justru Isyana akan mendapatkan masalah baru, karena telah menjebak Arik lelaki yang memiliki temperamen buruk.
Tiga puluh menit menunggu, tiba-tiba pintu terbuka dimana dua lelaki datang. Arik sudah dalam kondisi setengah sadar digandeng oleh Dimas.
“Sekarang lakukan tugasmu!” Ucapannya, lantas pergi begitu saja meninggalkan mereka berdua.
Arik terduduk di pinggiran tempat tidur dengan posisi kepala tertunduk, wajahnya memerah dan nafas terengah seperti habis berlari puluhan kilometer.
“Arik, aku.” Isyana menoleh ke arah lelaki itu, dimana ia pun tengah menatap ke arahnya.
“Nadia,” Panggilnya. Pengaruh minuman beralkohol dan obat perangsang pasti sudah mengambil alih kesadarannya. Arik mendekat, “Nadia, benar kamu?”
Isyana mengangguk, “Iya benar, aku Nadia. Aku kekasihmu, calon istrimu.” Balasnya.
Isyana mengusap lembut wajah Arik dengan perlahan, tapi bagi lelaki itu seperti sengatan liat berkekuatan tinggi yang menjalar di sekujur tubuhnya.
“Nadia.” Lelaki itu terus menyebutkan nama calon istrinya, tatapan dalam dan penuh cinta terlihat di kedua mata Arik.
Benar, Arik memang sangat mencintai Nadia. Tapi malam ini Isyana akan melakukan hal yang akan membuat mereka bertengkar hebat dan mungkin saja berpisah.
Tangan Arik berada di kedua sisi wajah Isyana, mengusapnya dengan lembut sampai kecupan lembut mendarat di bibir Isyana.
Perlahan tapi pasti ciuman itu mengalami perubahan ritme, lebih intens dan mendesak.
Isyana tidak akan bisa mundur lagi, apalagi saat kedua tangan Arik mulai menyentuh setiap jengkal tubuhnya.
Dulu, ia begitu menikmati sentuhan Arik. Bagaimanapun juga keduanya pernah menjalin hubungan asmara cukup lama, sekitar dua tahun. Tapi saat ini, saat lelaki itu kembali menjamah tubuhnya tidak ada lagi getar hebat yang dirasakannya, yang ada justru keterpaksaan. Isyana melakukannya karena terpaksa, bukan karena cinta.
Bahkan setelah Arik berhasil membuka pakaian bagian atasnya. “Arik!” Isyana mulai kewalahan, serangan Arik terus-menerus, tidak memberikan sedikitpun kesempatan untuk Isyana berontak.
“Arik, aku Isyana.” Ucapnya, di tengah permainan yang nyaris mendekati intinya.
“Tidak! Kamu Nadia,” Arik menolak. “Nadia milikku.” Ario semakin brutal, mencium bahkan meninggalkan jejak merah di tubuh Isyana.
“Tidak! Aku Isyana.” Isyana berusaha mendorong Pudak Arik dengan kedua tangannya, tapi tenaga lelaki itu terlalu kuat, ditambah dengan pengaruh alkohol dan obat perangsang. Isyana semakin kesulitan menahannya.
“Arik!”
Arik berhasil melepaskan rok yang dikenakan Isyana, menyisakan pakaian dalam yang sangat tipis. Pemandangan yang kian mengundang hasrat dalam diri Arik, ia tidak akan menyia-nyiakan kesempatan itu untuk melepaskan sesuatu yang sangat mendesak di bagian bawah tubuhnya.
“Nadia.” Panggilnya berulang kali, sebab dalam pandangan Arik saat ini wanita yang berada di bawahnya itu adalah Nadia calon istrinya
Di tengah hasrat yang begitu tinggi, muncul seorang lelaki di balik pintu.
“Apa yang kalian lakukan, hah?! Kalian sudah gila?!!” Lelaki itu mendekat dan menarik tubuh Arik dari atas tubuh Isyana.
“Kalian cari mati!” Tidak hanya memisahkan keduanya, lelaki bernama Albi itu ouj memukul wajah Arik.
“Lo mau nikah, sialan! Bisa-bisanya lo seperti ini!” Albi kembali memukul wajah Arik, berharap pukulan tersebut menyadarkannya