03 - Pria Misterius

1559 Words
***** Amanda pamit pada Louisa untuk menemui klien yang telah mengundangnya malam ini. Kaki jenjangnya berjalan memasuki sebuah ruangan yang telah disewa secara privat oleh si pemilik acara. Di sana ada belasan orang yang sedang berjoget-joget meliukkan tubuh, saling mengimpitkan badan masing-masing, bertukar saliva dan meremas apa pun yang bisa diremas. Pemandangan yang lumrah di mata Amanda, meskipun wanita itu sangat jarang melakukan adegan remas meremas lagi akhir-akhir ini. Ia normal, tapi untuk melakukan free sex, dia tidak mau dan belum ada satu pria pun yang berhasil membuatnya ingin melakukan itu. Biasanya Amanda hanya mencari kepuasan biologisnya sebatas orgasmee dengan bantuan tangan seorang pria tidak dengan bantuan benda tumpul milik seorang pria. Amanda merasa ia belum siap untuk bercocok tanam dengan pria mana pun. Namun, berbeda jika 'Dia' yang mengajak Amanda bercocok tanam, maka Amanda akan membuka lebar kedua pahanya secara sukarela. Ya, 'Dia' yang tidak mungkin menoleh pada Amanda. 'Dia' yang hanya menjadi masa lalu Amanda. Lupakan saja. Gamora, si pemilik acara yang juga seorang pengusaha restoran ternama yang memiliki beberapa cabang di Mall besar tersebar di Indonesia. "Amanda! Thank you sudah hadir. Aku senang sekali melihatmu di sini," pekik Gamora excited. "Kebetulan aku sudah sedikit luang. Selamat atas pertunanganmu dan Ardine, semoga kalian berdua selalu hidup bahagia," kata Amanda tulus. "Thank you, Darling. Sayang sekali kau tidak bisa hadir di hari H pertunanganku. Sialan sekali, negara ini tidak melegalkan hubungan sejenis. Jadi, aku harus pergi ke negara lain untuk melegalkannya," gerutu Gamora. Ya, Gamora dan Ardine adalah pasangan kekasih lesbian. Amanda hadir di sini, karena ia tidak enak hati jika tidak pernah menampakkan diri ketika Gamora, mantan kliennya itu telah mengundangnya beberapa kali dan ia selalu berhalangan hadir. "Nikmati pesta ini, Amanda. Kau bisa minum sepuasnya. Aku harus menemui tamu yang lain yah. Aku permisi terlebih dahulu." Gamora meninggalkan Amanda sendirian. Mata tajam Amanda berkeliling, menatapi satu persatu pasangan yang tengah bercumbu tak tahu malu di sekitarnya. Amanda tidak ingin ikut berbelok arah jika lebih lama berada dalam ruangan ini. Bisa dipastikan, sebagian besar tamu undangan Gamora adalah wanita-wanita lesbian dan ia tidak ingin dicap dengan sebutan yang sama karena berkumpul bersama mereka. Amanda masih mencintai lolipop pria. Meskipun ia tidak pernah memberikan wadah untuk para pria itu mencelupkan lolipopnya. Amanda memilih untuk keluar dari private room itu dan melangkah menuju meja bartender. Sang bartender sudah sangat mengenal wanita garang yang tengah duduk manis di hadapannya ini. Tanpa Amanda menyebutkan apa yang ingin ia minum, sang bartender telah menuangkan segelas minuman berwarna merah maroon di hadapannya. "You know me so well, Kai." puji Amanda dengan senyum smirknya. Sang bartender tersenyum manis mendengar pujian Amanda. "Kau selalu sendirian. Kasihan sekali," ejek Kai. Mata kucing Amanda melirik sinis pada Kai mendengar ejekan yang dilontarkan pria itu. "Ck! Kau tidak pernah berubah, selalu menyebalkan seperti biasanya. Bahkan mulutmu lebih tajam dari mulutku sepertinya," sindir Amanda. Kai tertawa renyah. Ia senang sekali menggoda Amanda dan membuat kesal wanita di hadapannya itu. "Aku merindukan Belina," ucap Kai. "Dia baru saja pulang. Akan kusampaikan perasaan rindumu padanya." Kai memutar bola matanya malas. "Jika ia kembali lagi ke Indonesia, ajak ia kemari. Aku akan memberikan kalian minuman gratis sepuasnya," ucap Kai. "Kupegang janjimu. Akan kutagih di kemudian hari." "Trust me! Aku harus melayani yang lain. Nikmati malammu, jangan mabuk ingat itu." Sebelum pergi dari hadapan Amanda, Kai memberikan peringatan untuknya agar tidak mabuk. Ya, kebiasaan buruk Amanda adalah jika terlalu berlebihan mengkonsumsi alkohol, ia akan mabuk berat dan itu menyusahkan semua orang. Sungguh payah! Wanita bermata kucing itu mengedarkan pandangannya ke segala arah. Ia memainkan gelas yang tengah dipegangnya dengan gerakan begitu seksi. Di sekelilingnya sudah banyak pria yang menatapnya dengan tatapan lapar dan buas, siap untuk menerkam Amanda kapan pun. Namun, wanita itu sama sekali tidak terpengaruh. Ia tetap menyesapi minumannya dengan pelan. Saat ia memutar tubuhnya, menghadap ke beberapa meja yang tadi berada di belakangnya, kini sudah dipenuhi para pengusaha muda yang Amanda cukup kenal karena wajah mereka sering muncul di berita televisi. Tanpa sengaja, mata Amanda bersitatap dengan sepasang mata yang menurut wanita itu begitu tajam dan dingin. Sepasang mata itu secara terang-terangan sedang menatap ke arahnya. Pandangan Amanda beralih pada wajah pria itu. Tidak ada ekspresi, datar, dingin, kaku, rambutnya tertata begitu rapi, alisnya tebal, hidungnya mancung, bibirnya merah, memiliki belahan pada dagu dan wajahnya ditumbuhi bulu-bulu halus, membuat pria itu terlihat begitu jantan dan misterius. Pria itu memakai kemeja putih slim fit untuk membungkus tubuhnya. Amanda yakin dibalik kemeja putih itu tersimpan otot-otot dada yang bidang serta lengan yang kekar. Perfect! Satu kata untuk menggambarkan fisik pria itu. Ini kali pertama bagi Amanda memberikan penilaian begitu detail pada seorang pria asing yang tidak dikenalinya. Sial! Kenapa otak Amanda kini malah dipenuhi pujian mendewakan pria asing itu. Ia benci harus memuji seorang pria. Di mata Amanda yang paling sempurna hanyalah 'Dia', seseorang di masa lalunya yang telah memberikan luka begitu besar padanya, tapi begitu sulit untuk amanda lupakan. Amanda menghela napas panjang dan pandangan pria itu sama sekali tidak beralih ke mana pun. Pria itu masih menatap Amanda dengan tatapan yang tidak bisa Amanda artikan. Sekilas Amanda melihat pria itu tersenyum simpul. Mata Amanda begitu tajam meskipun dari jarak yang cukup jauh, wanita itu masih mampu mendeteksi pergerakan ekspresi seseorang. Wajah pria itu berlipat-lipat semakin menjadi tampan ketika senyuman itu tersungging di wajahnya. D*mn! Minuman terkutuk ini sepertinya membuat isi kepala Amanda menjadi sedikit eror karena selalu memuji pria yang tak dikenalinya itu. Adegan tatap menatap itu terhenti ketika Louisa lagi-lagi menghampiri Amanda. "Kenapa kau berada di sini? Kau tidak jadi menemui Gamora?" tanya Louisa penasaran ketika melihat Amanda berada di luar Private room. "Aku sudah menemuinya tadi dan memberikan ucapan selamat untuknya. Akan tetapi, untuk menetap di sana? Oh, come on, Louisa. Aku ini straight, aku tidak ingin berada dalam jurang kaum kalian semua," jelas Amanda dan Louisa tertawa terbahak. "Sial*n! Mulutmu selalu saja tajam. Kau secara terang-terangan mengejekku," kata Louisa. "Bukankah kenyataannya memang seperti itu. Kau penyuka lolipop, bahkan kau sendiri memilikinya!" Kalimat Amanda terus saja membuat Louisa tertawa terbahak. Amanda yang Louisa kenal adalah wanita yang begitu menikmati menjadi dirinya sendiri tanpa memikirkan ocehan orang lain mengenainya. Wanita itu berbicara apa adanya tanpa memikirkan lawan bicaranya, maka dari itu ia terkenal dengan wanita bermulut pedas dan garang. "Lain kali aku akan membawa ikat rambut, agar bisa menguncir bibirmu yang tajam itu," kata Louisa. "Aku menunggu saat itu tiba, Louisa," jawab Amanda sekenanya. "Aku harus meninggalkanmu lagi. Aku harus menemui klien. Enjoy your time. Jangan minum alkohol berlebihan. Aku tidak mau menggendongmu pulang lagi." Louisa memberi peringatan dan Amanda mengacungkan jari tengahnya sambil tersenyum cukup lebar. Amanda kembali lagi menempelkan bibir yang dipoles dengan lipstik merah cerah itu di pinggiran gelas. Ia menyesapi minuman itu dengan nikmat. Rasa penasaran menghampirinya, membuat matanya kembali menoleh ke arah pria misterius yang memiliki tatapan tajam dan dingin yang menatapnya begitu intens tadi. Namun, Amanda harus kecewa karena pria itu sudah tidak ada di sana lagi. Wanita itu mendesah dan kembali menunduk memainkan pinggiran gelas dengan jempolnya yang berisi wine dengan pikiran kemana perginya pria itu. Saat Amanda larut dalam pertanyaan-pertanyaan yang tak masuk akal menurutnya, tiba-tiba wanita itu meremang saat suara rendah dan berat berbisik di samping telinganya. "Kau mencariku?" Amanda menoleh cepat. Suara bisikan itu tidak hanya rendah dan berat, tapi juga terdengar seperti desahan membuat gelenyar aneh muncul pada diri Amanda. Pria yang tengah menari-nari dan menghiasi isi kepala Amanda kini tengah berdiri tepat di depannya. Tubuh atletis pria itu condong ke depan tubuh Amanda dengan kedua lengan kekarnya mengungkung wanita itu berpegangan pada meja bar. Aroma parfum maskulin dan juga mahal yang dipakai pria itu terendus di kedua lubang hidung Amanda. Aroma yang memabukan yang bisa merusak sarap otaknya jika terus menerus dihirupnya. Amanda memberanikan diri untuk menatap kedua bola mata dengan manik cokelat terang milik pria asing itu. Tatapan pria itu begitu tajam dan mengintimidasi Amanda. Jika lebih lama ditatap, Amanda yakin ia akan terhipnotis. "Siapa kau!" desis Amanda. Senyum smirk yang ditampilkan pria itu membuat bagian paha dalam Amanda berkedut tanpa diminta. Double Sialan! Wajah pria itu berlipat menjadi lebih mempesona dan seksi dalam satu waktu. "Siapa aku? Itu bukan hal penting!" ucap pria itu. Amanda masih menunggu kelanjutan ucapan pria tampan misterius itu. Mendengar suaranya mampu meremangkan sekujur tubuh Amanda. Hampir lima menit hening. Pria itu tidak melanjutkan ucapannya, membuat Amanda bertanya lagi. "Lalu, untuk apa kau berdiri di depanku!" desis Amanda dengan suara ketusnya. Pria itu tersenyum lebih lebar dan mendekatkan wajahnya membuat Amanda refleks membuang muka menghindar, siapa tahu pria itu akan menciumnya sembarangan. Akan tetapi, kenyataannya pria itu hanya berbisik di telinga Amanda. "Aku hanya ingin kau bersamaku. Di ranjangku!" bisik pria itu tanpa wajah bersalah. Amanda tersenyum miring mendengar bisikan pria itu. Sebelah tangan kanan Amanda dengan gelas yang berisi separuh wine miliknya sudah berada di atas kepala pria malang itu. Rambut pria itu sudah basah akibat perbuatan Amanda dan gelas nakalnya. "Hanya dalam mimpimu, Tuan!" desis Amanda. Tubuh pria itu didorong dengan kuat sehingga Amanda bisa lepas dari kukungannya dan berjalan melenggang ke luar kelab tanpa rasa bersalah. Raut wajah puas tercetak di wajah cantiknya, sedangkan pria itu hanya tersenyum miring menanggapi perlakuan yang menurutnya menantang ini. "Let's see! Awal permainan yang bagus, Amanda," gumam pria yang menjadi korban kesekian tuangan minuman milik Amanda. Darko menyeringai menatap punggung dan bokong sintal wanita pemberani itu yang perlahan menghilang dibalik pintu. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD