Laura menggenggam ponselnya erat, menatap pesan dari Laisa sekali lagi sebelum akhirnya menghela napas berat. Tangannya sedikit gemetar, bukan karena takut, tetapi lebih kepada perasaan campur aduk yang memenuhi dadanya. Ia tahu betul bahwa perintah Laisa bukan sesuatu yang bisa ditolak. Regan, yang berdiri di dekatnya dengan tangan dimasukkan ke dalam saku celana, menatapnya datar sebelum bertanya, "Ada apa?" Laura menoleh, menatap suaminya yang sejak awal tidak pernah benar-benar memperhatikannya. Suaranya terdengar lemah ketika menjawab, "Mama mengirimkan nama dokter dan rumah sakit untuk periksa kesuburan." Regan mendengkus pelan, ekspresinya tidak menunjukkan minat sedikit pun. "Kau pergi sendiri. Aku sibuk." Laura sudah menduga jawaban itu. Namun, kata-kata selanjutnya ya