Hari pertama tanpa Ksatria.
Saat Anin masuk ke dalam kelas, matanya menangkap sosok Ksatrio yang sedang menelungkupkan kepala di atas meja. Anin mendengus kesal melihat cowok itu sudah sampai lebih dulu di sekolah. Padahal tadi pagi Anin meminta Ksatrio untuk menjemputnya namun cowok itu bilang kalau ia tidak akan sempat menjemput Anin. Nyatanya cowok itu sudah nangkring lebih dulu di sekolah.
Anin menghentakkan kakinya sambil berjalan ke arah meja Ksatrio yang berada dibarisan kedua dari belakang. Dengan sengaja ia senggol meja Ksatrio hingga pemiliknya sontak menegakkan kepala dengan wajah terkejut.
"Apa-apaan sih lo, Nin?" bentak Ksatrio karena tidur paginya harus diganggu Anin.
Anin memasang wajah polos yang terlalu kentara dibuat-buat. "Ya ampun, kena ya Yo? Maaf ya, nggak sengaja tuh," ucap Anin dengan nada yang sama sekali tidak terdengar rasa bersalahnya barang secuil. Seolah ingin memberitau Ksatrio kalau dirinya memang melakukan itu dengan sengaja.
Ksatrio hanya bisa mendengus. "Oh, lo mau bales dendam ceritanya?" tanya Ksatrio sambil mengekori langkah Anin yang duduk di beberapa meja yang tidak begitu jauh dari mejanya dengan tatapan mata.
Anin memilih mengabaikan Ksatrio dan meletakkan ransel birunya di atas meja, lalu mengambil posisi duduk dan menepuk bahu Melisa teman sebangkunya yang sedang sibuk menyalin tugas. Melisa cukup dekat dengan Anin karena menjadi teman sebangku di kelas sebelas, tetapi mereka belum pada tahap 'sahabat' sejauh ini. Melisa hanya memamerkan cengiran sekilas kepada Anin dan melanjutkan pekerjaannya menyalin tugas.
"Lo belom kelar ngerangkum, Lis?" tanya Anin sambil melirik ke arah buku di hadapan Melisa. Melisa mengangguk tanpa menoleh ke arah Anin, dia harus menyelesaikan tugas itu sebelum guru sejarah mereka yang super killer masuk dan menghukumnya karena belum mengerjakan tugas yang sebenarnya sudah diberikan sejak minggu lalu.
"Lagian, tugas udah dari kapan tau belum dikerjain juga." Melisa menghentikkan aksi menulisnya dan menoleh ke arah Anin dengan wajah sebal. Namun tatapannya teralih pada sosok cowok yang kini sudah berdiri di samping meja Anin namun tidak disadarinya karena posisi Anin yang membelakangi.
Melisa lalu membekap kedua pipi Anin lalu memutar kepalanya sampai berhadapan dengan d**a Ksatrio. "Nih mendingan ya lo ajak ngobrol aja adik ipar lo, jangan gangguin gue! Oke cantik? Hush hush!" usir Melisa dan kembali berkutat dengan tugas sejarahnya.
Anin mendongak untuk melihat wajah Ksatrio. "Ngapain lo?" tanya Anin ketus karena Ksatrio masih bergeming di tempatnya. Ksatrio hanya menatap Anin dengan wajah menyebalkan membuat Anin menggertakan giginya, kesal.
"Apaan sih, Yo? Minggir sana!" Anin kemudian mendorong ringan perut Ksatrio hingga cowok itu melangkah mundur. Sebelah alis cowok itu naik dan tangannya bersedekap. Oh, jangan lupakan wajahnya memasang tampang menyebalkan yang minta Anin tabok bolak-balik.
"Lo ngambek." Itu pernyataan, bukan pertanyaan. Anin mengedikkan bahunya acuh dan berjalan melewati Ksatrio keluar kelas. Namun langkahnya harus terhenti karena Ksatrio menarik lengannya.
"Apaan lagi sih, Rio?" tanya Anin yang sudah mencapai batas sabarnya. Apa Ksatrio nggak ngerti kalau Anin tuh lagi bete sama dia karena nggak dijemput ke sekolah tadi pagi?
"Tuh kan bener, ngambek." Ledek Ksatrio dan sukses membuat Anin menggeram.
Daripada pagi-pagi dia harus meledak karena Ksatrio, lebih baik dia pergi ke koperasi sekolah untuk jajan s**u kotak. Anin menghentakkan tangan Ksatrio yang sejak tadi memegangi lengannya dan berjalan menjauhi cowok itu.
---
Anin kembali ke kelas lima menit sebelum bel berbunyi dengan bibir cemberut. Pasalnya dia tidak mendapatkan s**u cokelatnya dan Anin yakin ia akan kelaparan selama empat jam pelajaran pertama pagi ini. Hell, empat jam pelajaran itu bukanlah waktu yang sebentar. Anin harus menahan perutnya yang sudah dipastikan akan konser sebelum bel istirahat berbunyi. Kenapa juga stok s**u di kantin dan koperasi sekolah harus habis pagi ini.
Anin menghempaskan bokongnya di atas kursi dengan gerakan yang agak berlebihan membuat Melisa menoleh menatapnya. "Ih, kenapa bibir lo manyun gitu neng?" tanya Melisa sambil menatap wajah Anin yang sudah sama keruhnya dengan kali yang tidak jauh dari rumahnya.
"Sebel. s**u di kantin abis, di koperasi juga sama. Emang orang-orang pada nggak nyusu di rumah apa ya sampe stok s**u kotak di sekolah abis semua gini!" Cerocos Anin menggebu-gebu.
Melisa lalu terkekeh mendengar kekesalan Anin yang ternyata disebabkan oleh sekotak s**u.
"Weits, gue pikir cowok lo selingkuh, taunya s**u doang!" Anin lalu menempeleng kepala Melisa membuat cewek itu mengaduh. "Sembarangan banget kalau ngomong!" omel Anin karena ucapan ngawur Melisa. Sahabatnya itu justru tertawa melihat kepala Anin yang sudah mengepulkan uap panas.
"Ya abisnya, s**u doang kok ribut banget kayak mau kiamat aja."
Anin merasakan ponsel di saku seragamnya bergetar menandakan sebuah notifikasi dan dengan cepat Anin mengeluarkan benda tipis itu untuk memeriksanya. Ternyata sebuah chat dari Ksatrio. Anin lantas menoleh ke arah meja cowok itu, dilihatnya Ksatrio sedang duduk di atas meja sambil mengobrol dengan Jay dan beberapa anak cowok yang juga sekelas dengannya. Anehnya, Ksatrio sama sekali tidak melihat ke arah Anin. Apa pesan iseng? Anin membatin.
Dibukanya segera pesan dari Ksatrio dan dahinya sukses mengernyit.
Ksatrio Adiswara: Cek coba laci meja lo
Anin menggigit bibir bawahnya sambil melirik laci meja dengan ragu-ragu. Di satu sisi ia penasaran, di sisi lain ia takut kalau ini hanyalah trik Ksatrio untuk mengerjainya. Tidak ada yang pernah bisa menebak isi kepala Ksatrio. Cowok itu bukan hanya terkenal sering berurusan dengan guru karena melanggar aturan tetapi juga terkenal iseng.
Kepergian Ksatria bisa saja dijadikan Ksatrio untung mengisengi Anin. Kan tidak ada yang tau!
Anin lalu menoleh lagi ke arah Ksatrio tepat ketika cowok itu sedang mengetikkan sesuatu di ponselnya. Dan benar saja, tidak lama kemudian, pesan itu masuk ke dalam ponselnya.
Ksatrio Adiswara: Bukan zonk elah...
Anin mendengus. Perasannya jadi semakin tidak enak.
"Mel, tadi Ksatrio naruh apaan di laci gue?" tanya Anin kepada Melisa yang kini sedang memainkan ponselnya.
Melisa menoleh dengan dahi mengernyit. "Hah?"
"Hah heh hah heh, dasar bolot. Tadi si Ksatrio naruh apaan di laci gue?" tanya Anin lagi dengan nada jengkel.
Melisa melirik laci meja Anin dan pemiliknya bergantian. "Nggak tau deh, gue nggak ngeliat. Lagipula dia naruhnya sambil lewat gitu, gue kira masukin sampah," ujar Melisa sambil kembali memainkan ponselnya.
Anin hanya bisa berdecak lalu kembali melirik Ksatrio dan ternyata cowok itu sekarang sedang menatapnya. Matanya mengisyaratkan Anin agar cewek itu memeriksa laci mejanya, namun Anin memilih bergeming.
Mata Ksatrio mengisyaratkan. "Buruan lihat!"
Dan Anin pun membalas dengan isyarat mata yang kurang lebih berarti, "I smell something fishy, here."
Dengan kesabaran yang telah habis, Ksatrio akhirnya berjalan menghampiri meja Anin lalu merogoh laci cewek itu dan menarik keluar kantung plastik putih berlogo sebuah mini market. Ksatrio meletakkan bungkusan tersebut di atas meja Anin dan menatap cewek itu jengah. "Suudzon banget sama gue, sih!"
Anin mendengus. Menolak mengakui kalau dia sudah salah sangka kepada Ksatrio. Apalagi ketika ia melihat jelas apa yang sebenarnya berada di dalam kantung plastik putih itu.
Susu kotak rasa coklat.
Tunggu, s**u coklat? Apa Anin tidak salah lihat? Sejak kapan Ksatrio membelikannya s**u coklat?
"Kok lo—"
"Selamat pagi anak-anak!" Sapaan guru sejarah yang memasuki kelas harus menghentikan ucapan Anin untuk Ksatrio.
Ksatrio juga memilih duduk kembali ke tempatnya setelah sebelumnya berhasil menyempatkan diri mengetik pesan untuk Anin yang ia lakukan di bawah meja.
Ksatrio Adiswara: Minum dulu sebelum perut lo konser dan kedengeran seisi kelas
Ksatrio Adiswara: Ohiya, dan gausah ke-geeran. Gue cuma disuruh sama Satria.
Anin tidak membalas pesan tersebut. "Pembohong," ucapnya sambil menekan tombol kunci di sisi kanan atas ponselnya. Bahkan Ksatria tidak pernah tau kebiasaan Anin minum s**u kotak rasa coklat di pagi hari. Karena Anin hanya pernah memberi tau Ksatrio soal itu ketika mereka berangkat bersama dulu dan Anin memaksa mampir di mini market untuk membeli s**u kotak rasa coklat.
Ksatrio pun ikut mengunci layar ponselnya. Mulai memikirkan apakah alasan yang ia berikan sudah masuk akal atau belum. Meskipun alasan sebetulnya bukanlah demikian, melainkan karena rasa bersalah Ksatrio yang tadi pagi sengaja tidak ingin berangkat bersama Anin ke sekolah.
Padahal pagi ini Ksatrio bangun cukup pagi dari biasanya. Bahkan ia sempat mampir ke mini market dekat sekolah untuk membeli roti dan sekaleng nescafe instan. Tiba-tiba saja Ksatrio teringat Anin begitu melihat deretan s**u kotak. Dan tanpa pikir panjang, Ksatrio langsung mengambilnya.
Dasar bego, kalau gini apanya yang mau jaga jarak? Ksatrio memaki dirinya sendiri dalam hati.