11

1540 Words
Hujan mengguyur dengan deras di luar sana. Malam ini malam Sabtu, Ksatrio sedang berkutat dengan gitarnya. Ksatrio memang tidak pintar dalam pelajaran, tetapi jangan remehkan bakat bermusiknya. Hal yang Ksatrio syukuri dalam hidupnya. Bahkan bakat itu tidak dimiliki siapapun di rumah selainnya. Katanya sih, bakat ini turunan langsung dari kakek moyang Ksatrio yang dulunya seorang musisi terkenal pada eranya. Fokus Ksatrio terganggu ketika melihat kembarannya yang semula sedang berkutat di meja belajar bangkit dan berganti baju. Sejak kemarin, Ksatria sedang sibuk dengan persiapan untuk seleksi OSN yang akan diadakan hari Senin. Kembarannya itu belajar lebih giat daripada biasanya. Padahal Ksatrio pun yakin kalau hanya dengan belajar biasa saja pun Ksatria akan tetap lolos. "Lo mau ke mana?" tanya Ksatrio bingung sambil meletakkan gitar di pangkuannya ke ranjang. Padahal jam sudah menunjukkan pukul setengah sembilan malam dan Ksatria seperti bersiap-siap untuk pergi. Ksatria melepaskan kacamata minusnya sambil menjawab, "Rumah Anin. Dia ngajak makan MCD."   "Ya, dia kan bisa pesen delivery. Ngapain susah-susah minta anter sama lo." Ksatria mengedikkan bahu. "Dia lagi pengen pesen MCD tapi drive thru, pengen makan di mobil sambil jalan," jawabnya sambil memasang jaket. Ksatrio tidak habis pikir. Bagaimana Anin tidak semakin berperingai bagai tuan putri, kalau keinginan konyolnya saja dituruti. Ksatrio menggeleng, heran. Apalagi ini Ksatria, kembarannya yang biasa bersikap tegas dan logis. Masa permintaan konyol seperti itu sampai harus dituruti? "Come on, Ya, cewek lo bakalan semakin manja kalau kemauan konyolnya lo turutin terus. Lo nggak kasihan apa lihat dia makin ke sini makin sok kayak princess. Lonya juga sih!" Ksatria memasukkan dompet dan ponselnya ke kantung celana, memilih mengabaikan kata-kata kembarannya tersebut. Namun sebelum Ksatria beranjak dari kamar, dia sempat berkata, "Nggak ada hubungannya. Gue cuma mau nyenengin orang yang gue sayang aja. Lo juga bakal ngerasain ketika lo punya cewek nanti. Gue jalan dulu, Yo!" Dan Ksatria pun langsung berlalu. "Daripada nyenengin, gue lebih pengen dia jadi orang yang lebih baik dulu, Ya." Ksatrio pun terkekeh dalam sendu yang tiba-tiba saja hadir. "Ngomong apa sih lo, lagian dia bukan cewek lo," ucap Ksatrio pada diri sendiri. Banyak yang bilang, semakin kalian menolak takdir maka semakin takdir itu mengejar kalian. Karena pada dasarnya, tanpa mengejar pun kita akan menghampiri sendiri sang takdir itu. Jadi yang harus kita lakukan adalah terus menjalani hidup yang membawa kita kepada takdir yang sudah Tuhan tetapkan. Sama seperti Ksatrio. Sejak awal dia tidak pernah mengeluh pada takdirnya, dilahirkan sebagai anak kembar yang memiliki banyak kekurangan jika dibanding saudara kembarnya. Namun Ksatrio pun tidak memilih untuk menolak lupa jika kembarannya itu pun memiliki kekurangan juga. Tuhan itu Maha adil. Semua diciptakan berpasangan, sepaket. Ketika ada kelebihan maka di situ pasti ada kekurangan yang mendampingi. Semua orang sudah memiliki porsinya masing-masing. Termasuk takdir Ksatrio untuk bertemu dan mengenal Anin. Ksatrio lupa, entah sejak kapan ia memperhatikan Anin lebih lama dari biasanya. Apakah sejak pertama kali Ksatria menitipkan Anin padanya? Entahlah, Ksatrio tidak ingat. Yang dia tau, seiring waktu yang berjalan dan ia habiskan bersama Anin meskipun hanya sesaat, dunianya tidak lagi sama. Berlebihan? Bukankah memang itu rasanya jatuh cinta? Semua menjadi serba hiperbolis. Menyukai seseorang yang sudah memiliki kekasih itu bukan kesalahan. Perasaan kan tidak bisa diatur akan jatuh pada siapa. Hanya saja waktunya yang tidak tepat. Semakin tidak tepat karena orang yang disukai adalah pacar saudara sendiri. Dari sekian juta atau bahkan milyaran manusia, kenapa harus Anin yang pada akhirnya membuat Ksatrio jatuh cinta? Apakah ini salah takdir, waktu atau cinta itu sendiri? Ksatrio Adiswara: Heh cewek manja! Jangan ganggu Satria dulu. Dia lagi sibuk belajar buat OSN. Ksatrio Adiswara: Lagian lo nggak takut jadi gendut apa makan fastfood jam segini? Gendut~ Tanpa Ksatrio duga, balasan dari Anin datang lebih cepat. Aninda Putri Baniansyah: BACOT! *** "Satria...masa kembaran kamu ngeselin!" adu Anin kepada Ksatria yang tengah sibuk memarkirkan mobilnya di lahan parkir sebuah gerai restoran cepat saji. Yah, mereka tetap membeli makanan yang kini ada di atas pangkuan Anin lewat fasilitas drive thru, hanya saja mereka memutuskan untuk memakannya di tempat parkir restoran tersebut. Kalau dipikir-pikir, benar kata Ksatrio, permintaan yang konyol. Tapi Ksatria tidak keberatan atau bahkan protes, selama dia bisa melihat Anin tersenyum. Ksatria baru menanggapi aduan Anin ketika mobilnya sudah terparkir dengan rapi. "Ngapain emangnya dia?" Anin kini sedang sibuk membuka bungkusan burger milik Ksatria dengan bibir yang mengerucut. "Dia nyumpahin aku gendut gara-gara ngajakin kamu ke sini!" Anin berujar sambil menyodorkan burger tersebut ke arah Ksatria yang langsung menerimanya. Lalu Anin pun membuka burger miliknya sendiri. "Lagian kan aku nggak maksa kamu, kamu sendiri yang bilang lagi suntuk gara-gara belajar terus." "Emang.  Biarin aja Rio, lebay dia. Nanti aku sumpel burger juga diem," kata Ksatria menenangkan. Melihat ekspresi bete yang masih terpatri di wajah Anin, membuat Ksatria melayangkan tangannya untuk mencubit gemas pipi Anin. "Satriaaa, ih! Seneng banget sih nyubit pipi aku. Kalau melar gimana?" protes Anin sambil mencoba melepaskan cubitan Ksatria dari pipinya. Ksatria justru tertawa karenanya. "Abisnya pipi kamu fluffy. Aku nggak perlu beli squishy lagi selama ada pipi kamu," ledek Ksatria sambil kembali menguyel pipi Anin. Anin pun hanya bisa mengerang, namun akhirnya ia pasrah saja pipinya jadi lampiasan rasa gemas Ksatria. Ksatria tidak menyesal malam ini mengikuti keinginan Anin. Meskipun hanya sekedar makan fast food di dalam mobil, mengobrol dan membagi tawa, Ksatria sudah berhasil melepaskan kepenatannya beberapa hari belakangan. Anin dan sifat manjanya benar-benar pil penghilang stres yang ampuh untuknya. "Kamu tumben banget boleh keluar malem-malem gini. Ayah kamu juga tadi nggak keluar nemuin aku. Biasanya kalau mau jalan, om Bani suka briefing dulu." Ksatria tidak bermaksud melebih-lebihkan soal 'briefing'. Karena kenyataannya memang demikian. Setiap kali akan mengajak Anin pergi, ayahnya akan muncul dan memberi do and don'ts yang harus Ksatria penuhi. Ksatria sampai hafal di luar kepala apa-apa saja. Tiba-tiba saja Anin terdiam, membuat Ksatria mencium bau mencurigakan darinya. "Jangan bilang kamu keluar diem-diem?" Anin tidak menjawab, namun Ksatria bisa dengan jelas menyimpulkan hanya dengan melihat gerak-geriknya. "Nin! Kalau ayah kamu sampai tau, nanti dia marahnya sama aku!" Ksatria buru-buru meletakkan burgernya yang tinggal setengah ke dashboard dan memilih untuk menarik rem tangan mobil, siap membawa Anin kembali ke rumah. "Aku belum mau pulang, Satria!" seru Anin ketika Ksatria sudah melajukan mobilnya keluar dari pelataran parkir. "Please!" "Dan kamu mau aku kena masalah? Kamu mau ayah kamu jadi nggak suka sama aku dan kita dilarang pacaran?" tanya Ksatria. Tanpa sadar nada suaranya jadi meninggi. "Kok kamu bentak aku? Ayah nggak akan tau, dia udah tidur karena capek baru pulang dari Venezuela!" jawab Anin dengan nada yang tidak kalah tinggi.   Ksatria mengusap wajahnya dengan sebelah tangan. "Anin... Oke sori, aku nggak maksud buat bentak kamu tapi aku cuma nggak mau kamu jadi kena omel ayah. Kamu juga nggak mau kan kalau ayah kamu marah sama aku?" Ksatria mencoba membujuk Anin dengan nada yang lembut. "Kita dapet izin dari ayah kamu nggak gampang, Nin, kamu nggak mau kan apa yang kita perjuangin jadi sia-sia?" Anin menyandarkan tubuhnya ke sandaran kursi. "Aku udah gede, aku punya hak kemana pun aku mau pergi dan mau lakuin." "Dan ayah kamu juga masih punya hak buat tau kemana anaknya pergi malem-malem." Ksatria lalu melayangkan sebelah tangannya yang tidak memegang kemudi untuk mengusap kepala Anin. "Nanti kita jalan-jalan malem lagi kayak gini, ya? Asalkan dapet izin dari ayah kamu." Anin akhirnya mengangguk. Meskipun masih kesal, tetapi apa yang Ksatria katakan benar. Dia tidak mau kalau izin yang susah dapat ia dan Ksatria dapatkan jadi terbuang sia-sia hanya karena keegoisannya. Lagipupa Ksatria pasti capek, belajar biasa saja sudah membuat lelah apalagi belajar ekstra. Sesampainya di rumah, Anin beruntung karena tidak ada yang menyadari kepergiannya barusan. Semua penghuni rumah sudah di dalam kamar masing-masing. Jam menunjukkan pukul setengah dua belas ketika Anin merebahkan diri di kamarnya setelah berganti baju tidur dan bersih-bersih. Anin hampir saja terlelap kalau saja ponselnya tidak berbunyi. Semula Anin mengira Ksatria yang mengirimkan pesan selamat tidur, namun justru nama Ksatrio yang muncul. Ksatrio Adiswara: Besok kerja kelompok di rumah Karisa jam 9 Ksatrio Adiswara: sent a photo   Anin membuka capture alamat rumah Karisa yang dikirimkan Ksatrio dan menyimpannya. Ksatrio Adiswara: Baca doang, emang koran? Bales kali! Anin berdecih. Apa Ksatrio tidak merasa masih punya salah apa sama Anin sudah nyumpahin dia gendut? Anin sudah bersiap untuk kembali tidur saat sebuah pesan kembali masuk. Masih dari orang yang sama. Ksatrio Adiswara: Berangkat bareng aja. Aninda Putri Baniansyah: Gue punya supir kali. Lagian gue juga masih punya cowok kok, ngapain juga bareng sm lo. Ksatrio Adiswara: Dibilang jangan gangguin Satria dulu! Batu banget sih dikasih taunya. Ksatrio Adiswara: Terserah lo mau bareng atau nggak. Yang penting gue udah nawarin. Dan gue nggak akan izinin Ksatria nganterin lo. Dia harus fokus sama persiapan OSN! Aninda Putri Baniansyah: sent voice note Di sebrang sana, Ksatrio tersentak ketika balasan yang dikirim dari Anin justru sebuah pesan suara. Dengan jantung yang tiba-tiba saja berdegup lebih cepat dan ekspetasi yang melayang entah ke mana, Ksatrio membuka pesan suara tersebut yang langsung memutar suara Anin. "BAWEL!" Ksatrio refleks melepaskan headset yang sejak tadi bertengger di telinganya. Suara Anin langsung memekakan pendengarannya sampai pengang. Ampun deh, suaranya sebelas dua belas sama Zeta. Udah nyaring, cempreng pula! Ksatrio menatap layar ponselnya keki. Bisa-bisanya Ksatria pacaran sama cewek kayak gini? Dan juga, bisa-bisanya dia sendiri suka dengan gadis seperti ini? Ternyata benar kalau cinta itu memang buta.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD