Siang itu murid-murid SMA Angkasa dibebaskan dari jam KBM dikarenakan rapat yang diadakan para guru. Sebagian murid memilih menonton pertandingan futsal yang diadakan oleh anak-anak kelas dua belas, sebagian berhamburan di kantin atau perpustakaan dan sebagian lagi tetap di kelas.
Ksatrio memilih untuk tetap berada di kelas, main COC di ponsel ditemani segelas es teh manis dan sebungkus besar kacang atom yang ia beli di kantin. Segala persiapan untuk tempur sudah ia siapkan. Tapi ternyata rencana manusia bisa meleset kapan pun.
"Yang, bantuin dong!" Salah satu hal yang membuat rencana Ksatrio untuk main games dengan tenang rupanya harus terganggu. Kehadiran Zeta yang membawa buku cetak fisika setebal dempul waria di taman lawang ke hadapan Jay juga Ksatrio berhasil merusak suasana.
"Heh, ngaco ya lo Ze? Masa anak IPA minta bantuan sama anak IPS. Mana ngerti, beda habitat!" Protes Ksatrio kesal. Pasalnya meskipun kehadiran Zeta ke kelasnya bukan untuk mengganggu Ksatrio melainkan Jay, tetap saja berimbas pada dirinya. Yaiyalah, suara Zeta saja bisa terdengar ke radius terjauh saking cemprengnya.
Zeta mengabaikan protes Ksatrio dan memilih untuk tetap merengek kepada Jay. "Aku udah nggak sanggup lagi. Muak."
"Sama, gue juga muak. Makanya pergi gih!" Lagi-lagi Ksatrio menyahut. Yang tentunya hanya diabaikan seperti suars nyamuk lewat oleh Zeta.
Jay juga tidak bisa berbuat banyak. Kadang benar juga kata Ksatrio, kalau Jay udah jadi b***k cintanya Zeta. Tapi sayang, mau digimanaian dong?
Sebetulnya, meskipun kadang Ksatrio jail dan suka menggoda Zeta sampai gadis itu kesal bahkan marah. Ksatrio tidak benar-benar membenci gadis itu. Bahkan Ksatrio kini menganggap Zeta sahabatnya sama seperti Jay. Awalnya mungkin tidak suka. Sama seperti penilaian Ksatrio terhadap Anin dulu. Namun semakin mengenal, Ksatrio pun mulai mengetahui sisi Zeta yang lain. Yang pada akhirnya membuat Jay jatuh hati. Ksatrio tidak bohong kalau kadang Zeta menyebalkan, terlalu bossy sampai-sampai membuat Jay lebih mirip kacung daripada pacar. Tetapi, semua orang kan memiliki sisi menyebalkannya sendiri. Lagipula selama Jay bahagia, Ksatrio sih setuju-setuju saja.
Zeta pun memutar kursi kosong di depan meja Jay. Kursi itu adalah milik Ghea, teman sebangku Karisa. "Hai, gue numpang ya!" ucap Zeta pada Karisa sambil menduduki bangku tersebut.
Karisa mengangguk singkat sebelum kembali ke buku yang sedang ia baca.
Ksatrio menghela nafas. Lalu tiba-tiba saja Ksatrio teringat sesuatu. Dan menurutnya, ini bisa jadi salah satu cara untuk membantu Karisa lebih bersosial. "Ze, Karisa ngerti fisika loh!"
Mata Zeta langsung berbinar. "Yang bener?" Tatapannya kini beralih pada Karisa. "Kok bisa? Lo kan anak IPS?"
Karisa menurunkan buku yang dibacanya. "Gue suka IPA. Gue belajar IPA SMA waktu masih homeschooling."
"Dafuk?" Jay mengumpat karena terkesima. "Berarti lo udah pelajarin IPA SMA dari SMP? Gokil." Jay nggak pernah menyangka akan kenal dengan orang semacam Karisa. Dia pikir orang-orang seperti itu cuma ada di tv atau cerita saja. Ajaib.
Akhirnya dengan bantuan Karisa, Zeta pun menyelesaikan tugasnya. Bahkan bagi Zeta yang sejak kelas sepuluh belejar IPA lebih dominan, fisika masihlah sulit di matanya. Namun Karisa menyelesaikannya dengan teramat mudahnya.
Diam-diam Ksatrio tersenyum melihat interaksi antara Karisa, Zeta dan Jay. Entah kenapa ia merasa puas karena baik Zeta dan Jay bisa merespon Karisa dengan baik. Ksatrio seperti seorang ayah yang sedang melihat tumbuh kembang anaknya.
"Kenapa lo nggak ikut OSN aja, Kar?" tanya Zeta sambil memasukkan alat tulisnya ke dalam tempat pensil. "Kalau nggak salah dari IPA cuma dua orang yang ikut seleksi."
"Emangnya Karisa boleh ikutan? Dia kan bukan jurusan IPA."
Zeta terdiam. "Iya sih... Tapi kalau Karisa emang bisa lolos seleksi, kenapa enggak? Toh yang bangga kan sekolah juga nantinya." Ksatrio dan Jay manggut-manggut.
Tanpa sadar, mereka sudah keasyikan mengobrol sampai akhirnya rapat yang diadakan para guru selesai dan KBM kembali dilanjutkan. Zeta pun kembali ke kelasnya di gedung IPA.
Ksatrio merasa bangga ketika bisa melihat senyum kecil di bibir Karisa sepeninggalan Zeta. Mungkin Karisa kini telah menyadari, kalau memiliki teman itu tidaklah buruk. Dan Ksatrio merasa senang karena ia ikut andil dalam hal tersebut.
***
"Satu kelompok itu empat orang. Kalian bikin sendiri kelompoknya, nanti ketua kelas tolong kumpulin daftar kelompoknya." Miss Erna pun menutup buku paketnya dan bersiap keluar kelas. "Deadline kalian minggu depan."
"Yaaah!" Dengan kompak suara itu terdengar membuat Bu Erna memukul meja dengan ujung spidol.
"Mau Miss cepetin jadi lusa?"
Sontak semua suara pun menghilang. Tidak ada yang berani melayangkan protes lagi. Dengan waktu singkat yang diberikan, tentunya tidak ada lagi alasan untuk bermalas-malasan. Akhir minggu ini tugas harus mulai dikerjakan.
Ksatrio menatap Jay dengan nelangsa. "Jay, kita alamat dapet kelompok buangan lagi."
Yup, ini bagian yang paling tidak Ksatrio suka. Pembagian kelompok yang bebas biasanya berlangsung tidak adil. Kebanyakan anak perempuan tidak ada yang mau memasukkan anak laki-laki ke kelompok. Alasannya, mereka takut kalau nantinya mereka hanya kerja sendiri dan anak laki-laki hanya terima beres. Karena memang seperti itulah yang terjadi pada pengalaman sebelumnya. Anak-anak rajin biasanya hanya mau memasukkan yang rajin pula agar tugas mereka selesai tepat waktu dengan hasil terbaik.
Jay menatap punggung Karisa, seketika senyumnya pun terbit. "Gimana kalau kita sekelompok sama Karisa?"
Ksatrio yang mendengarnya pun agak terkejut. Bahkan Jay berinisiatif lebih dulu untuk mengajak Karisa. Gadis yang selama ini selalu dianggap tak kasat mata. Entah kenapa Ksatrio lagi-lagi ikut senang karena merasa dirinya iku andil dalam hal ini. "Boleh."
Jay pun langsung menepuk punggung Karisa. "Kar, mau join kelompok sama kita nggak?" tanya Jay antusias ketika Karisa telah menoleh. Bahkan jauh lebih antusias daripada Ksatrio sendiri.
Karisa menyempatkan diri menatap Ksatrio yang tengah tersenyum ke arahnya. Seolah terhipnotis dengan senyum Ksatrio, Karisa langsung menganggukan kepala.
Jay berseru senang. Lalu ketika ingin mengajak Ghea yang notabennya teman sebangku Karisa-meskipun gadis itu seolah tidak menganggap Karisa ada-seseorang tiba-tiba saja berdiri di samping meja Ksatrio dan membuat Jay mengurungkan niatnya.
"Gue sekelompok sama lo, Yo." Anin. Gadis itu lah yang tiba-tiba saja datang dan memutuskan hal tersebut.
Tatapan Ksatrio dan Jay pun langsung beradu. Menyatukan Jay dan Anin dalam satu kelompok sama saja mencari masalah. Yang ada mereka malah...
"Gue nggak mau cari ribut sama Jason," sahut Anin seolah mengerti kekhawatiran Ksatrio. "Kelompok kalian masih kurang orang, kan?"
"Udah ber-empat, kok. Ada Ghea sama Karisa."
Ghea yang mendengar namanya disebut langsung memutar tubuhnya. "Ih, kapan gue gabung sama kelompok kalian?" Gadis itu lalu menunjuk sekelompok teman-temannya di meja depan. "Gue sama mereka."
Jay mendesis. Ghea benar-benar nggak ngerti yang namanya 'ngeles'.
Anin tidak memedulikan penolakan yang sedang Jay coba lakukan. Bahkan sejujurnya dia nggak peduli sama sekali ada Jay di kelompok itu. Anin hanya ingin satu kelompok dengan Ksatrio, agar ia punya alasan untuk bicara lebih banyak dengannya dan bertanya tentang hal yang Ksatrio katakan padanya terakhir kali. Tentang kenapa Ksatrio mengatakan kalau ia mengerti tentangnya.
Jay menghela nafas. Melihat Ksatrio yang tidak ada tanda-tanda akan menolak kehadiran Anin pun akhirnya hanya bisa pasrah dan menyerahkan keputusannya pada Ksatrio. "Terserah lo deh, Yo." Jay malas jika nanti dia salah bicara dan ujung-ujungnya ribut sama Anin. Masalah antara dia, Zeta, Anin dan Kea saja belum selesai masa harus nambah masalah baru.
Ksatrio akhirnya mengangguk. "Yaudah." Lagipula mereka memang membutuhkan satu anggota lagi. Dan Anin bukanlah tipikal murid malas yang nantinya hanya akan mengandalkan kelompok. Meskipun gadis itu punya peringai seperti tuan putri, gadis itu termasuk murid yang rajin dan pintar di kelas. Dan juga... Ksatrio jadi punya alasan lain untuk bersama Anin selain jadi tukang ojeknya ketika Ksatria sibuk. Iya kan?