Setelah pengambilan nilai teknik bermain voli, Ksatrio mencetuskan ide untuk bermain bentengan bersama teman-teman sekelasnya.
Di zaman sekarang, tentunya permainan tersebut sudah agak jarang didengar apalagi dimainkan. Setelah adanya beragam gadget canggih, permainan-permainan tradisional mulai ditinggalkan dan nyaris dilupakan.
"Nggak seru ah kalau anak cewek lawan cowok! Lebih adil kalau digabung!" seru Kenang, salah satu teman sekelas Ksatrio.
"Nggak setuju! Anak cewek kalau main ribet, pasti. Yang ada nanti jaga benteng doang yang majuin anak cowok terus!" balas Andi, salah satu teman sekelas Ksatrio yang lain. Kali ini mewakili para anak cowok.
"Eh, tapi kalau gabung sama anak cewek enak, kapan lagi kita dikejar-kejar cewek." Kini giliran Adi sang ketua kelas menimpali.
"Yeee g****k, itu mah karena lonya aja jones!"
Akhirnya setelah melalui perdebatan, diputuskan untuk menggabungkan pemain perempuan dan laki-laki sebagai keputusan teradil.
"Pokoknya, batasannya cuma boleh sampe sekeliling koridor gymnasium ya!" ucap Ksatrio membuat peraturan. Pasalnya kalau tidak diberi batasan, yang ada para pemain malah lari seenaknya, kan capek ngejarnya.
"Yah! Nggak ada tempat ngumpetnya, dong?" Jay berseru protes.
Ksatrio langsung menoyor kepala sahabatnya itu pelan. "Ini tuh main bentengan, Jay, bukan petak umpet!" Lalu Ksatrio langsung bersiap memegang tiang ring basket yang digunakan sebagai benteng timnya. Di sebrang sana, tim lawan pun memegang benda yang sama sebagai benteng.
"Eh Karisa, lo nanti jaga benteng aja ya?"
Ksatrio refleks menoleh ke suara itu berasal. Ada Ajeng yang sedang bicara dengan Karisa. Sejak kapan Karisa masuk timnya? Gadis itu benar-benar jago untuk membuat dirinya seolah tidak terlihat dan tidak disadari kehadirannya.
Sejak Karisa memberikannya sandwich beberapa waktu lalu, entah kenapa sosok Karisa seolah selalu berada di jarak pandang Ksatrio. Padahal sebelumnya, Ksatrio bahkan nggak peduli dengan kehadiran gadis itu. Bukan berarti sekarang Ksatrio jadi peduli sih, setidaknya Ksatrio sudah mengakui keberadaannya. Apalagi saat itu Karisa sudah berbagi bekal, Ksatrio jadi merasa punya hutang budi secara tidak langsung.
Permainan diawali dengan pengumpan dari benteng lawan. Tim Ksatrio pun ikut mengirim umpan dan akhirnya permainan resmi dimulai. Gymnasium langsung ramai oleh teriakan-teriakan anak perempuan setiap kali mereka dikejar. Tawa, teriakan memohob ampun sampai umpatan kasar silih berganti bersahutan.
Dibalik keseruan bentengan, tentunya selalu ada oknum-oknum yang lebih memilih jaga kandang daripada berkejaran atau berusaha menguasai benteng lawan.
"Eh Kar, jalan kali, jangan diem doang." Ksatrio akhirnya menegur Karisa yang sejak tadi hanya diam di benteng. Nggak pernah sekali pun gadis itu mencoba maju atau mengenai lawan yang mencoba mendekat. Betul-betul cuma diam memegangi tiang.
Karisa berkedip menatap Ksatrio. "Tadi Ajeng nyuruh gue jaga benteng." Karisa menjawab dengan nada dan ekspresi datar.
Ksatrio langsung mencari-cari sosok Ajeng yang ternyata sedang berlari dikejar Titan dari tim lawan. Titan baru berhenti mengejar Ajeng ketika ada Adi dari tim Ksatrio yang maju. Ajeng pun kembali ke bentengnya dengan nafas tersengal.
"Jeng! Kok lo jahat sih, si Karisa kayak anak bawang aja nggak boleh kemana-mana." Ksatrio pun langsung mencetuskan protesnya. Benar-benar nggak tau basa-basi.
Ajeng memasang wajah tidak enak. "Ya abis tadi dia gue tanya pernah main nggak, dia bilang nggak pernah. Daripada nanti malah kena atau gimana ya gue suruh jaga benteng aja." Ajeng membela diri. Gadis itu lalu menggulung ke atas rambutnya dan tidak lupa menjepitnya. "Iya kan, Sa?"
"Gue tau peraturannya, tapi gue nggak pernah main." Karisa menjawab dengan kalem.
Ksatrio melongo. Ini manusia hidup di mana coba? Ya tau sih Karisa memang orang berada. Pulang pergi ke sekolah selalu dijemput supir dan mobil mewah. Kabar-kabarnya Karisa adalah salah satu anak konglomerat di Indonesia. Nggak ngerti deh Ksatrio, nggak peduli juga. Tapi kasihan saja melihat Karisa cuma diam saja jaga benteng, nggak merasakan langsung keseruannya mengejar dan dikejar, apalagi dia belum pernah main seumur hidupnya.
Ksatrio pun mulai membidik ke arah teman-temannya yang telah ditangkap tim lawan dan sedang menunggu diselamatkan. Bibir Ksatrio tersenyum miring. "Kar, dari pada diem doang. Tuh, lo maju selamatin tim kita. Nggak usah takut, nanti gue yang jagain lo jangan sampe kena."
Karisa menoleh ke arah Ksatrio. Masih dengan ekspresi datarnya, Karisa pun mengangguk. Ksatrio sempat kaget karena Karisa langsung setuju begitu saja. Aneh.
"Tuh, lo tinggal sentuh tangannya--"
"Fachri?" Potong Karisa cepat. Karisa lalu mengulas senyum kecil. "Gue tau kok. Gue pernah baca cara mainnya di buku. Tapi ini emang baru pertama kalinya gue main." Lalu setelah mengatakannya, Karisa pun berancang-ancang untuk berlari menuju benteng lawan. Menunggu lawan lengah dan menyelamatkan teman-temannya.
Aksi Karisa tentu saja membuat banyak mata menatap heran. Bahkan beberapa dari tim lawan yang melihatnya sampai speechless dan nggak kepikiran untuk menggagalkan aksi tersebut. Mereka terlalu terkesima dengan aksi yang dilakukan Karisa.
Secara Karisa gitu. Cewek tertutup yang hanya bicara seadanya. Lebih senang kalau dirinya tidak dianggap ada oleh orang lain. Bahkan teman-temannya nggak akan sadar kalau sejak tadi Karisa ikut dalam permainan kalau bukan karena Ksatrio menyuruh Karisa melakukan aksi penyelamatan tersebut.
Di sisi lain, Jay berlari kembali ke bentengnya setelah mengelilingi gymnasium karena dikejar Adi. Alhasil Jay dan Adi nggak melihat kejadian yang sempat menarik perhatian banyak orang tersebut.
Jay memekik ketika melihat bentengnya nyaris ditinggal tanpa orang. Hanya ada Anin yang sedang sibuk memainkan ponsel dan dengan tubuh bagian samping yang bersandar ke tiang.
"Gila, ini kalo diserang gimana!" Seru Jay sambil menyentuh tiangnya.
Orang-orang yang masih terpukau dengan aksi Karisa seolah tersadar dan langsung kembali berkerumun di tiang basket.
Anin mendengus malas. Seolah tidak peduli dengan seruan Jay, ia memilih menuntaskan aktiftasnya untuk window shopping di website Forever21 ketika teman-temannya mulai kembali bermain.
Jay mendengus melihat tingkah Anin. Sesungguhnya Jay ingin sekali bilang pada Anin "Heh, kalau nggak niat main mendingan lo minggir dah, bikin sumpek doang." Tapi tentunya Jay nggak berani macem-macem. Ya kali dia mau nantangin keponakan ketua yayasan. Cucu dari yang punya sekolahan tempat dia sekolah. Minta dikeluarin yang ada. Akhirnya Jay cuma diam saja dan memilih kembali fokus bermain.
Anin memasukkan kembali ponselnya ke dalam kantung celana olahraga yang ia kenakan. Lalu fokusnya terarah kepada teman-temannya yang sedang sibuk berlarian kesana-kemari. Sejujurnya dia bosan dan nggak minat ikut bermain. Kalau bukan karena semua teman sekelasnya ikut main, Anin juga pasti nggak akan ikutan. "Kayaknya ini pertama kalinya gue lihat Karisa interaksi sama anak-anak selain di dalem kelas kalau ada tugas kelompok." Ucap salah satu teman sekelas Anin. Hal tersebut pun menarik perhatiannya.
Karisa. Gadis tertutup itu kini jadi pusat perhatian secara tidak langsung. Setelah sekian lama menjadi pendiam dan unseen girl, gadis itu langsung menarik perhatian banyak orang. Ternyata ketika didekati, Karisa tidak se-aneh yang orang lain sangka pada awalnya. Terbukti ketika gadis itu nampak asik saat bermain bentengan dan penuh semangat. Dan tanpa sadar, Anin memperhatikan Karisa dengan tatapan tajam penuh makna.
Tentunya pemandangan tersebut tidak luput dari pantauan Ksatrio. Sejak awal permainan, Anin sama sekali tidak terlihat antusias. Bahkan dia memilih untuk tetap diam dan menjaga benteng. Dan kini, tiba-tiba saja gadis itu terlihat ingin terlibat dalam pertempuran.
Dahi Ksatrio mengernyit ketika Anin tiba-tiba saja berlari untuk mengejar seseorang dari timnya . Dan sasaran Anin adalah Karisa. Dari sekian banyak orang, secara kebetulan Anin memilih Karisa. Atau memang, sejak awal tujuan Anin adalah Karisa? Ksatrio masih tidak bisa menebaknya.
Karisa melesat melalui pintu gymnasium dan Anin yang dengan gesit mengejarnya di belakang. Kini bertambah lagi satu orang yaitu Ksatrio sendiri yang tengah berlari mengejar Anin.
Ksatrio kan sudah berjanji untuk melindungi Karisa jika cewek itu mau ikut bermain. Dan kini Ksatrio sedang menjalankan janjinya.
Tapi kenapa harus Anin yang dia kejar, sih?
Anin tersandung undakan tangga dan hampir saja jatuh tersungkur ke lantai kalau saja Ksatrio tidak buru-buru menarik lengannya, tapi hal itu justru menyebabkan wajah Ksatrio jadi tidak sengaja terpukul tangan Anin.
"Aduh!" Ksatrio memegangi wajahnya yang baru saja kena pukul. "Makasih, kek, kok malah mukul?"
Anin yang masih saja kaget akan kehadiran Ksatrio baru bereaksi setelah beberapa detik. "Maaf, gue nggak sengaja. Lagian lo ngapain, sih?" tanya Anin yang bingung dengan kehadirannya.
"Kok ngapain? Ngejar lo, lah! Lagi main bentengan kan kita?" ucap Ksatrio santai. "Lagian lo ngapain sih niat amat larinya sampe nggak nyadar ada tangga? Kalau nyungsep gimana?"
Anin mendengus. "Ya bodo. Suka-suka gue, kan?" Lalu seolah tersadar kalau Anin pasti sudah kehilangan Karisa, gadis itu pun menatap Ksatrio kesal. "Lo sih! Kabur kan dia?"
Ksatrio tertawa. "Ya bagus, dia kan tim gue. Omong-omong lo tadi udah gue kenain, jadi sekarang lo jadi tawanan tim gue."
Mata Anin membulat. "Apa-apaan? Enak aja!" Gadis itu lalu memilih meninggalkan Ksatrio untuk kembali ke dalam gymnasium. Namun tentu saja tidak semudah itu, karena Ksatrio langsung menarik lengannya.
"Gue tau lo ngincer Karisa bukan karena lo emang pengen main bentengan. Lo kesel kan karena dia tiba-tiba jadi pusat perhatian?"
Tubuh Anin seketika kaku. Matanya menatap Ksatrio kaget. Darimana Ksatrio tau?
Seolah mengerti apa yang dipikirkan Anin, Ksatrio pun tersenyum miring. "Terlalu mudah buat nebak pikiran lo, Nin. Karena gue mengerti elo."
"Ngerti? Lo nggak tau apa-apa tentang gue! Lo cuma kebetulan--"
"Kebetulan jadi temen sekelas lo dari SMP? Kebetulan jadi saudara kembar pacar lo?" Ksatrio lalu melepaskan tangannya dari lengan Anin. "Dan kebetulan gue pun mengerti lo."
Anin memilih untuk tidak menanggapi Ksatrio dan pergi dari hadapannya. Anin masih tidak tau mengapa Ksatrio tiba-tiba berbicara dan bersikap demikian. Setelah percakapan mereka terakhir kali di warkop, tidak ada interaksi antara Ksatrio dan dirinya. Kalau pun ada, hanya sebatas basa-basi tidak berarti. Selain karena Ksatrio masih bermain dengan Jay--dan Anin tidak suka--mereka juga tidak memiliki alasan untuk berinteraksi. Anin sedang tidak butuh Ksatrio untuk mengantar atau menjemputnya karena Ksatria sedang tidak sibuk. Dan hari ini, tiba-tiba saja Ksatrio justru berbicara hal yang tidak Anin mengerti. Ksatrio bilang, kebetulan saja dia mengerti Anin?
Anin mendesis. Bahkan dia pun tidak mengerti dirinya sendiri, bagaimana bisa justru Ksatrio yang mengerti? Memang dia siapa?