Ngintip!

1448 Words
Walau dengan sedikit agak ragu, aku masuk ke kamarnya Pak Hen. Pria itu walaupun wajahnya sering kusut bak baju yang sebulan tak disetrika, tapi kamarnya cukup rapi juga. Wangi pula. Oiya, sampai lupa, aku disuruh mengambil baju ganti di kamar tamu. Ah, semoga saja bajunya tidak ada yang aneh. Siapa tahu kan, Pak Hen tengah malam berubah menjadi manusia setengah jelly yang lembek, haha. Kalau saja ada hal aneh, akan aku foto dan sebar di grup karyawan. Lumayan, hiburan gratisan kan? Sepuluh menit aku mengobrak-abrik isi lemari ini. Ck, kenapa tidak ada yang mencurigakan? Misalnya lingerie gitu atau bikini. Ini sih semua baju kaos dan kemeja. Gak ada menariknya sama sekali. Akhirnya aku mengambil baju kaos oblong. Ukurannya besar sekali. Lihat, di tubuhku berubah menjadi layaknya baju tunik. Dasar tiang listrik, baju aja bisa sepanjang ini. Setelah mendapat baju ganti, aku kembali ke kamar Pak Hen. Walau tidak ada bathtub seperti di kamarku, tapi ini lumayan nyaman. Bagiku, yang penting bersih. Tapi kalau dipikir-pikir, wajar juga kamar Pak Hen rapi. Dia kan sedikit agak nganu. Setelah seharian ini lelah melayani Nyonya Mona yang super ribet itu, guyuran air shower ternyata sedikit menjadi obat. Seger banget rasanya. Ups, aku lupa bawa handuk! Sial, mau keluar juga sudah tanggung. Bagaimana ini? Cklek. Kudengar ada seseorang membuka pintu kamar. Ah, siapa tahu bisa minta tolong kan? "Siapa itu?" Aku sedikit berteriak. "Ini saya. Kamu tenang saja, saya hanya mengambil charger ponsel." Oh, ternyata empunya kamar ini. "Eh, tunggu-tunggu, Pak!" Aku berteriak lagi dari dalam kamar mandi. "Ada apa?" Oke, yakin kok ini gak akan ngaruh apapun pada burungnya Pak Hen. Dia suka terong kan? Dengan keyakinan penuh, aku membukakan pintu kamar mandi sedikit, kepalaku menyembul dari balik pintu. "Bisa ambilkan handuk, Pak?" Tak lupa cengiran indah aku pasang juga biar dia merasa tersentuh. Dan yang terjadi bukannya tersentuh atau mau menolong, ia malah melotot kaget. "Eh, itu kamu ngapain?!" "Saya bilang, bisa minta tolong ambilkan handuk?" Gemes ih, masa gak faham juga? Tangan kananku menjulur keluar. Pak Hen dengan teganya memalingkan wajah bahkan menutup mata pula. Ya kalau merasa jijik atau gak suka, jangan berlebihan juga kali! Lagian yang kelihatan cuma kepala dan tangan aja. Lainnya kan masih berlindung di balik pintu. "Kamu ini, lain kali jangan membuka pintu kamar mandi saat sedang tidak berbusana." Pak Hen menjawab tanpa melirik ke arahku sedikit pun. "Saya ngerti kok, Anda jijik dan tidak suka dengan wanita. Roti sobek dan otot kekar jauh lebih seksi di mata Anda. Tapi ya jangan sampe segitunya juga dong, Pak!" Kesel sih, gitu amat! Dia berdecak pelan. Kulihat Pak Hen berjalan dan nampak mengambil sesuatu dari dalam lemari. "Ini, dan jangan keluar sebelum kamu memakai baju dengan rapi!" Bibirku tersenyum lebar, "Nah gitu, dong! Anda tenang saja, saya akan menjaga mata Anda agar tidak melihat hal yang tidak Anda sukai." "Hm." Ia hanya bergumam pelan. Dasar tiang listrik! Ah, rasanya kurang lengkap jika tidak membuatnya tersipu malu. Sedikit membuat hiburan gak apa kali ya, haha. "Eh, tunggu, Pak!" Aku memanggilnya lagi. Dia berbalik tapi dengan wajah yang menunjukkan rasa malas. "Apalagi?" "Ngomong-ngomong kalau yang mandi di sini Tomas, Pak Hen pasti akan suka melihatnya tanpa busana kan?" Aku terkikik geli. Dia tidak menjawab. Hanya memutar bola matanya lalu pergi meninggalkan kamar. Haha, malu kali ya dia? Selepas kepergian Pak Hen, aku masuk kembali ke kamar mandi. Huh, seger banget! Eh, kayak ada yang masuk. Jiwa penasaranku meronta. Dengan keadaan rambut basah kuyup, aku membuka pintu. Kepalaku nongol keluar, "Siapa? Ada yang masuk kamar ini?" Hening. Sepertinya hanya salah dengar. Lebih baik aku segera menyelesaikan mandi. Selepas mandi, aku memperhatikan baju ganti yang aku ambil tadi. Bajunya gombrong sekali, celananya juga kebesaran. Tapi tak apalah, daripada gak pake baju. Sebentar, kok berasa ada yang aneh ya? Kayak ada yang sedang melihatku. Pandanganku menyapu sekeliling ruangan. Tidak ada siapapun. Hih, seketika bulu kudukku berdiri semua. Jadi merinding. Baju yang aku pinjam diletakkan di atas kasur. Baik, karena yakin aman, aku membuka handuk yang aku pakai. Gak semua sih, takut beneran ada orang. Ck, berhubung di sini tak ada dalaman wanita, terpaksa aku memakai lagi dalaman yang tadi kupakai. Agak risih juga sih, berasa gak nyaman. Tapi ini terpaksa. Aku mencoba mengenakan celana gombrong milik Pak Hen. Pinggangnya sangat lebar. Kedodoran deh jadinya. Bajunya sih jangan tanya, gede banget. Tapi tak apa sekali lagi, ini jauh lebih baik daripada gak pakai baju kan? Oke, sudah siap. Gak ada parfum, gak ada make up. Tak apalah, lagi pula, semua pria di rumah ini tidak suka wanita. Enjoy aja! Eh, tapi sebelum keluar, aku jadi penasaran. Ini kan kamar pribadinya Si Bos. Gak apa kali ya, ngintip isi kamarnya. Lemarinya sangat besar. Kira-kira dia punya rahasia gak ya? Aku yakin, pasti ada hal yang dia sembunyikan di sini. Rahasia besar mungkin. Aha, aku sangat penasaran! Tanganku mengusap lemari besar di depanku. Sepertinya ini dari bahan jati. Bagus. Saat aku mencoba memegang gagang pintu lemari, tetiba merasa agak aneh. Kok gak dikunci? Bahkan nampak sedikit terbuka. Eh, kok di dalam sana bajunya kayak bergerak-gerak? Jangan-jangan ada hantu! Atau kecoa mungkin?! Aku mundur beberapa langkah, bersiap barangkali ada hewan yang keluar dari dalam lemari itu. Mataku memeriksa sekitar barangkali ada sesuatu yang bisa ku jadikan senjata. Siapa tahu yang bergerak di sana itu tikus kan? Membayangkan mulut moncongnya membuatku ngeri. Ah, itu dia! Hatiku bersorak saat melihat ada alat penangkap nyamuk yang digantung di pojok kamar. Oke, ini dia senjataku. Perlahan, aku membuka lemari yang memang tidak dikunci. Satu, dua, ti ... brukk!!! Duk-dak-duk-dak! "Aduh!" "AAA!!!" Aku berteriak kaget saat sosok tubuh manusia yang tinggi besar keluar dari dalam lemari. "Kenapa kamu memukul saya?!" Mataku menatap ngeri ke arah kepala seseorang yang terkena seranganku, "Pak Hen?! Ngapain ngumpet dalam lemari?" Si Bos mengerjap, "Itu ... saya tidak ngumpet." Mataku memicing curiga, "Pak, jangan bilang Anda ... ngintip saya?!" Kaget banget, njir! Kedua tanganku menyilang di depan d**a. Mataku menatapnya tajam. Jangan bilang dia melihatku saat memakai baju tadi?! "Ekhm, kamu jangan salah faham! Saya tidak mengintip kok." Si Bos menelan ludah. Nampak dari jakunnya yang naik turun. "Tapi itu buktinya ngapain Anda masuk ke lemari? Kalau bukan untuk ngintip, mau apa lagi coba? Anak TK pun, kalau kejadiannya begini pasti berpikiran sama, Anda hendak mengintip!" "Itu ... ah, itu kebiasaan saya." "Ha? Kebiasaan?" "Iya, kamu tahu kan, ya, kebiasaan." "Kebiasaan?" "Ck, masa kamu tidak tahu. Kebiasaan itu sesuatu yang biasa dilakukan. Ya, bagitu." "Begitu?" Dia makin kesal, "Kenapa kamu malah mengulang semua perkataan saya?" "Gini deh, ini aneh. Kok ada ya kebiasaan tapi ngumpet di lemari? Sulit dimengerti." "Ya bisa saja. Lemari tempat yang nyaman untuk tidur. Lagi pula, kamu bukan tipe saya. Saya tidak tertarik sama kamu." Tunggu, aku berpikir sejenak, "Ah, iya, kenapa saya bisa lupa ya? Kan Anda tidak suka wanita? Ah, benar! Syukurlah!" Aku menghembuskan nafas lega. Kenapa tidak terpikir ke arah sana ya? Dasar bodoh! "Ya sudah, emak dan Tomas sudah menunggu. Kamu tadi lama sekali mandinya." "Saya kelelahan, jadi agak berlama-lama diguyur shower." "Maaf, emak saya kadang suka begitu. Tapi beliau baik kok, sebagai gantinya, emak sudah menyiapkan makan malam untuk kita semua." Aku hanya mengangkat bahu, terserah lah. Kuharap ini kali terakhir si emak ngerjain aku sampai malam begini. Untung aja tinggal di kost. Coba kalau Daddy dan mommy tahu aku menginap di rumah pria, bisa kena ceramah sepanjang masa deh. Ruang keluarga sudah berisik dengan suara televisi. Rupanya Tomas sama Nyonya Mona sudah lebih dulu duduk santai. Televisi menyala di depan mereka. Tapi sayang, kedua manusia itu malah fokus ke benda pipih yang menyala di tangannya masing-masing. "Kamu lucu juga pakai baju kegedean kayak gitu," Tomas lebih dulu mengangkat kepala dan menyapa dengan senyuman lebar. "Ya gimana lagi, ini yang bisa aku pakai. Lumayan lah," jawabku. Daripada main ponsel, aku memilih mengambil remote control dan mencari acara televisi yang agak menarik. "Nah, karena sudah berkumpul, ayo sekarang kita ke meja makan dulu, emak sudah menyiapkan makan malam untuk kita." Kami bertiga mengikuti langkah si Emak. Aroma masakan tercium dari sini. Sepertinya lezat. Ya, setidaknya ada obat untuk mengurangi rasa kesal dan jengkel atas kejadian hari ini. Semoga saja enak. "Wah, ini enak sekali!" ujarku saat mencoba sup ikan. "Tentu saja, ini resep turun temurun." "Boleh ngintip resepnya gak, Nyonya?" tanyaku basa-basi. Padahal mah, cuma niat mau nambah lagi. "Ish, jangan ngintip! Nanti saya ajarin kamu ya? Kalau ngintip mah takutnya nanti mata kamu bintilan." "Uhuk!" Pak Hen terbatuk. Kesedak dia. "Wah, jadi gitu ya, Nyonya? Orang suka ngintip nanti bintilan ya matanya?" Sengaja aku mengeraskan suara agar Pak Hen bisa mendengarnya. Biar tobat dia. Pak Hen malah minum air putih dengan tenang. Apa dia tidak tersinggung? Lempeng amat! Si Emak monarki absolut dan anaknya yang doyan ngintip!
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD