"Ma-maksud Anda?"
Deg-deg-deg!
Sumpah, ini jantung kayaknya beneran sudah copot deh. Pak Hen begitu dekat. Bahkan aroma tubuhnya memenuhi rongga hidungku. Sialnya lagi, wangi badannya membuat pikiran kotorku melanglang buana. Hot banget, anjir!
Sekujur badan panas dingin, tapi tetep harus tenang dan waspada. Matanya menatap tajam seakan ingin memakanku hidup-hidup sekarang juga. Apa aku akan tamat sekarang? Kalau dalam drama-drama, pria mendekat begini tuh pasti ngajakin anu ya, harusnya aku merem. Tapi aku gak mau merem! Takut kecolongan. Mending melotot mengawasi gerak-geriknya yang saat ini sangat membuatku seakan mau terjun dari ketinggian.
Dia semakin dekat ....
Oke, lemaskan! Huft, aku makin melotot! Awasi gerak-geriknya jangan sampai lengah sedikit pun!
Eh, kok makin mau nempel ini?! Panik dong! Aku harus bagaimana? Lari? Lompat? Atau err... nikmati?
Yang terakhir mungkin ide bagus. Eh tapi ....
Tiba-tiba....
"Hahaha!"
Ha?
Aku melongo. Antara kaget, takut dan sedikit ... kecewa mungkin? Ck, iya deh ngaku tadi berharap beneran kejadian moment romantis kayak di film-film.
"Kenapa Anda tertawa?"
"Haha, haduh, seharusnya saya yang nanya, kamu kenapa?"
"Eh?"
"Mata kamu ini," Pak Hen menunjuk ke jidatku.
"Mata saya masih diam di tempatnya kan, Pak?" Tadi sih serasa mau loncat dari tempatnya.
"Ck, mata kamu seperti kuntilanak ketemu pawangnya! Haha!"
Anjay! Sialan! Dia ngatain aku Mbak Kunkun!
Tak terima dong! Aku mendengus kesal, rugi banget tadi aku takut dan pakai deg-degan segala! Tahunya cuma dikerjain! Makin yakin deh dia beneran gak demen kue surabi. Adegan yang kukira akan romantis aja berakhir konyol begini.
"Emang Anda pernah ketemu sama makhluk begituan?"
Dengan cueknya dia benar-benar melepas baju kemejanya. Mengambil kaos oblong yang dia letakkan di atas kasur tadi. Haduh, ini rezeki apa musibah sih? Ngintip dikit boleh kali ya? Secara badannya tuh uwow banget. Sayang kalau dilewatkan! Mom, maafin aku ya, mataku ternodai sekarang!
"Tidak juga." Dia sudah memakai baju oblongnya. Yah, ngintipnya bentar banget dah! Padahal tadi aku ingin lihat perut ratanya.
"Jangan sembarang ngatain kalo gitu. Ntar kalau Mbak Kunkun tersinggung gimana?"
Bukannya jawab, dia malah melenggang pergi dan berbaring di atas kasur. Aku sendiri masih menahan kesal. Andai saja ada sandal jepit di sini, sudah kulempar kepalanya. Sayang, di sini tidak ada sendal jepit.
"Tidurlah!" Pak Hen beringsut bangun dan duduk bersandar di ranjang setelah beberapa saat tertawa sambil rebahan. Menyebalkan!
"Saya kehilangan selera kantuk."
"Terserah kamu."
Dengan cueknya ia mengambil buku tebal di atas meja samping kasur dan mulai membaca.
Hening sekali. Kenapa pria itu begitu anteng? Aku dicuekin begitu saja! Kamar jadi sangat sepi. Hanya sesekali terdengar bunyi lembar kertas yang dibuka. Pertanda Pak Hen berpindah halaman bacanya.
"Ekhm," Mungkin berdehem bisa membuatnya melihatku.
Ck, ternyata tidak. Ia masih tidak terpengaruh.
"Whoah, di sini panas sekali! Apa AC-nya kurang besar ya?" Sengaja aku kencangkan suara. Weh, si Parjo masih aja diam.
Suara tidak berhasil ternyata. Telinganya budek kali ya? Bahkan bukan hanya berteriak, aku juga sudah mencoba bergerak kesana-kemari. Pura-pura meregangkan otot, bersenam, loncat-loncat, pria itu masih anteng dengan bukunya. Jangan-jangan jiwanya tersedot ke dalam buku? Seperti film Jumanji itu lho! Tersedot dalam permainan. Ini tersedot dalam buku.
Capek, akhirnya aku diam. Tapi asli ini gerah sekali. Kenapa Pak Hen tidak menyalakan ac sih? Sialnya lagi, aku memakai baju kaos miliknya yang kebesaran. Ditambah celana training panjang yang bagian karet pinggangnya aku lipat beberapa kali. Alhasil gerahnya makin menjadi.
"Pak, nyalain AC ya?"
"AC-nya rusak."
"Oh." Harus ditanya langsung sepertinya, baru mau ngomong.
"Kenapa gak dibetulkan sih, Pak? Kan gak enak tidur dengan kegerahan begini."
"Saya tidak gerah."
"Tapi saya gerah, Pak. Ini juga celana training panjang begini, panas banget."
"Gak ada yang nyuruh kamu pakai celana itu."
"Lah, masa saya gak pake celana? Yang ada cuma ini."
"Kalau mau celana lain kamu boleh pilih dari lemari ini."
Telunjuk Pak Hen mengarah ke lemari. Ada dua lemari.
"Yang mana lemarinya, Pak?"
"Yang lebih pendek," sahutnya tanpa mau mengalihkan pandangannya dari buku.
Dengan bibir sedikit maju, aku mengikuti petunjuknya. Lemari kecil ini ternyata penuh dengan baju kaos dan celana pendek. Apa sengaja di koleksi kali ya?
Mataku tertuju pada celana pendek pria semacam boxer bermotif kotak-kotak. Kainnya adem. Eh tapi, emang gak apa-apa kalau aku pakai ini? Mataku melirik pria yang masih tenggelam dengan dunia bukunya.
"Pak, saya boleh pakai celana ini?"
"Terserah."
Eh, masih nyaut ternyata. Tapi kepalanya tetap tidak menoleh. Aish, sampai lupa, kan dia gak peduli! Jangankan cuma pakai kolor pendek ini, bahkan sampai aku tanpa busana pun, burungnya gak akan bangun. Haha, bego! Kenapa bisa lupa ya?
Dengan santai dan penuh ketenangan, aku mengambil celana yang kupilih dan masuk ke kamar mandi. Nah, begini lebih nyaman. Tak apalah, yang penting bisa tidur nyenyak malam ini.
Keluar dari kamar mandi, rasa bingung kembali menyapa. Ini tidurnya di mana ya? Kasur cuma satu doang. Sofa juga gak panjang. Cuma sofa tunggal satu-satunya. Ck, masa aku tidur meringkuk di sofa sih? Bisa kaku pinggangku nanti.
"Pak, saya tidur di mana?"
Dengan telunjuknya, Pak Hen menunjuk ke sofa yang kumaksud tadi.
"Tapi kan, sofanya kecil, Pak. Mana bisa saya tidur di sana?"
"Terserah kamu."
Hih, jawabannya kok terserah semua sih? Kan bikin gedek!
Aha, berhubung aku tahu orientasi seksual pria ini tidak biasa, mungkin tidur di kasur tidak masalah. Toh, dia gak bakal terpengaruh kan?
"Pak, saya tidur di kasur aja ya? Gak masalah kan?"
Dia mengangkat kepala, "Apa?"
"Iya, saya tidur di sini. Boleh ya? Tenang, saya gak akan bilang ke Tomas kok kalau kita tidur di kasur yang sama." Aku tersenyum licik.
"Tidak bisa!" Pak Hen nampak panik. Setia amat sama pacarnya.
"Anda gak usah khawatir, tidur saya damai kok. Saya juga janji, gak akan bilang Tomas. Jadi kalian tidak akan berantem gegara saya, ok?"
"Bukan begitu, tapi ..." Kenapa dengan pria itu? Malah memalingkan wajah ke arah lain. Sial, apa dia tidak suka melihatku pakai boxer begini? Haha, agak lain memang.
"Tapi apa, Pak?"
"Siapa yang nyuruh kamu pakai celana pendek begitu?"
"Ini lebih nyaman," Aku tersenyum lebar.
"Ekhm, jangan dekat-dekat saya!"
"Shh, sudahlah! Gak apa-apa, tak usah malu. Saya sudah tahu kok, Anda sangat setia sama Tomas kan? Perlu Anda tahu, saya juga sukanya pada pria normal kok."
"Maksud kamu?" Pak Hen mengerutkan keningnya.
"Maksudnya, saya lebih suka pada pria yang suka ke perempuan. Jadi Anda tidak perlu takut. Saya tidak akan menggoda Anda."
Pak Hen diam dan tidak berkata-kata lagi. Huft, baiklah. Aku mengambil bantal di samping Pak Hen.
"Tidur yang nyenyak ya, Pak! Terimakasih tumpangannya!" Aku tersenyum lebar dan merebahkan badan di atas kasur. Sedikit menggerakkan tangan dan kaki bak kupu-kupu sedang terbang. Huh, ini nyaman sekali. Kulirik Pak Hen sedikit menjauh. Matanya mengerjap berkali-kali. Mungkin tak suka melihat ada wanita di kasurnya. Ya, ya, biasanya kan pria mungkin. Hoho, bersabarlah bosku tersayang! Salahkan emakmu Nyonya Monarki Absolut itu. Ngapain juga nyuruh aku nginep di sini kan?
Seperti biasa, aku tidur dengan sangat lelap. Tidak kusangka, ada tempat tidur nyaman setelah kamarku di rumah. Hangat dan juga ... wangi. Eh, tunggu, ini wangi apaan ya? Kok seger banget! Seperti parfum yang tidak asing!
Perlahan, aku membuka mata.
ALAMAK, APA-APAAN INI?!