95

1569 Words

Pagi itu, embun masih membasahi dedaunan ketika Sekar duduk sendirian di beranda belakang. Secangkir teh manis mengepul di tangannya, tapi matanya tak menatap apa pun. Ada sesuatu di dalam dirinya yang tak bisa diam. Bukan kegelisahan, melainkan hasrat. Hasrat untuk benar -benar memiliki Dimas, bukan hanya sebagai kekasih yang kembali, tapi sebagai pasangan hidup dalam arti yang utuh. Ia menatap cincin yang kini melingkar manis di jarinya. Dimas sudah melamarnya. Tapi hati Sekar tahu, ini belum selesai. Ia ingin lebih dari sekadar status atau simbol. Ia ingin Dimas sepenuhnya. Hati, tubuh, dan hidupnya. Bukan karena posesif, tapi karena cinta yang tak lagi bisa dibendung. Langkah kaki terdengar dari dalam rumah. Dimas muncul dengan kaus lusuh dan rambut berantakan, membawa dua roti pangg

Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD