Malam sudah hampir berganti hari. Langit di atas rumah besar keluarga Mahardika tampak seperti beludru hitam, dengan bulan menggantung pucat di antara awan. Setelah pesta pertunangan usai, suasana di dalam rumah berubah dingin, seperti napas yang tertahan lama. Malam makin larut. Rania tidak bisa tidur, jadi dia memutuskan duduk sendirian di taman belakang, masih mengenakan gaun birunya. Jemarinya memainkan cincin di jari manis, cincin yang belum terbiasa di sana. Setiap pantulan cahaya berlian terasa seperti ejekan dari kemewahan yang menutupi luka. Dari dalam rumah, suara tawa pelan Nayla terdengar, disusul langkah kaki Gibran yang menjauh. Dunia Rania seperti berhenti berputar di sana. Semua orang seakan punya arah, kecuali dia yang hanya dibiarkan menjadi potongan kisah yang harus di

