Arielle berbalik arah sebelum siapa pun sempat menahannya. “Aku kembali ke atas,” ujarnya dingin. Matteo menyambar radio di pundaknya. “Tim satu, ikuti Nyonya sampai ambang koridor tujuh. Tim dua, menuju sumber tembakan. Tutup semua perlintasan.” Mereka melesat naik lewat tangga servis. Nafas Arielle memburu, bukan karena lelah, tetapi karena marah. Setiap anak tangga terdengar seperti hitungan mundur. Tiga. Dua. Satu. Pintu menuju lantai tujuh disibak. Lampu lorong berkedip. Sebagian sprinkler menyala, meneteskan air tipis yang membuat lantai licin. Bau antiseptik bercampur logam menyengat hidung. “Jaga jarak,” perintah Matteo tanpa menoleh. “Kalau ada kontak, lindungi Nyonya dulu.” Mereka memotong jalur lewat ruang penyimpanan obat. Pengawal di depan mengangkat tangan, tanda berhent