CHAPTER 1

1314 Words
Enam bulan lalu. Reanne Lee adalah satu dari pekerja seks yang berada di kelab malam milik salah satu mucikari psikopat dan menyebalkan yang biasa orang temui saat tengah malam. Ia bekerja sebagai si penari striptis, tapi kadang kala Reanne hanya menghibur pelanggan kelab itu dengan sebuah nyanyian. Ia sebenarnya terpaksa melakukan ini semua, Reanne tak punya pilihan selain mengikuti semua arahan Mr. Jones, mucikari yang membuat dia harus melayani nafsu menjijikkan pria-pria kesepian di luar sana. Kakak sialannya punya hutang yang besar pada Mr. Jones dan tanpa rasa iba sedikit pun, Brent menjualnya pada bajingan tua yang sialnya seorang mucikari dan pemilik kelab malam yang saat ini Reanne tempati. "Reanne! Kau punya tamu khusus malam ini!" Reanne tak perlu bertanya lagi suara siapa itu yang menggema seperti orang gila padanya. Ia meletakkan gelasnya dengan penuh kekesalan lalu menoleh pada Noah. "Aku tak bisa. Aku sedang datang bulan," Balasnya dingin. Noah menatapnya jijik,"Pembohong ulung seperti mu tak mungkin bisa aku percaya! Jangan lupakan kalau kau masih punya hutang yang besar padaku, Reanne!" Wanita itu mendesah keras, dia menatap balik pada Noah,"Terserah apa katamu! Aku tak peduli!" Dia mengeluarkan tumpukan uang dari dalam tasnya lalu melemparkan itu tepat di depan wajah Noah,"Aku bayar sisa hutang kakak sialan ku! Ambil uang itu dan aku berhenti dari pekerjaan ini!" Beberapa orang menatapi mereka berdua. Ada yang tidak percaya kalau Reanne berani menghina Noah seperti itu. Wanita itu meraih tasnya kasar lalu beranjak pergi dari tempat laknat itu. Sudah cukup lama ia mengumpulkan uang yang ia dapatkan dari pria-pria yang pernah menjamahnya. Reanne selalu meminta tip agar ia bisa mengelabui Noah dan pada akhirnya ia berhasil membuat Noah malu atas perlakuannya. Namun, itu tak semudah yang Reanne kira. Di tengah malam yang dingin itu, ia merasakan tangannya ditarik paksa untuk masuk ke dalam mobil. Ia diseret dengan cara yang tidak manusiawi. Reanne ingin berteriak, tapi mulutnya lebih dulu disumpal dengan kain. Wanita itu tak bisa berpikir jernih lagi, ia merasa begitu sesak di dalam mobil ini ditambah Reanne tak bisa melihat apapun karena gelap. "Ini akibat jika kau melawan ucapan ku, Reanne." Suara itu cukup mengejutkan baginya. Noah ada di balik semua ini, dia ingin berteriak dan mengatakan kalau pria tua bajingan itu benar-benar gila. Namun, saat ini tak ada yang bisa Reanne lakukan selain menangis dan menyalahkan dirinya sendiri. Hingga akhirnya mobil itu berhenti di sebuah jalanan sepi yang tidak terlihat apapun di sekelilingnya selain pepohonan. Reanne bisa menebak apa yang akan terjadi padanya, Noah pasti akan membunuhnya. Ia didorong dari dalam mobil sampai tubuhnya menyentuh aspal yang keras. Reanne meringis, ia ingin sekali berteriak kencang, tapi sayang sekali mulutnya tersumpal kain dan tempat ini begitu sepi. Dia ditarik kuat ke dalam hutan, Reanne merasa benar-benar ketakutan ketika akhirnya matanya menangkap sebuah bangunan tua yang mengerikan. Oh sialan, sepertinya Noah akan membunuhnya di tempat ini. Pria-pria bertubuh kekar itu melempar tubuh Reanne ke ubin kayu yang penuh dedaunan kering dengan keras. Noah menghela napas kasar sebelum menarik penyumpal mulut Reanne. "Asal kau tahu ya, pelacur sialan! Hutang kakak mu itu tak akan pernah bisa terbayarkan dengan uang hasil kau menjual diri! Tapi kau sombong sekali berkata kalau dirimu akan membayar semua hutangnya!" Reanne menatapnya marah,"Lalu kau mau membunuhku?! Lakukan, sialan! Biarkan aku mendekam di dalam neraka saja!" Noah membuang ludah, dia tertawa keras sembari menarik kasar rambut coklat Reanne yang kusut. "Mungkin ada baiknya jika aku menyiksamu dulu sebelum kau mati." Bola mata Reanne bergerak-gerak, ini pertanda yang jauh lebih buruk. "A-apa maksudmu?" Noah memberi kode pada dua pengawal bertubuh seperti monster itu untuk mengikat kedua tangan Reanne. "Kalian bebas memerkosanya semau kalian. Ingat, jangan biarkan dia mati dengan tenang." Reanne berteriak kencang. Ia menangisi nasibnya yang kacau dan kali ini Reanne benar-benar berharap untuk mati. ... Suara mobil yang melaju kencang ke sepanjang jalan yang kosong itu terdengar mengerikan. Ini pagi buta dan hanya ada satu mobil yang melaju dengan kecepatan tinggi. Seorang pria muda di dalamnya tengah menyetir mobil dengan tenang, di telinganya, sebuah earphone kecil menempel. Ia sedang bertelepon dengan seseorang. "Iya, Dad. Aku sedang dalam perjalanan, sudah ku katakan pada Paman Zack untuk membawakan suratnya padamu." "Aku hanya khawatir, Aaron. Kau tidak memberi kabar tentang ini sebelumnya. Kau tahu bagaimana marahnya ibumu saat mengetahui kau pergi ke luar kota tanpa kabar?" Aaron, dia tertawa kecil. Oh sungguh, ibunya terlalu berlebihan tentang ini, tapi dia senang kalau ada yang mengkhawatirkan dirinya. "Maaf. Ya sudah, mungkin setengah jam lagi aku sampai. Katakan pada ibu kalau aku menyayanginya." "Hati-hati, nak." Setelah itu sambungannya terputus. Aaron kembali memfokuskan perhatiannya pada jalanan yang sepi ini. Dua hari yang lalu ia pergi ke London tanpa memberi kabar apapun pada keluarganya, kecuali Axelle. Aaron hanya memberitahu tentang kepergiannya pada Axelle karena menurutnya saudara kembarnya itu bisa sedikit dipercaya. Asal tahu saja, dua hari yang lalu ibunya mengadakan acara makan malam bersama keluarga Langford yang mana artinya, ayah dan ibunya itu tengah berusaha untuk menjodohkannya dengan putri sulung Langford yang bernama Brittany. Aaron memang mengenal Brittany sejak ia masih kecil, tapi dirinya tak punya niat sedikit pun untuk menjalin hubungan dengan gadis yang dua tahun lebih muda darinya itu. Mungkin orangtuanya merasa kalau jika mereka dijodohkan, maka semuanya akan baik-baik saja, tapi nyatanya Aaron memang tak memiliki ketertarikan pada Brittany. Jadinya ia meminta Axelle untuk menyembunyikan perihal kepergiannya. Karena asyik melamunkan tentang apa yang terjadi saat itu, Aaron tak melihat ada seseorang yang terlihat sedang menyeberangi jalan hingga ia dengan keras menekan rem depan. Decitan ban itu terdengar ketika Aaron menekan rem nya. Ia menatap terkejut pada seseorang yang sepertinya ia tabrak. Pria itu pun dengan segera keluar dari mobil untuk memastikan. Aaron membulatkan matanya. Ia menatap ngeri pada seorang perempuan yang tergeletak tanpa busana dengan luka di sekujur tubuh dan sekitaran wajahnya. Kepalanya terluka, mungkin karena aspal. Tanpa banyak berpikir lagi, Aaron lekas membawa perempuan asing itu ke dalam mobilnya lalu menjalankan kendaraannya dua kali lebih cepat. Dia akan pergi ke rumah sakit untuk menolong perempuan yang baru saja ia tabrak. ... "Keadaannya benar-benar memprihatinkan. Gadis itu sepertinya korban pemerkosaan, aku mendapati ada DNA pria di bagian selangkangannya. Luka memarnya sepertinya bekas pukulan, tapi beruntung itu tak melukai tulang dan syarafnya. Bisa ku katakan dia selamat." Aaron memejamkan matanya. Ya tuhan, dia gadis yang malang. "Tolong beri dia perawatan yang baik dan beritahu aku tentang keadaannya. Ini kartu namaku, jika ia sudah siuman, cepat hubungi aku," Ucap Aaron. Dokter itu mengangguk mengerti sebelum meninggalkan Aaron sendirian di ruang rawat gadis yang baru saja ia tabrak. Pria itu melirik ke arah ranjang pasien sebelum menghela napas lalu pergi keluar. Ia harus pulang dulu ke rumah untuk meluruskan masalahnya. Ibunya pasti akan memarahinya pagi ini. Aaron dengan segera beranjak pergi dari sana. Dia mengendarai mobilnya ke arah mansion lebih dulu sebelum kembali lagi ke rumah sakit. Sesampainya di rumah, kedatangan Aaron ternyata sudah disambut sang ibu di depan teras depan. Sarah menatapnya dengan marah dan khawatir, tapi tak bisa ia pungkiri kalau ia senang putranya pulang dengan selamat. "Aaron! Kenapa kau pergi tanpa memberitahuku lebih dulu? Kau tahu betapa aku mencemaskan dirimu, nak?!" Aaron memberi senyum tipis,"Aku baik-baik saja, Mom. Lagipula aku hanya pergi dua hari." Sarah mencubit pelan pipi putranya,"Setidaknya beritahu aku, nak. Untunglah kau pulang dalam keadaan baik-baik saja." Aaron meraih telapak tangan sang ibu lalu mengecupnya,"Maafkan aku. Ini ku lakukan untuk menghindari perjodohan yang akan kau dan ayah lakukan. Aku sudah pernah mengatakan kalau aku tak menyukai Brittany, Mom. Dia sudah ku anggap adik bagiku," Balasnya. Sarah terlihat kecewa dengan perkataan putranya, tapi dia sadar kalau Aaron pasti punya alasan kenapa ia tak bisa memenuhi permintaan nya untuk mempersunting Brittany Langford. Sarah menghembuskan napasnya lalu mengajak sang anak untuk masuk ke dalam rumah. Ya, mungkin Aaron punya calon kekasihnya sendiri dan Sarah tak punya kuasa untuk menentukan kehidupan putranya. TBC A/N : Hai hai hai... Gimana dengan episode pertama ini? Semoga tidak terlalu mengecewakan ya hehe. Sampai ketemu lagi :)
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD